Suasana gazebo itu riuh dengan seruan orang-orang yang melingkar, berfokus pada sebuah botol yang baru saja diputar.
Di antara banyaknya tatapan antusias yang mengikuti pergerakan botol tersebut, sepertinya cuma Katia yang menggersah kasar dan menunduk. Sungguh ia sama sekali tidak mengira bahwa keisengannya mengikuti salah satu kepanitiaan yang diadakan oleh BEM U akan membuatnya terjebak dalam permainan konyol seperti ini.
Sebagai mahasiswa Sastra Inggris yang tergolong ke dalam kelompok kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah-pulang), Katia tergiur oleh ajakan Sabrina untuk mengikuti kepanitian. Setidaknya ia bisa merasakan dinamika kehidupan mahasiswa dengan lebih utuh melalui pengalaman tersebut.
Di antara banyaknya acara, Katia tertarik dengan menjadi tim liputan acara Menanam Mangrove di salah satu pantai di Gunungkidul. Dari semua informasi yang ia dapat, acaranya sangat menjanjikan dengan banyaknya sponsor yang masuk. Banyak dosen dan peserta yang amat antusias dengan acara ini, membuat Katia makin tertarik mengikutinya. Katia betulan mengerahkan seluruh kemampuannya saat wawancara, hingga bisa bergabung menjadi salah satu panitia yang memakai lanyard biru muda, sesuatu yang sejak menjadi Maba ia anggap cukup keren.
Sayangnya, Katia baru tahu setelahnya, kalau mengikuti kepanitian itu artinya sepaket dengan kumpul-kumpul enggak jelas semacam ini. Ia pikir rapat berjam-jam sampai hampir tengah malam selama beberapa minggu sebelum acara sudah cukup menguras tenaga. Nyatanya, setelah acara selesai, ia masih harus mengikuti rapat evaluasi yang durasinya sepuluh kali lipat lebih lama dibanding rapat biasa.
Akibat ketua DPM-nya adalah anak orang kaya yang kelebihan duit, mereka bisa melakukan rapat evaluasi di sebuah villa tidak jauh dari pantai tempat mereka menanam mangrove siang tadi. Mereka menyewa sebuah villa sepuluh kamar, lengkap dengan gazebo luas yang bisa menampung tiga puluh orang dengan duduk melingkar.
Berhubung acaranya berjalan dengan sukses tanpa hambatan, rapat evaluasi berakhir kurang dari satu jam. Lantas dalam sekejap rapat formal berganti menjadi permainan konyol yang hanya membuat Katia semakin mengantuk.
Sejak tadi ia berpikir keras, mencari alasan masuk akal yang bisa membuatnya kembali ke kamar secepatnya.
"Yhaaa! Kena lo, Kat!"
Tiba-tiba saja, semua perhatian yang semula terarah pada botol kaca di tengah, berpindah pada Katia yang sedang terkantuk-kantuk. Ia pun mengangkat kepalanya sambil menutupi mulutnya yang menguap. Meski malu, karena ketahuan mengantuk, ia akan menggunakan momen ini untuk izin ke kamar lebih dulu, sehingga wajahnya pun berubah memelas.
"Sori ya, gue agak—"
"Ayo, Kat! Truth or dare?" Sea yang duduk di sebelahnya, tersenyum lebar dengan ceria.
"Hah?"
"Truth or dare? Lo yang kena!"
Bola mata Katia mengerjap beberapa kali. Pandangannya berpindah pada botol kaca di tengah, yang moncongnya menghadap ke arahnya. "Gue?"
"Cepetan! Mau pilih apa? Dare aja dong, please!" Kintan yang juga teman satu divisinya melayangkan tatapan penuh arti. "Pilih dare, kan, Kat?"
Lantas orang-orang di sekitarnya pun ikut menyerukan hal yang sama, memaksa Katia memilih tantangan. Suasana ini bahkan lebih riuh dibanding sebelumnya, membuat kepala Katia serasa ingin pecah sebentar lagi.
"Emang yang sebelum ini, dare-nya ngapain sih, Sey?" tanya Katia pelan, meminta belas kasihan Sea agar menjawab pertanyaannya.
"Sejauh ini baru dua orang yang pilih dare. Tadi Kak Bonito disuruh cium lututnya Kak Jun! Mereka kan sering berantem, terus ... ya gitu deh ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
On A Night Like Tonight
RomanceDi umurnya yang sudah 33 tahun, di saat teman-temannya menggelar pesta pernikahan, melahirkan anak kedua, membuka bisnis baru, mendapat kenaikan jabatan, dan memamerkan sederet pencapaian lainnya di media sosial, Katia Abelika justru merayakan keber...