Chapter 11: Malam Terakhir

1.3K 5 0
                                    

Hari telah berganti malam ketika pada akhirnya kami sampai juga di rumah kontrakanku. Perjalanan yang lumayan lama ini terasa begitu melelahkan. Apalagi sepanjang perjalanan aku harus melawan dingin dengan kondisi baju yang telah basah kuyup. Tak ayal, kondisi ini pun membuat badanku sedikit drop.

Tak henti-hentinya aku bersin dan disertai ingus yang mulai terasa membasahi lubang hidungku. Kepalaku pun sedikit pening dengan badan yang mulai terasa pegal-pegal.

Segera kurebahkan tubuhku pada sofa setibanya di dalam rumah untuk sekedar melepas lelah. Sementara itu, Naya terlihat langsung melenggang menuju ke bagian belakang rumah. Aku tak terlalu menghiraukannya karena mungkin saja dia hendak ke kamar mandi. Namun tak lama kemudian, kudengar teriakan Naya dari belakang sana.

"Yaah... jemuranku basah semua..." teriaknya.

Aku tak begitu menanggapinya karena saat ini aku sedang menahan pusing di kepalaku, sampai pada akhirnya Naya kembali dari belakang dan mengahampiriku.

"Tadi sini juga hujan ya kayaknya... jemuranku basah semua coba..." keluhnya ketika ia sampai di dekatku.

"Oh ya?" aku pun hanya menanggapinya sebisanya dengan tetap berbaring dan memejamkan mataku.

"Kamu kenapa?" tanya Naya. Sepertinya ia sadar ada yang tak beres denganku.

"Gapapa... cuma pusing dikit..." jawabku dengan tetap memejamkan mata dan memijat keningku sendiri.

Tiba-tiba aku merasakan ada sebuah sentuhan tangan yang lembut pada pipi dan leherku.

"Ih badan kamu anget chan... kamu gak enak badan kah?" tanya sang pemilik tangan itu.

Aku pun hanya mengangguk.

"Dah sana ganti baju dulu... baju kamu basah gini..." ucapnya.

"Iya bentar, tiduran dulu..."

"Ih buruan... nanti keburu tambah dingin... apa mau kugantiin bajunya?" ucapnya sembari mencoba menarik tanganku untuk membuatku berdiri.

Sesuai perintahnya, aku pun segera menuju kamar untuk mengganti pakaian basahku.

****

Selesai bebersih badan dan mengganti pakaianku, aku pun kembali ke ruang tengah. Namun kudapati jika saat ini tak ada seorangpun di ruangan ini. Entah kemana Naya pergi. Apakah dia di kamar mandi? Ah sepertinya tidak, karena pintu kamar mandi itu saat ini dalam kondisi tertutup rapat. Situasi yang sepertinya tak mungkin terjadi jika Naya ada di dalamnya. Karena sejak pertama ia menginap, ia tak pernah menutup pintu kamar mandi dengan rapat jika ia menggunakannya.

Aku pun kembali merebahkan tubuhku pada sofa dan mencoba memejamkan mata. Namun ketika aku hampir saja terlelap, aku dikejutkan dengan suara pintu depan rumahku yang tiba-tiba terbuka. Dan benar dugaanku, di balik pintu itu terlihat Naya yang sepertinya baru saja kembali dari luar. Kedua tangannya pun terlihat membawa sesuatu yang sepertinya berupa mangkok.

"Nih maem yang anget-anget dulu..." tawarnya seraya mendekat ke posisi meja di depanku.

"Kamu bawa apa?" tanyaku sembari bangun dari posisi tidurku.

"Nih..." jawabnya dengan meletakkan kedua mangkok tersebut ke atas meja.

Rupanya Naya membawakanku semangkok mie instan rebus yang sepertinya ia beli dari warung di depan rumahku. Tentu ini adalah sesuatu yang kubutuhkan sekarang. Maka segera kudekatkan mangkok yang masih panas itu ke hadapanku dan kugunakan untuk menghangatkan kedua telapak tanganku yang terasa begitu dingin.

Naya pun ikut bergabung duduk di sofa denganku. Ia lantas terlihat melepas hijabnya dengan sekali tarikan setelah sebelumnya melepas jarum di bawah dagunya. Sehingga menampakkan rambut kusut dan lepek yang masih terikat. Wajar, karena ia baru saja mengenakan helm dengan kondisi basah karena hujan sedari pantai tadi. Namun meski rambutnya berantakan, tetap saja tak mengurangi paras cantiknya sedikitpun.

Rahasia NayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang