4

688 137 25
                                    

Menaklukkan Alan ternyata tidak sesulit bayangan Alya.

Lihat saja sudah beberapa kali Alan kedapatan menatapnya diam-diam.

Jelas saja Alya tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ditambah lagi kedatangan Dirga dan Vania di acara tersebut membuat peluangnya semakin besar untuk menarik simpati pria kaya tersebut.

"Aw... " Alya sengaja membakar tangannya ke dalam bara api saat memanggang daging untuk anak-anaknya.

Alan yang berada tak jauh dari wanita itu langsung datang mendekati. "Hati-hati." Suara berat Alan menghentikan ringisan Alya.

Tahu umpannya berhasil, Alya menambahkan bumbu dalam dramanya. "Maaf mas... " Alya memasang raut wajah ketakutan di depan Alan. Seolah-olah baru saja melakukan kesalahan besar.

"Ck, jangan minta maaf terus. ."

Tanpa membantah Alya langsung menyerahkan penjepit tersebut. Kalau bukan karena misi balas dendamnya, Alya tidak pernah sudi berhubungan dengan tipe manusia sejenis Alan. Namun apa daya kekuasaannya dibutuhkan demi sebuah tujuan besar.

Beberapa saat suasana di antara keduanya terasa canggung. Aroma gurih dari daging panggang tidak lagi terasa menarik. Alya dan Alan sama-sama sibuk larut dalam pikiran masing-masing.

Alya dengan misinya, sedangkan Alan dengan simpatinya.

"Tolong ambilkan piring." Alan lebih dulu memecah keheningan di antara mereka.

Tanpa disuruh dua kali Alya gegas melakukan perintah Alan.

"Ini piringnya Mas," sebuah piring putih berpindah ke tangan Alan.

"Terima kasih... " Alan tersenyum tipis menerimanya.

Alya membalas dengan menampilkan sikap kikuk pura-pura salah tingkah.

Bertepatan dengan itu Hera datang menghampiri keduanya. Tanpa aba-aba wanita itu mencium pipi Alan mesra di depan Alya.

"Kamu lagi ngapain di sini? " Hera bertanya sinis kepada Alya. Sorot matanya tajam menunjukkan ketidaksukaan. Kecemburuan terlihat jelas di raut wajahnya karena sempat melihat interaksi keduanya.

"Jaga sikapmu Hera. Alya adalah tamu di rumah ini. Tidak seharusnya kamu bicara seperti itu kepadanya. " Alan memperingati istrinya itu tanpa melepaskan pandangannya dari daging yang sedang dipanggangnya.

"Tapi bukan berarti dia bebas berkeliaran sayang. Apa lagi sampai beduaan denganmu." Protes Hera tak terima. Hatinya panas karena suaminya lebih membela Alya di depannya. Itu sama saja seperti mempermalukannya.

Alan lantas mengangkat kepalanya memandang sinis Hera. "Aku masih tidak mengerti jalan pikiranmu Hera. Jelas-jelas ada puluhan orang di taman ini, lantas mengapa kamu menuduh Alya berduaan denganku?"

Hera tercengang di tempatnya berdiri. Dia sadar telah mencari masalah dengan Alan.

"Atau memang pandanganmu saja yang sedang bermasalah?" cecar Alan menaikkan sebelah alisnya. "Saranku besok segera carikan dokter mata terbaik untuk memeriksamu. Takutnya kalau tidak ditangani akan menjadi masalah di kemudian hari. Kamu tahu kan kalau aku tidak suka istri yang cacat?" Nada suara Alan tetap datar namun siapapun terkandung ancaman untuk Hera.

Alya yang menyaksikan itu semua diam-diam tersenyum dalam hati. Dia tidak menyangka langkahnya dijalankan dengan cepat tanpa harus mengeluarkan strategi berlebih.

Padahal ini baru permulaan. Rencananya masih belum dimulai, tapi respon Alan di luar ekspektasinya. Hal ini membuat Alya tidak ragu lagi memanfaatkan Alan untuk misi balas dendamnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dendam istri gilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang