4. hukuman

458 60 24
                                    

Ahyeon kembali menarik rambutnya ke belakang, menyisir nya menggunakan jari-jari tangannya yang kecil. Udara malam yang dingin membuat pikiran Ahyeon semakin berkeliaran, gadis itu menghela nafas nya kasar, otak nya kini tidak bisa sinkron dengan apa kata hati nya sekarang.

Angin malam semakin berhembus masuk ke dalam kamarnya, menerpa wajahnya dengan lembut. Hordeng jendela sengaja Ahyeon buka agar angin dapat berhembus masuk ke dalam kamarnya, mengisi kehampaan yang Ahyeon buat, membuat kesan mencekam bagi siapapun yang berada di sana.

Ahyeon meraup wajahnya frustasi, lagi dan lagi ia tidak dapat mengontrol emosi nya.

Gadis itu merebahkan tubuhnya ke atas kasur dan langsung menatap langit-langit kamarnya, wajahnya yang biasa terlihat sangat sinis dan angkuh mendadak berubah menjadi dingin. Tidak ada ekspresi  sama sekali dan justru terlihat sangat kosong.

Helaan nafas terdengar cukup berat bagi Ahyeon, membuktikan betapa beratnya perasaan sakit yang ia tampung sendirian selama ini. Sejak dulu, Ahyeon memang paling tidak bisa mengontrol emosi nya yang kerap kali meluap-luap.

Ke-dua orang tuanya bahkan sudah angkat tangan jika Ahyeon sampai membuat orang lain masuk ke dalam rumah sakit akibat tindakannya.  Gadis itu menutup matanya saat semilir angin kembali menyentuh tubuhnya yang mulai terasa dingin.

Hembusan angin setidaknya sedikit menyembuhkan rasa sakitnya yang menekan, dan membuat nya sakit.

Sebelum akhirnya notif berisik muncul dari ponselnya yang berada di atas nakas. Ahyeon langsung beranjak dari posisinya dan membuka pesan dari sahabat nya tersebut.

Ahyeon, dengan ekspresi wajah nya yang datar langsung mengetikkan beberapa kata untuk membalas pesan tersebut sebelum akhirnya mematikan ponselnya dan melemparkannya asal ke atas kasur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ahyeon, dengan ekspresi wajah nya yang datar langsung mengetikkan beberapa kata untuk membalas pesan tersebut sebelum akhirnya mematikan ponselnya dan melemparkannya asal ke atas kasur.  Ia menatap pintu kamarnya yang tak kunjung mendapatkan respon dari apa yang sudah dirinya perbuat tadi di sekolah.

Ahyeon yakin sekali Rami pasti sudah melaporkan kejadian tadi ke ayah nya, tapi mengapa laki-laki itu tak juga kunjung datang.

Ahyeon mengacuhkan apa yang ia pikirkan, persetan dengan semuanya, ia hanya ingin ketenangan sekarang. Langkahnya terasa berat saat melangkah menuju ruang tamu yang sepi di lantai dasar. Pantas saja ayah nya tak ber tamu ke kamarnya, ternyata mereka memang tidak pulang malam ini.

Ahyeon, dengan pakaian tidurnya, berjalan melangkah keluar rumah dengan ber-modalkan nyali karena ini sudah tengah malam.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Chiquita kembali berjalan menuju kamar adik-adiknya, ia melihat mereka yang sudah ber-siap siap untuk tidur meskipun jarum jam baru menunjukkan pukul 9 malam. Chiquita memerhatikan satu-persatu dari mereka sebelum ucapan Wira membuat nya tersadar, bahwa Kathrin tidak ada di sana.

"Kak Chiqu, Kathrin kemana?," tanya anak kecil itu mendekat ke arah nya, tangan nya yang mungil menarik lembut ujung kaos milik Chiquita.

Chiquita sendiri baru tersadar bahwa adik kecilnya yang itu tidak ada di sana, dengan tenang ia langsung berjongkok dihadapan Wira untuk mensejajarkan tinggi mereka.

relationship with bullying [ chiyeon ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang