Bab 5. Shalat Berjamaah
"Tunggu, Kusuma! Kenapa Kala tidak diajak ke masjid?" tanya Roro saat Kusuma hendak ke luar rumah.
Gerakan tangan laki-laki itu terhenti saat hendak memutar gagang pintu. Lalu, dia pun membalikan badannya dan tersenyum tipis kepada sang nenek.
"Kala masih tidur, Mbah. Biasanya dia akan sholat subuh di rumah, setelah saya kembali dari masjid," jawab Kusuma dengan pelan-pelan, agar tidak memancing emosi neneknya itu.
Mendengar ucapan sang cucu, Roro langsung melotot. Dia selalu mendidik semua anak dan cucunya dengan sangat baik dan tegas meski terkesan memaksa. Namun, itu semua demi kebaikan mereka semua.
"Tidak bisa! Bagaimanapun Kala sudah berusia tujuh tahun. Dia sudah besar dan tahu harus melakukan kewajibannya sebagai seorang muslim. Laki-laki itu sholat harus di masjid!" Roro berkata dengan tegas.
Kusuma tahu itu, tapi dia tidak mau memaksa anaknya harus pergi ke masjid kalau mau melaksanakan sholat. Bagi dia tidak perlu menyuruh-nyuruh anak-anak untuk sholat di setiap waktunya, itu pun dia sudah senang.
Maka Kusuma pun pergi ke kamar Bagaskara, lalu membangunkannya untuk di ajak ke masjid. Melaksanakan sholat subuh berjamaah.
"Bang, bangun! Sudah subuh, ayo, kita ke mesjid. Berjamaah," ajak Kusuma sambil menggoyangkan tubuh putranya.
"Kala sholat subuh di rumah saja, Yah. Tapi, sebentar lagi," jawab Bagaskara dengan mata terpejam menandakan kalau dia masih mengantuk.
Kusuma tidak pantang menyerah membangunkan putranya dan mengajak ke masjid. Dia pun berkata, "Bang, kita ini laki-laki dan sudah seharusnya sholat di masjid. Paling bagus lagi kalau kita sholat berjamaah. Akan dapat banyak pahala, loh. Sayang nggak, tuh!"
"Nanti setelah pulang dari masjid mampir ke Mbok Minah, ya!" pinta Bagaskara karena ingin membeli jajanan.
"Kusuma, apa Kala masih belum bangun juga?" Terdengar suara teriakan Roro.
"Tuh, dengar mbah buyut sudah selesai sholat sunat," bisik Kusuma.
"Tapi, nanti pulangnya mampir ke warung!" pinta Bagaskara lagi karena belum mendapat jawaban dari ayahnya.
"Iya. Ayo, cepat bangun keburu di mulai sholat Subuh berjamaah!" Kusumah menarik tangan anaknya agar cepat bangun, lalu menuntunnya ke kamar mandi untuk ambil air wudhu.
Bagaskara pun ikut ayahnya pergi ke masjid dengan muka cemberut. Dia sebenarnya masih ngantuk, tapi suara mbah buyutnya memaksa untuk bangun, daripada kena omelan lagi.
Terlihat Gendis juga sedang menuntun Rengganis yang matanya masih terpejam dan jalannya pun lunglai. Dia menyuruh putrinya untuk berwudhu.
"Pokoknya mulai sekarang, kalian biasakan sholat subuh dan isya harus berjamaah," kata Roro saat mereka semua sudah berada di mushola rumah.
"Iya, Mbah." Gendis dan Rengganis menjawab bersamaan.
Ketiganya sholat berjamaah dengan Gendis yang menjadi imamnya. Rengganis dan Roro yang menjadi makmumnya.
***
Sesuai permintaan Bagaskara, akhirnya mereka mampir dulu ke warung Mbok Minah. Bocah itu membeli beberapa jajanan berupa permen dan snack.
"Kala, kamu itu laki-laki. Jadi mulai sekarang kalau sholat harus pergi ke masjid!" Roro memberi tahu Bagaskara saat cucunya duduk di sofa sambil makan jajan.
"Iya, Mbah." Bagaskara menjawab mbah buyutnya dengan bibir manyun dan sambil mengunyah.
"Kamu itu dinasehati oleh orang tua, malah begitu mukanya," Roro mulai mengomel lagi dan Bagaskara tidak menanggapinya.
Rengganis pun ikut makan jajan itu dan mendengar omelan nenek berusia 90 tahun itu. Kedua anak itu ngedumel dalam hati mereka.
'Sampai kapan, sih, Mbah tinggal di sini? Baru saja sehari sudah bikin kesal,' batin Rengganis.
'Kalau Mbah buyut lama tinggal di sini, rasanya aku ingin pergi dari rumah,' batin Bagaskara.
*****
Rasulullah SAW bersabda : "Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian dengan selisih duapuluh tujuh derajat. (HR. Al Bukhari)
"Maka bertasbihlah kepada Allah pada petang hari dan pada pagi hari (waktu subuh), dan segala puji bagi-Nya baik di langit, di bumi, pada malam hari dan pada waktu dzuhur (tengah hari).
*****
Omelan apalagi yang akan dilontarkan oleh Roro kepada cucu buyutnya itu? Ikuti terus kisah mereka, ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dikira Benci Ternyata Sayang
Short StoryKisah kehidupan keluarga di era 90-an. Ketiga cucu harus berhadapan dengan buyutnya yang super cerewet. Cerita ini mungkin pernah dialami oleh anak-anak pada zaman itu. Kisah mereka bisa membawa kalian ke masa-masa indah saat masih kecil.