Bab 3 [Fuck you]

18 7 0
                                    

"Anjani, aku duluan," ucap Aiman, pada Anjani dengan senyum di wajahnya. Senyum paling manis, siapa tau Anjani diabetes karenanya.

Anjani mengangguk, "Iya, hati-hati."

"Sip, makin suka deh sama kamu, lo—."

Pip!

Belum sempat mengucapkan kalimat penuh, suara klakson motor Anaya, membuat Aiman menarik nafas dalam-dalam lalu dihembuskan dengan kasar. I love you, itu yang ingin Aiman katakan.

"Udah pas 60 kan? 30 kali lagi, mending kamu mundur, Man." Aiman menatap tajam Anaya yang sudah tertawa puas.

"Ngga ada kata mundur," ucap Aiman, dengan penuh keyakinan.

"Adanya nyerah."

"Dasar tokek," ejek Aiman, dengan nada kesal.

"Wlee."

Tringg tringg...

"Duluan, kalian hati-hati, yah." Anjani mulai meninggalkan mereka dengan sepedanya. Jika terus-menerus menyimak, ia akan sampai Maghrib disana.

"Hati-hati Anjani, atau ku antar saja, biar cepat sampai!" teriak Aiman, namun tidak ada sahutan dari Anjani karena gadis itu sudah berada jauh dari mereka.

Anaya tertawa, rasanya lucu melihat wajah Aiman, wajah pria itu putih dilengkapi dengan alis dan buluu mata yang tebal. Namun, sayangnya kepala siswa itu botak. Aiman sangat ingin menjadi idaman Anjani hingga rela membotaki kepalanya.

Dari kelas XI Aiman terus mengejar Anjani tanpa adanya kata menyerah, mengungkapkan perasaannya juga selalu gagal. Mendengar tipe idaman Anjani harus botak, ia rela membotaki kepalanya. Demi orang tersayang, walaupun tidak terbalaskan.

"Dasar tokek pengganggu," gumam Aiman, berjalan ke arah motornya yang di parkir dan menaikinya. Selesai memakai helm siswa itu menjalankan gas motornya dengan kecepatan penuh.

Anaya pun begitu, ia berlalu pergi dari sana, saat suasananya menjadi sepi.

.
.

Mengayunkan roda sepedanya dengan kaki. Terdengar beberapa lantunan musik dari bibir mungilnya. Ia sungguh menikmati sore yang akan menunjukkan senja. Angin sepoi-sepoi menambah indahnya gadis itu. Ahh, hangat dan indah sekali.

Tanpa di sadari rantai sepeda yang di naiki gadis itu terlepas, saat ingin berhenti diseberang jalan, batu kerikil melanggah ban sepedanya hingga terjatuh.

Brak!

"Aw!" ringis Anjani merasakan nyeri di bagian lututnya.

Aduh.

Memegang lututnya yang terasa nyeri, meniup dengan lembut luka goresan itu. Untung saja jalanan yang ia lewati sangat sepi, biasanya juga seperti itu, jalannya luas namun sepi yng lewat.

Kaget!

Mata Anjani membulat saat seorang Siswa yang berasal dari sekolahnya datang begitu saja lalu berjongkok dan mengikat tali sepatunya yang terlepas. Dia adalah Arga, ia tidak sengaja melihat Anjani pulang, terpaksa ia mengikutinya, dengan tujuan penasaran gadis itu dari mana.

"Eh."

Arga tersenyum hangat melihat ke arah Anjani yang nampak bereaksi kaget. "Jangan terlalu kaku," tawa kecil terdengar dari mulut Siswa itu.

"A ... tidak, anu ... maksudku, apa yang kamu lakukan?" tanya Anjani tanpa merubah posisi tubuhnya. Gadis itu pun nampak kikuk.

"Ada apa dengan hatiku, rasanya sesak nafas," batin Anjani, merasakan sesak yang bergemuruh di hatinya.

"Tidak melakukan apa-apa. Ayo, kubantu bangun." Arga sudah berdiri dan menyodorkan tangannya untuk membantu Anjani berdiri.

"Tidak, terimakasih." Anjani memilih untuk membangunkan tubuhnya sendiri, namun karena kakinya terasa keram ia hampir terjatuh. Arga dengan sigap ingin menyentuh tangan gadis itu namun di tepis.

"Aku bisa sendiri," ucap Anjani.

Arga mengangguk paham. "Bisa?" tanya Arga, melihat Anjani berusaha memasang rantai sepedanya.

Huh...

"Rantainya putus." Anjani mendongak menatap Arga dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Arga merasa gemas dengan gadis itu, mata bulatnya berkaca-kaca dengan bibir yang mengerut ke bawah.

"Sini, coba aku lihat." Anjani sedikit bergeser saat Arga ingin memeriksa rantai sepedanya.

"Ini rantainya putus, bukan lepas."

"Iyakah?"

"Ada bengkel terdekat ngga di sini?" tanya Arga.

Anjani menggeleng, "Tidak ada," ucapnya.

Arga berdiri lalu melirik ke arah Anjani. "Kenapa harus menangis?" tanya Arga, melihat Anjani meneteskan air matanya.

"Itu ... itu sepeda Ayah." Suara Anjani bergetar menahan tangisnya.

"Hey, tidak usah menangis. Baru kali ini aku dapat perempuan secengeng dirimu." Anjani menyipitkan matanya menatap Arga.

"Fuck you," ucapnya pelan dan lembut, namun kasar.






GADIS DESA ANJANI DESWATI  [Hiatus SEMENTARA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang