1

212 22 11
                                    

"Ibu!!!! Jangan tinggalkan aku!"


Jeritan pilu anak berumur lima tahun itu terdengar nyaring bersahutan dengan derasnya bunyi hujan. Bocah laki-laki itu terjatuh, di pegangi oleh seorang laki-laki tua yang mencoba menahannya.


Menyedihkan.

Hanya bisa menangis memandangi punggung sang Ibu yang semakin menjauh. Dia tidak tau apa salahnya, tidak tau juga kenapa Ibunya yang penyayang itu membuangnya begitu saja. Padahal mereka baru saja menikmati perjalanan yang menyenangkan hari itu. Memakan semangkuk mie hangat di kedai langganan sang Ibu dan  mengelilingi taman bermain.

Hari ulang tahun yang menyebalkan.




.


.




.


.


Ssshhhhh...


Pria berambut hitam legam itu mematikan rokoknya, menatap sekeliling gedung yang di datangi cukup banyak orang. Wajar, acara pernikahan yang tertutup ini tentu saja di hadiri banyak orang mengingat pihak yang mengadakan acara sakral ini.

Tepukan di bahunya membuatnya menoleh, mendapati sahabat dekatnya yang tengah menyesap segelas tequila dengan tatapan yang mengarah ke seseorang.

"Bagaimana rasanya menikahi seseorang yang cukup terkenal?" Pertanyaan itu membuatnya mendecih kasar, menatap orang yang sama dengan pandangan datar.

"Apa yang harus aku rasakan memang? Berdebar? Terharu? Aku bahkan baru kenal seminggu dan tidak ada obrolan selain bertukar nama."

"Setidaknya selamat karena telah melepas masa lajang, First."

"Diam Ohm."

First menghela nafas berat lagi, kali ini netranya menatap seseorang yang di balut jas mahal, terlihat gagah dan sangat di segani. Di belakang pria yang berumur itu terdapat lima orang bodyguard yang terlihat menyeramkan.

"Jadi, kenapa kau tiba-tiba menikah dan tidak memberitahuku?"

"Bagaimana bisa aku memberitahumu kalau aku saja tidak tau apa-apa?" Tanya First lagi.

"Maksudmu?"

"Semua mendadak, aku tidak di beri pilihan selain mengikuti keputusan ayahku. Kau tau kan bagaimana dia dan keputusannya yang tidak bisa di ganggu gugat itu?"

"Lalu Khaotung ini korban yang mana?"

"Korban dari dendam ayahku. Kakek Khaotung memiliki perusahaan pemasok tembakau yang cukup besar. Ayah Khaotung menikahi cinta pertama Ayahku ketika dia masih merintis. Kau tau lah, kisah-kisah seperti di drama. Ibu Khaotung sebenarnya juga di jebak, di hamili secara paksa dan itu yang membuat Ayahku murka. Hanya saja dulu Ayahku tidak bisa berkutik dan orang tua Khaotung ternyata pindah ke luar negri tanpa ada yang tau keberadaannya. Lima tahun lalu mereka kembali dan pas sekali karena kakenya Khaotung berhutang ke ayahku. Jadilah aku di jebak untuk menikah dengan Khaotung."

"Lalu kau harus menyiksa Khaotung, begitu?"

"Tidak, dengan menikahi Khaotung saja cukup menyiksa Ayahnya karena Khaotung anak tunggal, cucu tunggal, semua harapan ada di Khaotung dan Ayahnya benar-benar berharap besar ke Khaotung. Kau lihat itu, wajah sembab itu sudah terlihat sangat stress." First menunjuk seorang pria paruh baya yang terlihat sudah setengah mabuk.

"Blunda"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang