Chapter 2: Matahari, Menyinari, Waktunya Berlari!!!! Part 1

20 10 2
                                    

Pagi itu, aku terbangun dengan semangat yang membara. Sinar matahari yang hangat menyelinap melalui celah-celah jendela kamarku, seolah-olah mengundangku untuk segera memulai hari. Aku bisa mendengar suara burung berkicau di luar, menciptakan melodi yang menyenangkan. Aroma roti panggang dan teh hangat dari dapur pun mulai memenuhi udara, membuat perutku berbunyi keroncongan. Aku melompat dari tempat tidur, merapikan selimut dengan cepat, dan berlari melewati lorong panjang menuju kamar ayah dan ibu. Lorong itu dipenuhi dengan lukisan-lukisan keluarga dan pemandangan alam yang indah, setiap langkahku bergema di lantai kayu rumah ini yang mengkilap.

"Ayah, Ibu, bangun! Hari ini kita akan berkuda, ingat?"

Seruku sambil mengetuk pintu kamar mereka dengan penuh antusias. Aku bisa merasakan jantungku berdebar-debar dengan kegembiraan, membayangkan petualangan yang akan kami jalani hari ini.

Pintu kamar terbuka perlahan, dan aku melihat ayah dan ibu yang masih mengantuk namun tersenyum melihatku. Ibu mengusap matanya dengan lembut, mencoba menghilangkan sisa-sisa kantuk.

"Oh, Alina sayang, pagi sekali kamu bangun. Lihat ayahmu saja masih mengantuk, tapi aku yakin dia tidak akan mengecewakanmu," kata ibu sambil tersenyum hangat. Ayah menguap lebar, tetapi senyumannya tidak pernah pudar.

"Selamat pagi putriku, matahari baru terbit pun kau sudah bersemangat ya... Apa kamu sudah siap untuk petualangan hari ini?" tanyanya dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur. Aku mengangguk dengan antusias, merasa sangat beruntung memiliki orang tua yang selalu mendukungku.

"Ayo, Ayah, Ibu, kita harus segera bersiap!" seruku sambil menarik tangan mereka.

Mereka tertawa kecil, dan aku bisa merasakan kehangatan dan cinta yang selalu ada di antara kami. Meskipun mereka sibuk dengan urusan masing-masing, momen-momen seperti ini selalu membuatku merasa istimewa dan dicintai mereka.

Kami duduk bersama di meja makan, menikmati sarapan yang disiapkan oleh pelayan. Aroma roti panggang dan teh hangat memenuhi ruangan, menciptakan suasana yang nyaman dan akrab. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak mengingatkan ayah tentang janjinya.

"Ayah, kita akan berkuda ke mana hari ini?" tanyaku dengan mata berbinar, penuh antusiasme.

Ayah tersenyum dan menjawab, "Kita akan menjelajahi hutan di dekat desa. Tapi kamu harus menunggu sebentar, Ayah perlu bersiap dulu." Aku mengangguk dengan semangat, tidak sabar untuk memulai petualangan kami. Sambil menunggu, aku membantu ibu merapikan meja makan dan berbicara tentang rencana hari itu.

"Ibu, apakah kamu akan ikut berkuda dengan kami?" tanyaku. Ibu tersenyum dan menggelengkan kepala.

"Tidak, sayang. Ibu akan tinggal di rumah dan menyelesaikan beberapa pekerjaan. Tapi kalian berdua harus bersenang-senang, ya." Aku mengangguk lagi, merasa sangat bersemangat. Ayah kemudian berdiri dan berkata,

"Alina, tunggu di luar, ya. Ayah akan bersiap dulu." Aku segera berlari keluar rumah, tidak sabar untuk memulai petualangan kami.

Setelah sarapan, aku menunggu di luar rumah sambil melihat-lihat sekeliling. Udara pagi yang segar dan sejuk membuatku merasa lebih bersemangat. Ayah akhirnya keluar dengan pakaian berkudanya, tampak gagah dan siap untuk petualangan. Kami berjalan bersama menuju istal, melewati jalan setapak yang dipenuhi dengan bunga-bunga liar yang bermekaran. Setiap langkah kami diiringi oleh suara dedaunan yang bergesekan dan kicauan burung yang ceria.

"Alina, apa kamu ingat pelajaran berkuda yang Ayah ajarkan minggu lalu?" tanya ayah sambil tersenyum.

"Tentu, Ayah! Aku sudah tidak sabar untuk mempraktikkannya lagi," jawabku dengan penuh semangat. Ayah tertawa kecil dan mengacak-acak rambutku dengan lembut.

LUMINARE : The Tale of AlinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang