BAGIAN 10

2.2K 224 21
                                    

Selamat membaca...
Sorry kalo ada typo...

------------------------------------

Hal yang paling sangat di hindari oleh Regina selama dua tahun terakhir ini adalah berkunjung ke rumah orang tuanya. Durhaka? Regina tidak peduli jika ada orang lain yang menyebutnya durhaka, dia hanya ingin melindungi dirinya sendiri agar tidak hilang kewarasan ketika berlama-lama bersama orang tuanya. Namun sekarang, hal yang paling Regina hindari itu harus dia temui. Sebab, saat ini perempuan berusia dua puluh tujuh tahun tersebut harus berkunjung atas paksaan kedua orang tuanya--- khususnya sang mama, tentu paksaan itu terselip sebuah ancaman di dalamnya. Ancamannya tentu saja mengenai karir yang sedang dia bangun saat ini.

Regina menatap rumah mewah dan besar milik orang tuanya dengan tatapan yang getir. Bagi orang-orang luar yang tidak mengenal langsung bagaimana keluarga mereka pasti akan beranggapan jika keluarga mereka adalah keluarga yang harmonis. Nyatanya, keluarga mereka jauh dari kata harmonis. Anggapan orang-orang terhadap keluarga salah besar.

Karir yang cemerlang, jabatan yang hebat, dan privilage yang kuat memang di miliki oleh orang tuanya. Tapi, satu hal yang tidak di miliki oleh kedua orang tuanya, yakni keharmonisan keluarga yang di dalamnya terdapat cinta dan kasih sayang yang harusnya ada, namun nyatanya tidak mereka miliki.

"Sudah datang rupanya kamu. Ayo masuk. Jangan terlalu lama berada di luar rumah."

Ucapan itu membuat Regina menolehkan kepalanya. Dia bisa melihat keberadaan mamanya yang sepertinya baru saja datang setelah pulang bekerja, terlihat dari pakaian formal yang wanita paruh baya itu pakai dan beberapa map yang berada di tangannya.

Regina hanya diam tidak menjawab perkataan dari mamanya, dia hanya berjalan sambil mengikuti langkah wanita paruh baya tersebut.

"Kenapa kamu gak pernah cerita kalau sudah punya pacar kepada mama dan juga papa? Kamu takut kami tidak merestui hubungan kalian?"

Regina mengerutkan keningnya bingung ketika mendengar perkataan dari mamanya. Pacar? Gila, dia saja masih single begini, pacar dari mananya?

"Padahal kalau kamu jujur kepada mama dan juga papa kalau kamu memiliki hubungan dengan Nickholas Wardhana, kami tidak akan menentang hubungan kalian. Kami malah senang dan merestui hubungan kamu bersama Nickholas. Apalagi Nickholas bebet bobotnya jelas. Bahkan, pendidikannya pun bagus, apalagi karirnya. Terlebih mama dan papa mengenal secara pribadi kedua orang tuanya" sambung Sofia dengan menatap lekat.

Nickholas? Sialan, apa lelaki itu datang menemui kedua orang tuanya pikir Regina.

"Kenapa kamu kaget begitu? Kaget kalau akhirnya mama dan papa tau hubungan kalian?" tanya Sofia dengan tangan bersedekap di dada.

"Apa Nickholas menemui kalian?" tembak Regina langsung.

Sofia mengangguk. "Iya, beberapa hari yang lalu Nickholas datang menemui mama dan juga papa. Awalnya kami bingung dengan kedatangan dia. Tapi, setelah Nickholas menjelaskan maksud dan tujuannya kemari, kami sempat terkejut, namun kami juga merasa senang karena kamu mendapatkan lelaki yang jelas bebet bobotnya seperti Nickholas."

Regina memaki nama Nickholas di dalam hatinya setelah mendengar perkataan mamanya. Kurang ajar, berani sekali lelaki itu pikirnya. Ternyata, tanpa sepengetahuannya lelaki itu sudah mengambil start terlebih dahulu untuk menemui kedua orang tuanya. Tunggu--- jika Nickholas berani menemui kedua orang tuanya, apa lelaki itu benar-benar serius terhadapnya? Ah, sialan, kenapa juga dia jadi memikirkan lelaki itu? Awas saja, dia akan memberikan perhitungan terhadap lelaki gila tersebut.

"Regina, kamu masih mau melanjutkan karir model mu itu? Tidak mau melanjutkan karir di firma hukum papa mu saja?"

Ini yang Regina tidak sukai ketika berkunjung ke rumah orang tuanya. Setiap dia berkunjung ke rumah ini, selalu saja karir yang terus di bicarakan. Telinga Regina rasanya sudah jengah selalu mendengar kalimat kedua orang tuanya yang terus ingin menyetir kehidupannya.

"Apa sih yang kamu banggakan dari karir modelmu? Bahkan, karir modelmu itu bisa saja redup, Regina" sambung Sofia dengan raut wajah tak suka.

"Banyak, banyak yang bisa aku banggakan dari karir model ku ini, ma. Bahkan, orang-orang di luaran sana terus membangga-banggakan aku. Sedangkan mama sebagai orang tua ku pernah gak sekali aja banggain pekerjaan ku? Enggak kan? Bagi mama, karir model ku gak ada apa-apanya di banding dengan karir kalian itu kan? Baik mama, papa--- kalian selalu menganggap sebelah mata dengan pekerjaanku. Kalian gak tau seberapa besar usahaku untuk sampai di karir ku saat ini. Yang kalian bisa lakuin cuma bisa mengkomentari dan menyuruhku ini dan itu. Aku muak. MUAK TAU GAK!" dada Regina naik turun menatap wajah mamanya dengan tatapan yang marah.

"Kenapa kamu selalu saja gak pernah mau menuruti keinginan mama dan papa, Regina? Kami melakukan ini demi kebaikan kamu sendiri" sentak Sofia.

"Kapan, ma? Kapan aku gak pernah menuruti keinginan kalian? KAPAN?" sahut Regina dengan teriakan di akhir kalimatnya. "Dari dulu aku selalu menuruti keinginan kalian. Bahkan, dalam hal pendidikan pun aku selalu mengalah dan menuruti semua keinginan kalian berdua. Dari segi mananya aku yang gak pernah menuruti keinginan kalian? Apa kalian juga harus menyetir impianku? Yang kalian lakuin selama ini bukan buat kebaikan ku, tapi buat kebaikan kalian sendiri. Kalian menganggap anak kalian sebagai bahan investasi kalian sendiri yang tanpa kalian sadari, kalian sudah membuat anak kalian kehilangan rasa respect nya kepada orang tuanya."

Ada setitik harapan di mata Regina agar orang tuanya bisa mendukung impiannya. Namun, Regina sadar, harapan yang dia inginkan tidak akan pernah dia dapatkan dari mama dan juga papanya.

"Jangan lupa, Regina. Nama kamu masih berada di kartu keluarga ini. Itu artinya, kamu masih menjadi tanggung jawab kami. Jadi, dengan kata lain, kamu masih menjadi bagian keluarga ini dan kamu harus menuruti aturan di keluarga ini" ucap Sofia dengan tatapan yang tajam menatap anak sulungnya.

"Kalian tenang aja, gak akan lama lagi, aku akan keluar dari kartu keluarga ini. Aku akan membuat kartu keluarga baru sendiri dengan Nickholas. Jadi, kalian gak perlu bersusah payah bertanggung jawab atas hidupku" setelah mengatakan itu Regina langsung melangkahkan kakinya meninggalkan rumah mewah milik kedua orang tuanya.

Sampai di dalam mobilnya, Regina langsung memegang erat setiran mobilnya dan menenggelamkan wajahnya di sana. "Sialan! Apa yang lo ucapin barusan, Regina? Kenapa lo harus ngucapin nama Nickholas sialan itu?"

Regina benar-benar merutuki mulut licinnya yang tak tau adat itu karena berucap sembarangan. Sekarang, dia benar-benar menyesali ucapannya. Regina hanya berharap jangan sampai si Nick-Nick itu mengetahui ucapannya barusan. Jika lelaki itu tau, dia yakin lelaki gila itu akan semakin besar kepala. Tapi tunggu--- apa dia harus memanfaatkan kehadiran Nickholas untuk membawanya pergi bebas dari kekangan orang tuanya? Ide yang terdengar bagus. Namun, apa Nickholas bisa melakukan permintaannya?

-bersambung-

Regina... Regina... Ini sih lo sendiri yang nyari penyakit 😩😩. Yaudah deh, semangat well


CRAZY LOVE || On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang