Chapter 33 ✈ Heart Flight

29 2 0
                                    


Wildan menurunkan gadis yang baru saja memberikannya kehangatan di kota yang suhunya saat ini 15 derajat Celsius. Wildan harus mengembalikan mobil teman sesama pilotnya yang merupakan warga Korea. Ia memang memiliki teman disetiap negara yang pernah ia kunjungi ketika dalam masa tugas.


Setelah mengembalikan mobil ia berjalan menuju hotel. Jaraknya tidak terlalu jauh, apalagi di Korea Selatan semua orang berjalan kaki, jadi walau jaraknya jauh sekalipun tidak akan terasa melelahkan.


Wildan sampai di hotelnya, hotel tempatnya menginap dan hotel tempat kru kabin lainnya menginap berbeda. Wildan menjadi tamu VIP di salah satu hotel yang sering ia kunjungi saat sering punya jam terbang ke Korea. Sedangkan kru kabin lain menginap di hotel yang lebih terjangkau secara lokasi dan harga, termasuk Jihan.


Wildan tertegun ketika membuka pintu. Benda berwarna pink yang ada didepan kasurnya masih berdiri kokoh disana. Ia menunduk sebentar sembari menghela nafas berat. Salahnya karena bukannya langsung membawa Jihan untuk mengambil kopernya, tetapi malah membawa Jihan ke surga duniawinya.


Berdecak, Wildan menggeret koper kecil itu keluar. Koper itu bahkan sama menggemaskannya dengan sang pemilik. Sama-sama mungil.


Wildan jelas tahu lokasi hotel kru kabin lain tanpa perlu bertanya. Iapun akhirnya berada di lorong tempat para kru kabin menyewa kamar. Mengambil ponselnya, Wildan berniat menelpon Jihan. Ia berjalan melihat satu per satu nomor di pintu seraya terus menunggu panggilannya terjawab. Wildan mengernyit dengan bibir berdecak, kemudian mencoba sekali lagi menelpon Jihan.


Lagi, tak ada tanda-tanda bahwa panggilannya akan terjawab. Bentuk karpet lorong yang sedikit bergelombang didepan salah satu pintu sedikit mengalihkan perhatian Wildan. Ia meletakkan ponselnya ke telinga lagi, mungkin saja Jihan ketiduran, jadi dia berniat terus menelpon sambil mendekati masing-masing pintu di lorong tersebut.


Wildan bahkan nekat mengetuk seluruh pintu satu per satu, ia yakin seisi lorong hanyalah kamar para kru kabin saja, ya walaupun ada penyewa lain, malu dikit ga ngaruh!


Wildan meminta maaf pada seorang penyewa kamar yang membuka pintu karena ketukannya. Samar-samar, Wildan mendengar suara ponsel dari dalam sebuah kamar. Ia tidak terlalu ingat bagaimana dering ponsel Jihan. Tatapannya lalu beralih ke vas bunga yang terbuat dari kaca dengan bentuk menyerupai gelas hanya lebih tinggi sedikit saja, terletak di ujung lorong disebelah lift, yang berperan sebagai hiasan karena Wildan sepertinya juga melihatnya di lorong lainnya dan lobi.


Ia mengambil vas itu dan meletakkan didepan pintu yang samar-samar terdengar suara dering tadi. Dengan ragu-ragu, Wildan mengetuk pelan.


"Jihan... Kamu udah tidur..? "


Wildan mendengar suara lain kali ini, selain dering ponsel ada suara seseorang yang berusaha ingin berbicara dengan mulut yang dibungkam. Wildan yang tidak terlalu yakin kemudian berhenti menelpon nomor Jihan, ia menunggu dengan satu pikiran. Jika ponsel didalam sana ikut berhenti, dan kembali berdering jika Wildan menelfon lagi, maka kemungkinan besar gadis yang dicarinya ada didalam.


Dengan masih mengamati, Wildan menelfon lagi nomor Jihan dan menunggu. Tak berapa lama kemudian, suara dering yang sama kembali berbunyi.


Dengan penuh keyakinan Wildan membuka pintu, ia mendobrak beberapa kali hingga pintu itu berhasil terbuka, tidak mempedulikan sisi lengan atasnya yang terasa sakit. Tanpa pikir panjang ia menendang laki-laki yang entah ia kenal atau tidak, yang berada diatas tubuh Jihan, tengah mengobrak-abrik gadis itu, tampak jelas melakukan pemaksaan.


Wildan mungkin tidak mengenal laki-laki yang saat ini tersungkur ke lantai akibat ulah kakinya. Tapi ia yakin laki-laki itu mengenalnya dilihat dari reaksi pertamanya melihat Wildan.

HEART FLIGHT ; 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang