#4

13 2 1
                                    

"HAAAAAAAA!" teriak Xena dengan histeris. Tubuhnya terasa sesak dalam sekejap, napasnya sempit membuat wajah gadis itu memerah.

"SURPRISE!" seru Dea Candida sambil memeluk Xena erat-erat, menggoyangnya dengan penuh semangat. Sahabat kecilnya yang sudah lama tak bertemu, hampir satu tahun belakangan, akhirnya muncul kembali.

"LEPAAASSS!" teriak Xena dengan susah payah karena napasnya yang sempit dan sesak.

Dea melepaskan pelukannya, wajahnya bersinar dengan makeup bold dan lipstik merah menyala khasnya. "XENA SAYANG! GUE GA NYANGKA BISA KE RUMAH LO LAGI!" serunya, kembali memeluk Xena.

"iiisshh! iya-iya! cukuuupppp!" geram Xena sambil berusaha menyingkirkan Dea.

Xena mengangkat tubuh Dea yang lebih pendek dan ramping darinya, memindahkannya dari depan pintu masuk ke dalam rumah.

"Wow, rumah lo makin mewah ya, Sen!" puji Dea sambil memutar bola matanya, menjamah seluruh isi ruang tamu.

"rumah elit, kebahagiaan sulit," jawab Xena.

hening.

_____________________

Satu minggu berlalu dengan membosankan, rutinitas datar yang dilakukan membuat Xena dan Dea tampak lesu malam ini.

Xena duduk di kursi balkon kamarnya yang luas, menikmati pemandangan malam yang cukup indah sebagai cara untuk melupakan stres dan kegundahan. Kacamata hitam yang dikenakannya menambah kesan seolah Xena ingin menyembunyikan dirinya dari dunia, ingin berada dalam kesunyian tanpa gangguan apapun.

Sementara itu, Dea Candida sibuk membaca buku-buku novel milik sahabatnya sejak sekolah dasar. Xena adalah seorang penulis sekaligus pembaca novel, bahkan pernah menerbitkan dua buku yang menjadi best seller. Namun, itu semua terjadi di masa lalu, ketika dunia Xena masih terasa baik-baik saja.

"Sen! Kenapa sih? Tahun lalu kalau kita bertemu, pasti kita happy banget. Apa lo nggak happy gue datang ke sini?" tanya Dea dengan nada datar sambil terus membaca novel di sofa kecil di kamar sahabatnya.

"Hmm, happy," jawab Xena dengan santai, tubuhnya bersandar, tangan menjadi penyangga kepala, dan mata tetap terpejam.

"Sen! Gue punya ide."

Dea mendekat dan duduk di samping Xena.

"Bagaimana kalau kita pergi clubbing?" ucap Dea Candida tanpa rasa bersalah.

Xena membuka matanya, tampak tertarik pada tawaran sahabatnya itu.

"Clubbing?" tanya Xena bingung.

"Ya! Pasti lo bakal senang! Gue sering ke sana buat melepas penat setelah kerja seharian," ujar Dea. "Lo tahu, di club itu suasananya beda banget. Musiknya kencang, orang-orangnya juga seru. Pokoknya, lo bisa dance, ketemu orang baru, dan lupa semua masalah."

"Serius?" Xena bertanya, tampak penasaran.

"Iya, serius!" kata Dea dengan antusias. "Rasanya tuh kayak semua stres dan masalah langsung hilang. Lo bakal ketawa, bergerak terus, dan pulang dengan perasaan fresh. Udah banyak orang yang coba, dan mereka pasti bilang kalo malam itu bikin mereka happy banget."

Xena mengerutkan dahi, kemudian mengeluarkan suara rendah penuh misteri, "Gue suka ide itu, tapi gimana caranya kita bisa pergi malam-malam? Pak Doni itu selalu ngikutin setiap gerak-gerik gue."

Pak Doni, salah satu dari dua satpam itu, menjadi mata-mata yang tak terpisahkan dari kehidupan Xena sejak ia mulai kuliah. Pak Doni memiliki tugas khusus untuk melaporkan segala aktivitas Xena kepada Bunda Nola.

Bahkan ketika Xena pergi ke kampus atau hanya keluar untuk berbelanja, Pak Doni selalu ada, mengamati dan memastikan bahwa Xena tidak melakukan sesuatu yang dianggap melanggar aturan atau berpotensi berbahaya.

WHY, XENA?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang