Alden X Aluna

11 0 0
                                    

Mata almond berwarna hitam pekat itu, kini menyipit lantaran tersorot sinar matahari yang bersinar kian terik. 

Cowok berseragam tidak rapi itu, sudah setengah jam duduk berselonjor kaki dengan tangan menumpu ke tanah, menopang badan proporsionalnya agar tidak rebahan di rumput liar nan hijau, yang membuatnya merasa berada di sabana terindah di dunia.

Dia tersenyum sambil memandangi langit cerah hari ini, seolah lupa kalau dia harus ....

"ALDEN SEBASTIAN!!" Teriakan seseorang yang sudah terdengar akrab di kuping, membuatnya spontan menoleh ke sumber suara.

Dari arah koridor yang berhadapan langsung ke taman, tampak wanita paruh baya, berkacamata dengan rambut disanggul rapi memandanginya dengan tatapan tajam. 

Namun, karena Alden sudah sering melihatnya, tatapan itu sudah tidak tajam lagi. Dalam artian, saking sudah terbiasanya dia dengan tatapan penuh amarah Ibu Marta, guru BK tergalak sepanjang sejarah.

"Ngapain kamu di situ?" tanya Bu Marta sambil melipat kedua tangannya di dada dengan tatapan mulai melunak, tapi air mukanya masih tampak kesal dengan kelakuan anak didiknya yang satu itu.

Alden memutar badannya, lalu duduk bersila memandangi Bu Marta.

"Lah, 'kan, Ibu tadi yang nyuruh saya ke sini," sahut Alden dengan wajah innocent-nya.

"Iya, memang. Tapi, Ibu nggak suruh kamu bengong. Kamu lupa, kamu harus ngapain?"

Alden diam sebentar, mencoba menggali memori yang mungkin tertimbun di dalam sana. Hingga beberapa detik kemudian, dia nyengir. 

"Santai itu, mah, Bu. Cabut rumput liar pakai pinset ini, 'kan?" ujar Alden sambil memamerkan pinset yang kini ada di tangannya. 

Yup, the real pinset. Pinset pencabut bulu ketek Pak Tarjo, kalau kata Alden, mah.

Bu Marta kali ini tak menyahut, karena entah sejak kapan ada seorang siswi yang mendatangi Bu Marta. 

Keduanya mengobrol sebentar, bukan hal yang serius tampaknya, tapi mungkin cukup penting. Alden jelas tak bisa mendengarnya. Kecuali, kalau mereka mengobrolnya dengan setengah berteriak kayak Bu Marta tadi.

Selang beberapa menit kemudian, keduanya beranjak dari sana. Namun, tentu saja sebelum pergi, Bu Marta kembali mewanti-wanti Alden agar menyelesaikan hukumannya hari ini.

Hukuman antimainstream. Hukuman di luar nalar yang entah darimana Bu Marta mendapat inspirasinya.

Sekalipun nggak masuk akal, Alden tetap saja menjalaninya tanpa beban bahkan tanpa protes. Ya, walau tadi dia membuang waktu sampai setengah jam, tanpa melakukan apa-apa.

***

Sementara  itu, kini Bu Marta dengan seorang siswi yang tadi menghampirinya sudah duduk di ruang kebesaran wanita gempal berwajah galak itu. Ruang BK, yang biasanya sangat ditakuti oleh banyak siswa, tapi tidak dengan gadis yang begitu santai duduk di sana.

"Apa kamu akan mengambil beasiswa ini, Aluna?" tanya Bu Marta kemudian, pada siswi yang sedari tadi sibuk melihat brosur di tangannya itu.

Gadis bernama Aluna itu tersenyum, lalu mengangguk dan menjawab, "Ini yang paling dekat dengan mimpi saya, Bu."

"Tapi, ada banyak hal yang harus kamu relakan untuk itu semua. Apa kamu siap?" Bu Marta tampak begitu serius ketika bicara dengan Aluna saat ini.

"Kamu tidak akan bisa kembali sebelum study kamu berakhir. Kemudian, mungkin kamu harus meninggalkan banyak hal penting di Indonesia untuk waktu yang lama. Bagaimana dengan keluarga kamu?" 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

When We Let GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang