6 ; Beneran!

1 0 0
                                    

MOHON MAAF ATAS KESALAHAN PENGEJAAN, PENGETIKAN DAN BAHASA YANG KASAR.

Hope you enjoy it!

Di ruang keluarga sudah ada Jendra yang duduk santai sambil menonton TV. Lara menghampiri dan segera duduk disampingnya. Kakak sulungnya itu sangat fokus dengan benda elektronik itu hingga tak sadar kalau Lara datang. 

"Bang!" Panggil Lara. 

"Hm?" Jawab Jendra tanpa mengalihkan pandangannya sama sekali. 

Lara mendengus. "Bang! Yang manggil kan aku, bukan TV nya!" 

Jendra segera mengalihkan perhatiannya sesuai permintaan adiknya itu. Dan ia langsung terdiam. Netranya memandangi sang adik dari ujung rambut sampai ujung kaki, persis sama yang dilakukan Evan dan Chandra tadi. Lara memberinya senyuman manis. 

"Ini...." Jendra menggantung ucapannya di ujung lidah. 

Lara mengangguk. "Ini baju dari abang tahun lalu. Maaf, aku baru bisa pake sekarang..."

Jendra mengelus puncak kepalanya beberapa kali dengan wajah bahagia. "Nggak apa-apa. Abang udah seneng kamu mau make. Gini kan cantik.."

Lara menoyor pelan lengan Jendra dengan tertawa kecil. "Apaan sih, bisa banget..!" 

Jendra pun ikut tertawa, lalu baru menyadari kehadiran dua adiknya yang lain. "Kalian ngapain?" Tanyanya.

Chandra menunjuk Lara. "Dia katanya mau jual diri bang!" 

Lara tentu mendelik kaget. "Eh mulut lo! Gue nggak ada bilang gitu ya!" 

"Lah lo tadi bilang mau cari cowok!" Balas Chandra tak mau kalah. 

"Ya tapi nggak gitu!!" 

"Emang kamu mau kemana, dek?" 

Ia cukup terkejut mendengar Jendra memanggilnya dengan sebutan itu.. Seumur hidupnya, belum pernah ada dari ketiga kakaknya yang memanggilnya dengan sebutan 'Adek', bahkan hingga ia mati dulu. Hanya mama dan papa yang memanggilnya seperti itu. Alih-alih memanggilnya seperti itu, mereka bertiga lebih sering menyebutnya dengan sebutan sebutan kurang baik. 

"Kamu mau kemana? Bener mau cari cowok?" ulang Jendra. 

Lara bergumam. "...enggak sih, aku mau ketemu Lilian, sekalian ketemu kak Jo..."

Dahi Evan mengerut mendengar nama dari teman sekelasnya sekaligus kakak dari Lilian itu. "Buat apa lo ketemu Jovan??" 

Lara malah menatapnya sengit. "Terserah gue dong..." 

Tidak seperti Evan, Chandra justru tertawa mengejek. "Emang kesana jam segini mau naik apa? Awas aja lo ntar minta ke mama biar gue anterin lo, ogah gue!" 

"Dih! Siapa juga yang minta anter! Gue bisa naik motor sendiri" 

Sekarang bukan hanya Chandra, bahkan Evan dan Jendra pun ikut menertawakannya. Bagaimana ia bisa lupa kalau saat ini ia belum bergabung dengan Aviothic, yang tentu saja belum bisa menaiki motor atau mobil. 

"Lawak lo!"

"Abang nggak tau kalo kamu suka bercanda."

"Dasar." 

"Ih nyebelin banget! Kita taruhan, kalo gue bisa naik motor, kalian mau apa?" Tantang Lara. 

Chandra mendengus. "Kalo lo bisa naik motor gue, gue kasih motor itu buat lo!" 

Lara menatapnya berbinar. "Beneran?!" 

Jendra tiba-tiba mengusap wajah Lara hingga membuat gadis itu mengeluh terganggu. "Mau ngapain? Nggak usah aneh-aneh!"

"Lo nggak kapok kemaren motor lo di sita?" Tambah Evan pada Chandra yang nampak tak peduli. Ia tampak lebih antusias dengan taruhan Lara tadi. 

"Jadi nggak? Kalo nggak sih ya udah, gue tau lo cuma ngemis perhatian orang kan?" 

Lara berdiri dan menghampiri Chandra, ia bersedekap didepan lelaki jangkung itu. "Kalo gue menang, motor lo jadi punya gue, dan lo harus percaya kalo gue udah berubah." 

Chandra tersenyum lebar. "Kalo lo yang kalah...??"

"Gue jadi pesuruh lo. Deal?" 

"Deal." 

Jendra dan Evan hanya saling pandang, mereka tahu kalau mereka tak bisa dan tak akan mau dihentikan. Jendra hanya berharap semoga tak ada hal buruk yang menimpa kedua adiknya itu. 

"Bukannya langsung ke ruang makan malah ngumpul disini! Ayo kesini! Papa sama mama udah nungguin daritadi!"

Mereka berempat berjalan teratur menuju ruang makan seperti anak ayam. Padahal dalam hati sedang dilanda panik, takut mamanya mendengar taruhan gila dua bungsu tadi. 

***

Lara mengibaskan kunciran ponytail nya dengan antusias, ia sudah siap untuk melajukan motor yang sedang ia naiki sekarang. Sementara ketiga kakaknya hanya diam menatapnya dengan ekspresi berbeda-beda. Jendra yang cemas, Evan yang terlihat sedikit tidak sabar, dan Chandra yang setia dengan senyumnya yang mengejek itu. 

Tak apa, Lara akan menahan untuk tidak mencakar wajah Chandra jika imbalannya adalah motor besar berwarna putih tersebut.

"Kalo nggak bisa nyerah sekarang aja, gue masih punya hati." Celetuk Chandra yang diangguki oleh Jendra.

"Iya, udah gapapa nggak usah ladenin Chandra, abang takut mama tau."

Lara terkekeh kecil. "Nanti aku kasih tau mama sendiri,  biar kalian nggak dimarahin."

Evan mendengus sarkas. "Kalo lo jatoh kita nggak mau tanggung jawab."

Lara juga mendengus kecil. "Siapa juga yang bakal jatoh..." Gumamnya.

Chandra yang memang tidak sabar melihat Lara jatuh dan mempermalukan dirinya sendiri pun mulai jengah. "Udah cepetan! Nggak usah jauh-jauh,  sampe gerbang aja sana!"

"Lo ga boleh boong ya bang, kalo gue bisa motor ini punya gue." tegas Lara, ia tak mau dibodohi Chandra lagi. 

"Iya cepetan!"

Lara menyalakan mesin motor tersebut, dan derumannya membuat hatinya berdebar tanpa alasan. Rasanya sudah sangat lama sejak ia menaiki motor seperti ini, terakhir kali adalah ketika ia melakukan konvoi bersama gengnya.

Mereka bertiga sama-sama menghitung dalam hati menantikan Lara terjatuh, karena mereka sangat yakin kalau Lara tak bisa mengendarai motor.

Tapi begitu motornya dinaiki Lara melaju dengan tenang dan stabil, ketiganya terbelalak terkejut. Tidak mungkin, pikir mereka.

Tak butuh waktu lama untuk Lara sampai di gerbang, ia menoleh dan tersenyum puas melihat reaksi mereka bertiga yang tak menyangka. Tiba-tiba sebuah ide hinggap di kepalanya.

"Bang! Ini punya gue ya sekarang! Jadi gue bebas bawa kemana aja 'kan?!"

Jendra menatapnya horor. "Kamu mau kemana?! Sini balik!" Titah nya. 

"Lo nggak pake helm bego!" Tambah Evan.

Tapi diantara mereka, Chandra lah yang paling terlihat panik. "Motor gue... BALIKIN MOTOR GUE!!"

Lara malah Menjulurkan lidahnya. "Nggak mauu, pokoknya ini punya gue! Lo ga boleh ingkar janji! Gue mau keluar ya bang, mau cari cowok!! "

"Lara!!"

"Lo nanti dimarahin mama!!"

"MOTOR GUEEEEEEE!!"

Lara tergelak di sepanjang perjalanan, ia sedikit mengebut takut Chandra nekat menyusulnya. Ia berjanji akan memberi kabar pada mamanya jika nanti sudah sampai di tempat tujuannya. Kemana lagi kalau bukan rumah Lilian?

Sekarang ia merasa lebih hidup daripada kehidupannya sebelumnya, entah kenapa. Hal-hal kecil seperti tadi membuat hatinya terguncang, rasanya sangat asing baginya untuk berkumpul dengan ketiga kakaknya meski hanya perdebatan kecil. Seingatnya dulu, saking bencinya padanya bahkan mereka lebih memilih untuk menghindari dan mengacuhkannya daripada berdebat. 

Ia jadi takut jika semua ini hanya mimpi singkat yang bisa menghilang sewaktu-waktu, juga raganya.


Tbc.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LARA DAN LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang