Bab 1: (Bukan) Akting yang Buruk

3.7K 267 11
                                    


"El, tugas kertas lipatnya Chia ketinggalan. Bisa tolong anterin ke sekolahnya nggak? Dia nangis enggak mau ikut kelas, karena malu nggak bawa tugas sendiri."

Kael menghela napas kasar membaca pesan yang dikirimkan oleh Anggia—kakaknya. Ini memang bukan kali pertama Anggia minta tolong semacam ini. Mulai dari bekal yang ketinggalan, topi, ikat rambut, bando warna-warni, jaket, dan masih banyak lagi perintilan milik keponakannya yang menyebabkan Kael harus menempuh waktu dua puluh menit untuk ke sekolah bocah itu.

Kalau saja suasana hatinya hari ini sedang baik, tentu Kael akan dengan senang hati mengantarkannya. Toh, ini juga hari liburnya.

Pasalnya, mood Kael hari ini sedang anjlok ke level terbawah. Makanya ketika perintah itu datang, yang mana ia baru sampai di tempat gym-nya kurang dari setengah jam lalu usai mengantarkan Chia—keponakannya—sekolah, kekesalan Kael semakin menjadi-jadi. Bahkan ia belum selesai mengocok protein smoothies-nya.

Dan sekarang, ia harus kembali lagi ke sana?

Hanya untuk sebuah kertas lipat?

"Kenapa asem banget tuh muka? Bukannya hari ini lo enggak ada jadwal apa-apa?" Sapaan Bimo membuat Kael mendongakkan kepalanya malas.

Level emosi Kael meningkat dengan cepat begitu melihat tampang cengengesan Bimo.

Emaknya Chia is calling ....

"Kenapa sih, El? Padahal gue mau minta bantuan. Hari ini gue ada tiga private class. Boleh lah, lo gantiin satu, besok gue gantian—" Suara Bimo otomatis terhenti ketika pelototan Kael menyerangnya.

Tanpa mengangkat panggilan itu, Kael bangkit dari duduknya sembari membawa tumblr smoothies-nya. Membiarkan Bimo terdiam di tempatnya dengan penuh tanya.

Memang mengabaikan telepon dari Anggia adalah pilihan buruk. Kael nyaris tersedak ketika ia tengah menenggak smoothies-nya di dalam mobil, dan telepon dari Anggia kembali datang.

Kali ini, ia mengangkatnya setelah menyambungkan dengan bluethooth mobilnya.

"El? Bisa, kan? Ini Miss-nya Chia nelpon lagi. Dia nangis terus dari tadi, enggak mau berhenti!"

"Kamu nggak tau ada teknologi yang namanya gosend ya, Mbak?" gerutu Kael sambil terbatuk-batuk.

"Chia lagi nangis, El! Yang ada dia bakal nangis makin kenceng, kalau yang dateng Abang Gojek! Sekarang aku lagi di Alsut. Kejauhan banget, kalau harus ke sekolah Chia. Bisa-bisa, aku baru sampai sana pas udah jam pulang sekolahnya Chia."

"Iya, ini OTW."

"Makasih, El! Nanti bilangin ke Chia, Bunda minta maaf karena lupa enggak bawain tugasnya ya, El?"

"Hmm," Kael menjawab dengan malas-malasan.

"Ya, El?"

"Iyeeee!"

"Yang diomongin Mas Aji kemarin, nggak usah terlalu kamu pikirin lah! Nanti aku bakal bilang ke Mama juga, supaya enggak perlu repot-repot ngejodohin kamu."

Berhubung mood Kael sedang tidak ingin membicarakan itu, ia pun memilih langsung mematikan sambungan teleponnya.

Memiliki bisnis sendiri membuat waktu Kael menjadi lebih fleksibel. Dia mengelola sebuah tempat gym elite di Jakarta Selatan, dan merangkap menjadi personal trainer. Selain dirinya, ada banyak personal trainer lain yang bekerja di tempat gym-nya—salah satunya Bimo—membuat waktu Kael lebih longgar. Dalam seminggu, ia punya tiga hari untuk melatih privat. Sisanya, ia biasa menghabiskan hari liburnya dengan bersantai, memantau bisnisnya yang lain, atau menghabiskan waktu dengan keponakannya.

On A Night Like TonightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang