19. Tidak apa

1.6K 289 67
                                    

Saat Chandra keluar dari ruang sidangnya. Hal yang Chandra inginkan adalah melihat kedua saudaranya. Namun, ia tidak melihat keduanya.

Chandra tersenyum ketika ia melihat teman-temannya menunggunya didepan sana. Ada Madhawa, Radhana, Chahel, dan Jidan. Ia dapat melihat Madhawa yang masih mengenakan pakaian kantornya, Radhana yang terlihat baru bangun tidur, mungkin dia habis jaga malam di rumah sakit, Chahel yang menenteng buket berisi uang yang cukup banyak, dan Jidan yang membawa buket ayam goreng merk salah satu fastfood terkenal.

Chandra mendekat, dan ia bisa mendengarkan Jidan dan Chahel yang sedang berdebat.

"Kamu ngapain kasih buket uang? Kamu pikir Chanchan nggak punya uang apa?" Jidan berucap mengomentari buket uang yang dibawa oleh Chahel.

"Ini tuh lagi ngetren tau, biasanya orang ngasih buket isinya bunga, ngapain, paling juga akhirnya dibuang. Mending bunganya diganti uang, lebih bermanfaat. Toh, uangnya dibentuk bunga juga. Apa bedanya sama buket bunga." Chahel membela diri, "dari pada lo, ngapain bawa buket ayam goreng?"

"Kalau bermanfaat ya mending buketku dong? Ini bisa di makan rame-rame, toh sekarang jam makan siang. Cocok. Pas waktunya buat makan."

"Buket uang gue juga bisa dibuat beli makanan kali." Chahel masih tak mau kalah.

"Eh, udah-udah, buket kalian berdua sama-sama bermanfaat kok. Dari pada gue nggak bawa buket apapun." Madhawa mencoba melerai dua bocah itu.

"Ya itu sih salah Bang Madha. Udah tau Kak Chan beres sidang, bukannya bawain apa kek, malah cuma bawa diri doang." Chahel menyindir.

"Udah nggak usah di ladenin, Bang. Mereka berdua kan emang gitu suka berdebat nggak penting." Radhana menahan Madhawa yang akan melerai mereka lagi, "Tuh, Chandra udah keluar."

Dan seketika, Chahel dan Jidan yang awalnya berdebat, kini mereka berdua tersenyum sumringah melihat Chandra dihadapan mereka.

"Kak Chan!"

"Chanchan!"

Mereka memanggil bersamaan dan memberikan buket mereka bersamaan juga.

"Gimana sidangnya tadi? Bisa? Selamat ya, Aku tau Chanchan pasti bisa."

"Kak Chan lancar tadi sidangnya? Pastilah, Kak Chan nya Chahel gituloh. Selamat Kak Chan!"

Chandra terkekeh mendengar kedua bocah tersebut dan menerima buket mereka, "Makasih ya, Chahel, Jidan. Syukur, sidangku lancar aja."

Madhawa menghampiri Chandra dengan senyum teduhnya, "Selamat, Dek. You did a great job" lalu mengusap kepala Chandra.

"Makasih Bang Madha."

"Selamat Chandra!" Kini Radhana berucap sambil memeluk Chandra, "kamu hebat banget. Aku bangga!"

"Makasih Radh. Aku lebih bangga sama kamu tau." Chandra membalas pelukan Radhana dengan kedua buket masih dipegangnya, "Nana kemana ya? Dia nggak bareng kamu dari rumah sakit?"

"Bukannya dia hari ini libur ya?" Radhana berucap bingung.

"Iya, tapi aku udah nggak liat Nana sejak pagi. Kalau Nono, aku udah dikabarin kalau dia berangkat ke singapur pagi tadi dan bakal pulang malam ini."

"Kita makan siang dulu yuk, nanti Nathan suruh nyusul aja." Madhawa memberikan saran, karena memang sejak tadi mereka belum makan, begitupun dengan Chandra.

"Loh, buket ayam goreng aku gimana?" Jidan bertanya.

"Udah bawa aja, jadiin lauk tambahan." Chahel menarik tangan Jidan dan mereka pergi ke tempat makan dengan mobil Madhawa.

DrieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang