18. Ditinggalkan?

1.6K 256 27
                                    

Setelah mendapatkan izin dari saudaranya. Beberapa hari setelahnya, Jidan menghubungi Chandra dan memberikan jadwal latihan pada Chandra.

Tentunya hal itu sudah atas acc dari Jenovan dan Nathan. Jidan harus berhadapan dengan Jenovan dan Nathan secara langsung tanpa sepengetahuan Chandra. Mendengarkan berbagai macam kekhawatiran dari kedua orang tersebut. Dan berakhir dengan wejangan-wejangan dari mereka.

Disinilah Chandra hari ini. Di sebuah ruangan di rumah Jidan yang terdapat matras ditengah ruangannya. Sepertinya ruangan ini memang digunakan untuk berlatih. Chahel pun ada disini.

"Kamu liat Chahel latihan dulu ya, Chan. Kamu perhatiin dulu aja. Kalau kamu merasa nggak sanggup latihan kayak aku ngelatih Chahel, kamu bisa bilang." Jidan berucap, Chandra hanya mengangguk.

Chahel sudah mengenakan pakaian latihannya, wajahnya terlihat tengil, namun Chandra tahu wajah itu. Wajah senang Chahel.

Jidan mulai menyerang Chahel tanpa aba-aba. Menjegal kaki Chahel hingga ia jatuh ke atas matras.

"Bilang-bilang, dong! Gue kan belom siap." Chahel menggerutu ketika ia berusaha bangkit.

"Musuh kamu nggak mungkin nyerang pake aba-aba. Mereka akan nyerang saat kamu nggak siap." Jidan menyilangkan tangan sambil melihat Chahel berdecih. Dan saat itu juga, Chahel mencoba menyerang Jidan, namun Jidan mampu menghalau pukulan-pukulan Chahel.

Chandra memperhatikan setiap gerakan Chahel dan Jidan. Chandra pikir, Chahel sudah sangat lumayan dalam bela diri. Setidaknya Chahel bisa menangkis serangan dari Jidan, walaupun Chandra melihat Jidan menyerangnya tanpa banyak usaha.

Setelah 15 menit Jidan menyerang Chahel, kini Chahel sudah hampir tidak bisa menahan serangan Jidan.

"Time-out, time-out. Abis napas gue." Chahel mengangkat tangannya, tanda meminta waktu. Ia sudah hampir kehabisan napas.

Jidan mendengus, namun tetap menghentikan serangannya, "Payah. Baru sebentar udah kehabisan napas. Musuh kamu malah makin ngejar kalau udah ngeliat kamu kelelahan."

"Namanya juga belajar, Ji. Sabar dong, sabar. Nggak bisa langsung jago kaya lo gue."

Kini Jidan melihat kearah Chandra, "Gimana? Sanggup?"

Chandra mengangguk, "Sanggup, Ji. Aku mau belajar."

Chahel menoleh kearah Chandra ditengah ia mengatur napasnya, "Biar muka kayak anak bayi gini, Jidan galak tau Kak Chan."

Chandra tetap mengagguk, "Nggak apa-apa. Ji juga harus galakin aku, biar seenggaknya aku bisa kayak Chahel tadi. Chahel keren."

Chahel, kembali mengeluarkan muka tengilnya, senang atas pujian Chandra.

Jidan menghela napas kecil, "Kalau gitu, kamu puterin ruangan ini 10 putaran."

Chandra mengerutkan keningnya, "Kok muterin ruangan, Ji? Aku kan pengen belajar bela diri."

"Hal yang paling penting itu kekuatan fisik kamu. Sebelum aku ajarin cara bela diri, kamu harus kuat secara fisik dulu. Kalau nggak kuat, belom 5 menit aku ajarin, paling kamu udah ngos-ngosan." jelas Jidan, "sana lari. Jangan lupa pemanasan." Jidan berucap lagi, dan Chandra mulai pemanasan untuk larinya.

Lalu Jidan beralih lagi pada Chahel, "Ayo mulai lagi. Jangan kelamaan istirahatnya."

Setelah berlari sebanyak 10 putaran, yang mana bagi Chandra itu adalah hal yang sangat melelahkan walaupun ruangannya tidak terlalu luas, Jidan mulai memberitahunya berbagai macam hal yang perlu diperhatikan sebagai pemula seperti Chandra. Ia juga memberitahu berbagai macam bela diri pada Chandra.

DrieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang