17. Dunia Baru

1.4K 233 7
                                    

Di dalam ballroom mewah sebuah hotel besar, di sana terdapat sekumpulan orang-orang dengan pakaian rapih, jas mahal dan dress  yang mungkin harus dipesan sebulan sebelumnya. Berbincang seakan topiknya menarik, menampilkan senyum yang tidak sampai ke hati.

Ini adalah kali pertama Chandra mengikuti acara semacam ini. Ia sudah menolak pada saudaranya, namun Jenovan berkata bahwa Chandra harus hadir pada acara penting nya. Ini adalah hari dimana Jenovan akan dinobatkan sebagai penerus kakek.

Awalnya, Nathan setia menemani Chandra. Namun, ketika Jenovan sibuk diperkenalkan kakek ke kolega-koleganya, mama dan papa menarik Nathan menuju teman dan koleganya.

Dan disinilah Chandra, sendirian, berdiri di dekat pojok ruangan, jauh dari keramaian, sambil memegang piring berisi kue yang ia makan sesekali.

Mata Chandra membola lucu ketika ia melihat Madhawa sedang berjalan kearahnya sambil tersenyum dengan membawa segelas minuman di masing-masing tangannya.

"Kamu ngapain Dek di pojokan sendiri?" Madhawa memberikan satu gelas yang ia pegang pada Chandra.

Chandra menaruh piring yang ia pegang dan menerima gelas yang diberikan oleh Madhawa, "Makan kue, Bang. Di tengah rame banget. Aku kesenggol terus." Chandra menyesap minumannya, "Makasih, Bang. Minumannya enak."

"Hati-hati, itu ada alkoholnya."

Dan saat itu juga, Chandra menyemburkan sedikit minuman yang ada di mulutnya. Untungnya ia sempat menutup mulutnya, jadi semburan itu tidak kena Madhawa.

Madhawa malah tertawa renyah melihat Chandra. Lalu ia mengeluarkan sapu tangan dari sakunya, dan mengusap mulut Chandra yang basah karena semburan tadi, "Bercanda. Bisa di amuk kembaran kamu kalau aku kasih kamu alkohol, Dek."

"Dak, Dek, Dak, Dek. Kenapa nih? Lagi ada maunya ya?" Chandra berucap kesal sambil membersihkan tangannya dengan sapu tangan yang tadi diberikan oleh Madhawa. Terkadang, Madhawa memanggil Chandra dengan panggilan 'Adek'. Kalau Chandra perhatikan, biasanya Madhawa memanggil adek ketika sedang sedih atau kesepian. Berasa punya adik katanya.

Madhawa terkekeh kecil, "Temenin aku disini dong, Dek."

"Bang Madha nggak ngobrol sama kolega-kolega abang?" bukan tanpa sebab Chandra bertanya. Madhawa sudah mengalami hal yang sama seperti Jenovan beberapa bulan yang lalu. Namun Madhawa menolak dengan tegas untuk mengambil penuh alih perusahaan ayahnya. Ia masih akan melanjutkan pendidikan magisternya.

"Udah bosen, Dek. Biasanya yang nemenin Jenovan, tapi sekarang kan acaranya dia." Ucap Madhawa. Chandra akan mengambil minuman yang dipegang Madhawa sebagai ganti minuman yang ia semburkan tadi, namun ditahan oleh Madhawa, "jangan, Dek. Yang ini alkohol beneran."

Chandra mendecak, "Kalian curang. Bebas minum alkohol, merokok, tapi aku nggak boleh."

"Jangan macem-macem, Chan. Kamu mau ngasih contoh yang buruk buat adik kamu?"

Chandra cemberut sedikit. Madhawa sudah memanggil namanya, berarti ia cukup serius dengan ucapannya. Chandra sudah amat dewasa untuk memahami bahwa itu hanyalah alasan semata. Tapi memang hanya dia dan Nathan yang tidak pernah menyentuh kedua hal itu. Chahel saja sering minum walaupun tidak merokok. Radhana yang tidak terlalu suka alkohol pun pernah beberapa kali minum. Jidan, dia nggak minum, tapi dia merokok.

"Kamu tau Chahel sama Jidan dateng kesini?" Madhawa bertanya untuk mengalihkan kekesalan Chandra.

"Oh ya? Mana? Kok ada Jidan juga?" Chandra menengok mencari keberadaan Chahel dan Jidan. Kalau Chahel sih tidak aneh ada di acara seperti ini, tapi Jidan cukup aneh. Dia bukan berasal dari keluarga pengusaha yang biasa datang diacara seperti ini. Ayahnya seorang perwira dengan pangkat tinggi, sementara ibunya adalah seorang ibu rumah tangga.

DrieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang