1.1 - Pertemuan Pertama

335 12 2
                                    

"Besok 2 naskah ini harus udah selesai ya, Sar. Pak Genta udah nanyain mulu dari kemarin." Lagi-lagi Ara memperingatiku soal dua naskah yang masih terbengkalai itu.

Seharusnya Ara tidak memberikan naskah yang lain jika dua naskah terdahulu ingin aku prioritaskan. Beginilah nasib menjadi staff editing, meskipun gajiku dirasa cukup besar namun beban kerja nya pun tidak kalah besar.

Apalagi dua orang staff editing sedang melakukan cuti, jadilah semua naskah aku kebanyakan yang menghandle nya.

"Sar, maaf ya bebannya jadi ke kamu semua. Soalnya bagian editing di sini yang paling aku andelin cuma kamu. Apalagi Pak Genta udah cocok banget sama semua hasil kerja kamu." Tampaknya Ara merasa tidak enak karena sudah beberapa hari ini menekanku untuk menyelesaikan naskah.

Sebenarnya aku tidak masalah, toh ini memang pekerjaanku. Namun aku merasa terbebani saja karena yang semula aku hanya menyelesaikan 2 naskah dalam satu hari, kini bertambah sampai 4 naskah.

"Ga pp kok, Ra. Cuma emang kadang aku kewalahan aja ngerjain sebanyak ini sendiri. Aku usahain 2 naskah itu besok selesai ya," kataku untuk menenangkan hatinya.

Ara tampak mengulas senyumnya, sebagai kepala staff editing dia pun jelas memiliki tanggung jawab yang besar, bukan hanya memerintah anak buahnya saja. Aku hanya tidak ingin menambahi bebannya keluhanku tadi.

Jariku pun segera meraih keyboard untuk menyelesaikan editing 2 naskah yang harus terbit besok. Untuk 3 judul lainnya aku kesampingankan dulu karena mereka masih memiliki waktu 2 minggu untuk terbit.

"Sarah." Pak Dante memanggilku, tumben sekali ia datang langsung ke ruangan, biasanya hanya lewat pesan chat saja.

Aku melepaskan kacamataku dan memutar arah kursi lalu ikut berdiri untuk menyambutnya. Wajahku ku paksakan tersenyum dengan tekanan dua naskah yang deadline nya hanya tinggal sehari.

"Pulang ngantor ada acara?"

"Engga si Pak, ada apa ya? Apa bapak mau bicarain soal naskah besok?" Tanyaku langsung menebak.

"Oh engga, saya mau ajak kamu makan sore, jika kamu berkenan," ucapnya sedikit terlihat kaku.

Jujur aku kaget saat Pak Dante mengajakku secara terang-terangan begini dan mungkin ajakannya didengar oleh para staff dan jelas Ara yang berada di ruangan. Aku melirik ke arah Ara, ia sudah mengacungkan jempol sebagai tanda bahwa aku harus menyetujuinya.

"U—uhm, boleh deh pak," ucapku tersenyum kikuk.

Kulihat Pak Dante membalas senyumku lalu memberitahuku untuk pulang bersama nanti pukul 4 sore.

"Nah kan bener apa kata aku," ucap Ara yang dengan cepat menarik kursinya mendekatiku.

"Apa yang bener?"

"Pak Dante suka sama kamu."

Aku menyerengitkan dahi, mana mungkin seorang direktur menyukaiku yang hanya karyawan biasa, memangnya aku ini siapa?

"Ah ga mungkin, palingan ujung-ujungnya bahas naskah. Atau mungkin mau nyuruh aku buat lembur lagi," jawabku negatif thingking.

"Gausa denial, aku tau kamu udah nyadar dari lama," timbal Ara mengecengiku.

Aku hanya menggedikan bahu. Sepertinya memang benar yang dikatakan Ara, aku hanya denial. Namun, aku pun sadar diri apa posisiku di sini.

Tanpa memikirkan kencan sore nanti, ah sebentar kenapa aku menyebutnya kencan. Ralat, maksudku makan sore nanti. Aku pun melanjutkan tugasku mengedit naskah yang harus aku selesaikan sore ini.

Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 4 sore dan Pak Dante menepati janjinya untuk mengajakku makan sore. Dan di sini aku yang disuruh untuk memilihkan tempat makan, tanpa pikir panjang aku langsung menyebutkan salah satu tempat makan sunda langgananku.

The Age Gap RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang