7. Waktu berdua

77 41 4
                                    

...


Michael menyusuri koridor sekolah, tempat ia menjadi pelatih club futsal sekaligus tempat ia menimba ilmu dulu.

Michael mengamati satu persatu lukisan dan majalah dinding karya para siswa SMA Purnama yang terpajang di sepanjang dinding koridor sekolah.

Laki-laki dengan jersey bernomor punggung 03 itu menghentikan langkahnya, ia mendekati salah satu lukisan bergambarkan siluet seorang perempuan yang sedang bermain ayunan dan seekor anjing di samping nya.

Ia menatap lekat lukisan itu. Terasa seperti deja vu. Kenangan tragis beberapa waktu silam seolah terputar kembali di pikiran nya.

Tragedi masa lalu yang tidak akan bisa Michael lupakan. Dimana ia menemukan adik perempuan nya yang sudah tak sadar kan diri di atas ayunan dengan anjing peliharaan nya yang duduk bersimpuh dibawah kaki sang adik.

Sekitar hampir 5 menit ia menatapi lukisan tersebut. Michael mengalihkan pandangan nya pada seorang laki-laki yang baru saja melewati nya. Atensinya teralih pada benda pipih berwarna putih yang tergeletak di lantai, seperti nya benda itu milik laki-laki tadi.

Michael mengambil benda tersebut. Sebuah polaroid dengan foto seorang perempuan dengan rambut panjang hitam yang terurai.

Michael mengernyitkan kedua alis nya saat melihat foto perempuan tersebut. Saat ia  masih menatap foto itu, tiba-tiba seseorang menghampiri nya. "Permisi. Maaf itu polaroid saya, tadi jatuh". Michael mendongak keatas melihat wajah orang tersebut.

"Oh, iya. Tadi mau saya kembalikan", Michael memberikan polaroid itu pada orang yang ada di hadapan nya.

"Terima kasih. Saya permisi", balas nya lalu memutuskan pergi meninggalkan Michael.

Michael melihat laki-laki itu yang semakin menjauh dari pandangan nya. Sambil mengingat gambar perempuan di foto yang ia lihat tadi.
"Kenapa dia simpan foto Arin?", gumam Michael
.
.
.
.
.

Keadaan lapangan yang semula ramai kini menjadi sepi. Para siswa dan siswi SMA Purnama telah memasuki kelas mereka masing-masing, di karenakan jam istirahat telah usai.

Namun, Arin tak kunjung meninggalkan lapangan sekolah yang kini hanya menyisakan diri nya seorang. Karena jam pelajaran yang kosong, dan seluruh murid kelas 11 IPA 3 dibebaskan untuk melakukan apa saja. Ia pun memilih untuk menghirup udara segar dari beberapa tanaman yang ada di sudut-sudut  lapangan.

Perempuan itu menyandarkan tubuh nya di tiang basket dengan pandangan yang tak lepas dari handphone yang sedari tadi ia pegang.

Arin merasakan seperti ada seseorang yang berjalan mendekati nya. Ia mencoba untuk tak menghiraukan nya dan masih terpaku pada handphone nya.

"Arina", panggil seseorang yang membuat Arin mengalihkan pandangan nya kearah orang tersebut.

"Kak Devan. Ada apa kak?"

"Kemarin saya pergi ke perpustakaan yang baru di buka beberapa waktu lalu, lokasi nya juga nggak jauh dari sini"

"Kamu suka baca buku, kan?", tanya Devan. "Iya kak, aku suka banget baca buku", ucap Arin sambil mengangguk kan kepala nya.

"Saya mau ajak kamu ke perpustakaan itu nanti sore. Kamu mau, kan?", Devan menatap Arin dengan tatapan yang penuh arti. Dan tak butuh waktu lama, Arin langsung menyetujui ajakan Devan, "Aku mau kak, kebetulan aku juga belum pernah ke sana".
Devan tersenyum mendengar jawaban Arin yang sesuai harapan nya.

"Oke kalau gitu. Jam 4 sore saya ke rumah kamu ya"

"Iya kak..., kak Devan masih inget alamat rumah ku, kan?", Devan mengangguk sambil tersenyum manis. Akhir nya ia bisa kembali dekat dengan Arin seperti sebelum nya.

.
.
.
.

Seperti janji Devan untuk mengajak Arin mengunjungi perpustakaan yang belum lama ini di buka.

Kini ke dua nya sedang berkeliling menyusuri perpustakaan yang tergolong cukup luas itu.

"Kak.., bisa tolong ambilin buku itu nggak? ", Arin menunjuk salah satu buku yang berada di rak paling atas. Devan lantas mengambilkan buku tersebut, dan memberikan nya pada Arin. "Makasi kak", Devan mengangguk sambil tersenyum memamerkan deretan gigi rapih mya.

Arin berjalan ke arah kursi yang berada paling dekat dengan jendela berukuran besar perpustakaan, dengan Devan yang mengekorinya dari belakang.

Arin mendudukkan bokong nya di kursi tersebut, sementara Devan duduk berhadapan dengan nya.

Arin memandangi pemandangan yang ada di balik jendela besar yang berjarak sekitar satu meter dari nya.
"Cuaca nya cerah ya...., jadi makin betah di sini", ucap Arin sembari menatap langit cerah yang di penuhi awan.

Devan menatap Arin sambil tersenyum, "apa lagi kalau sama kamu..., jadi makin betah saya di sini"

Arin mengalihkan pandangan nya kemudian menatap Devan. "Apa si, kak. Gombal aja", ucap Arin sembari mempout kan bibir nya, lalu kembali menatap ke arah luar jendela. Devan terkekeh melihat kelakuan "teman" nya itu.

"Kakak bukan nya baca buku, malah main HP", Arin melirik Devan yang tengah sibuk sendiri dengan handphone nya.

Mendengar hal itu Devan lantas meletakkan handphone nya di atas meja yang ada di hadapan nya.
"Saya nggak terlalu suka baca buku"

"Tapi kenapa kakak ngajak aku ke sini?", tanya Arin

"Karena kamu suka buku, kan?...,  Sekalian saya bisa jalan-jalan sama kamu juga", Arin mengangguk mendengar penuturan Devan, lalu kembali  pada buku yang sedari tadi ia pegang. 

"Kak Devan.." kini mata Arin kembali menatap Devan. "Kita foto yuk kak. Mau, kan?", Devan mengangguk menyetujui permintaan Arin. Perempuan itu merogoh saku celana nya mengambil handphone milik nya.

Arin membuka kamera yang ada di benda pipih tersebut, tak butuh waktu lama ia menemukan angle yang bagus dan langsung menekan tombol potret.

Ia pun langsung melihat hasil jepretannya, dan menunjukannya pada Devan. "Gimana kak. Bagus, nggak?", tanya nya.

Devan melihat gambar yang Arin tunjukan. "Iya bagus kok..., eh tunggu sebentar", Arin menatap Devan bingung, "Kenapa kak?", tanya nya.

Devan mengambil handphone yang Arin pegang. Kemudian menatap kembali foto tersebut, "Liat deh", Devan menunjuk Arin yang ada di foto itu. "Kenapa kak?, aku jelek ya?", tanya Arin khawatir.

Devan spontan menggelengkan kepala nya, "Bukan gitu. Saya kaget aja, ternyata..."

"...saya foto sama bidadari",ucap Devan

Arin tertohok mendengar hal tersebut
"Astaga, kak. Stop gombal bisa nggak", ia lantas  memukul pelan lengan Devan, sang empu hanya tertawa puas.

"Kirain aku nya jelek", lanjut Arin

"Kapan si kamu keliatan jelek?, saya rasa sejak kamu masih jadi embrio juga udah keliatan cantik"

"Nggak tau, aku males sama kakak", Arin memutar bola matanya malas.

"Yaudah, saya minta maaf. Kamu mau kan maafin saya?"

"Iya.., tapi janji jangan kayak gitu lagi"

"Iya saya janji", ucap Devan

"Aku ke kamar mandi dulu ya kak. Kak Devan tunggu di sini aja ya, jangan kemana-mana", Arin beranjak dari duduk nya lalu meninggalkan Devan

Devan menatap Arin yang semakin menjauh, "Jangan kan nunggu kamu dari toilet, Rin. Nunggu kamu balas perasaan saya aja, saya jabanin"
.
.
.
.

Penyesalan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang