Mata tajam First menatap tajam tubuh Khaotung dari kejauhan. Ia melihat bagaimana Khaotung beracting di depan kamera, memeluk pemeran wanita dengan mesra dan mengalirkan airmata dengan lancarnya.
Pria itu benar-benar pandai beracting.
Hari ini First meminta Poom untuk mengambil libur, menggantikan pemuda itu untuk menjaga Khaotung seharian dan sekarang adalah scene terakhir. Khaotung akan pulang setelah ini dan First sudah meminta Lengso membereskan barang-barang Khaotung terlebih dulu.
"CUT!!!!"
Semua crew bertepuk tangan, Khaotung memberi gesture sopan ke lawan mainnya dan membungkuk kecil sembari mengucapkan terima kasih ke seluruh orang di sana. Ia berjalan mendekati First dan Lengso, membiarkan Lengso membuka jaketnya, dan mengipasinya dengan sigap.
"Aku lapar," Itu kalimat pertama yang Khaotung ucapkan. "Biasanya Poom bawa cemilan, dia ada menitipkan cemilan tidak?"
"Tidak, tapi aku sudah beli, ada di mobil. Kau sudah beres kan? Ayo pulang."
"Khaotung!" Suara nyaring itu membuat mereka semua menoleh. Itu Namtan, lawan main Khaotung tadi. Wanita cantik itu menghampiri mereka dan menunjuk ponselnya. "Aku mau foto berdua untuk feed IG."
"Boleh," Khaotung tersenyum, mendekat dan berpose sementara Namtan memegangi ponsel, mengambil gambar mereka.
"Bagus semua! Nanti jangan lupa komen ya." Perempuan itu tersenyum lebar.
"Kalau ingat, hahahha."
"Omong-omong, bodyguardmu tampan." Namtan berbisik namun First atau pun Lengso masih bisa mendengarnya.
"Apanya? Seram begitu. Kau tidak lihat tato dan mukanya yang tidak tersenyum?"
"Sigma male," Namtan mengernyit genit membuat Khaotung menggeleng lucu. "Mau tukaran ig?"
First menaikkan sebelah alisnya lalu menggeleng.
"Dia tidak main social media, memang udik." Bisik Khaotung. "Aku pulang duluan ya, sudah lapar sekali."
"Baiklah, hati-hati!"
.
.
.
.
Khaotung mendudukkan dirinya di kursi sementara First meletakkan plastik belanja di atas meja dapur. Poom menawarkan diri untuk membelikan kebutuhan dapur karena dia juga sedang belanja dan Khaotung tidak menolak sama sekali.
Dia selalu kesusahan jika belanja sendiri ke pusat perbelanjaan.
"Ayahmu tadi menelpon," First membuka pembicaraan, tangannya mengeluarkan sekantong apel, mencucinya sebelum memotong apel itu menjadi bagian kecil.
"Apa katanya?"
"Dia memaksa untuk menemuimu tapi Ayahku masih belum memberi izin."
"Kenapa Ayahmu bersikeras melarang Ayahku seperti itu?" Khaotung mengambil sepotong apel, memasukkannya ke dalam mulut.
"Tanya sendiri, aku terlalu sibuk untuk mencari tau." First menjawab datar, mulai memasukkan satu persatu belanjaan mereka ke dalam kulkas, menyusunnya dengan rapi.
"Lengso sudah kirim naskah tawaran drama baruku belum?"
"Sudah dari dua hari lalu."
"Terus bagaimana? Kau setuju aku main di drama itu kan? Bukan peran utama." Khaotung tersenyum kecil. Dia sangat berharap bisa memainkan drama setelah sekian lama.