Bab 1. Keributan di pagi hari
Indonesia 1993,
"Bu, pensil aku dimana?" teriak Rengganis dari arah kamarnya yang berada di lantai dua.
"Kemarin kamu, mengerjakan PR dimana?" Gendis membalas pertanyaan Rengganis dengan balik tanya. Dia sendiri lagi sibuk membuat sarapan untuk keluarganya.
"Mengerjakannya di-" perkataan Rengganis terputus, sepertinya dia baru ingat dimana menyimpan pensilnya itu.
Terdengar suara Rengganis menuruni anak tangga dengan berlari. Menuju ke ruang keluarga, karena semalam dia mengerjakan tugasnya sambil menonton televisi.
Berbeda dengan Bagaskara atau sering dipanggil Kala, karena dulu dia cadel. Dia selalu menaruh barang sesukanya. Meski begitu, dia selalu ingat dimana menyimpannya. Hanya saja dia selalu suka nyeker kalau berjalan ke luar rumah. Sehingga kakinya yang kotor selalu terlihat jelas di lantai setiap kali dia lewati.
"Bu, hari ini aku sama teman-teman mau main bola di desa tetangga. Mungkin pulangnya sebelum ashar," kata Bagaskara saat masuk ke dapur dan mencomot mendoan buatan ibunya.
"Sama siapa saja?" tanya Gendis sambil melihat ke arah putranya.
"Biasa, sama anak-anak yang suka main bola di alun-alun desa." Bagaskara makan mendoan sambil berdiri di samping Gendis yang sedang membolak-balikkan mendoan di wajan.
"Ingat! Jangan sampai kamu bolos sekolah agama!" Gendis mengingatkan anaknya, jangan gara-gara keasikan main bola, sampai lupa mengaji.
"Oke, Bu." Bagaskara mencium pipi Gendis karena sudah diberikan izin untuk pergi ke alun-alun desa sebelah. Dia pun pergi ke kamar mandi.
Rengganis dengan berjalan cepat menuju kamar mandi karena jam sudah hampir jam 06.00 dia belum juga bersih-bersih badannya. Bila terlambat masuk ke kelas, maka dia akan dihukum. Rengganis tidak mau kalau itu sampai terjadi padanya.
"Kala ... cepetan mandinya!" teriak Rengganis di depan pintu mandi sambil menggedor-gedor dengan kuat.
"Baru saja masuk! Tunggu sampai aku selesai!" Bagaskara membalas dengan teriakan di dalam kamar mandi.
Rengganis malah merengek kepada Gendis, karena takut kesiangan. Apalagi Kala suka buang air besar dulu kalau mandi, dan itu sangat lama. Gendis pun menyalahkan anak perempuan itu karena tadi bukannya mandi dulu, malah sibuk mencari pensil yang lupa ditaruhnya sendiri.
"Sudah, bersabarlah. Kalau kamu teriak-teriak begitu nanti tenggorokan kamu sakit. Lagian salah Kakak sendiri, tidak meletakkan kembali barang pada tempatnya dan menyiapkan persiapan sekolah semalam," ucap Gendis sambil menata makanan di atas meja makan.
"Iya, kakak salah," balas Rengganis dengan penyesalan, meski ini bukan pertama kali dia lakukan, bahkan kerap dia lakukan.
Begitulah kejadian hampir di setiap pagi di rumah keluarga Kusuma. Suara teriakan anak-anak yang saling bersahutan atau rengekan kerap terdengar. Kadang terdengar suara tangisan si bungsu yang bangun tidur.
***
Saat mereka sedang sarapan, telepon rumah berdering. Maka Gendis pun mengangkat dulu panggilan telepon itu. Karena masih pagi, biasanya telepon penting.
"Assalammu'alaikum," sapa Gendis begitu mengangkat teleponnya.
"Wa'alaikumsalam, Mbak Gendis." Balas seorang wanita di seberang sana.
"Oh, ini Kartika?" tanya Gendis kepada wanita yang sedang meneleponnya.
"Iya, Mbak. Saya Kartika. Apa Mas Kusuma ada?" tanya Kartika.
"Ada. Tunggu sebentar ya!" pinta Gendis.
Gendis pun memanggil Kusuma, suaminya. Memberitahu kalau adiknya menelepon, dan meminta bicara dengannya.
Kusuma pun mengambil alih pembicaraan di telepon dengan adiknya. Ternyata lumayan cukup lama juga mereka berbicara.
"Ada apa Mas?" tanya Gendis saat Kusuma kembali ke meja makan.
"Mbah buyut ingin berkunjung dan tinggal di sini beberapa Minggu, katanya." Kusumah memberitahu istrinya tentang pembicaraannya dengan Kartika tadi.
"Apa, Mbah buyut mau tinggal di sini?" Wajah ketiga bocah itu mendadak pucat pasi setelah mendengar kabar dari ayahnya.
"Iya," jawab Kusuma.
"Tidak!" teriak ketiga bocah itu kompak sudah terbayang dalam otak mereka akan yang akan terjadi jika nenek ayahnya itu tinggal bersama mereka.
***
Kenapa ketiga bocah itu bereaksi seperti itu ketika mendengar Mbah Buyutnya akan datang? Siapa sebenarnya Mbah Buyut mereka? Ikuti terus kisah mereka, ya!
Assalamualaikum, teman-teman. Karya ini berkisah tentang kehidupan keluarga pada era zaman 90-an. Mungkin ada yang sama pernah mengalami apa yang terjadi dengan keluarga ini. Ini aku ambil dari berbagai kisah teman-teman sesama author yang sudah berbagi kisah. Terima kasih untuk semua orang yang sudah mau berbagi kisah. Semoga banyak hikmah yang bisa diambil di karya ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dikira Benci Ternyata Sayang
Historia CortaKisah kehidupan keluarga di era 90-an. Ketiga cucu harus berhadapan dengan buyutnya yang super cerewet. Cerita ini mungkin pernah dialami oleh anak-anak pada zaman itu. Kisah mereka bisa membawa kalian ke masa-masa indah saat masih kecil.