1

175 21 2
                                    

Vote = update


....

Sepanjang perjalanan, Galang memangku si balita yang belum ia ketahui namanya. Tadi, saat mereka akan keluar dari sana, anak itu menunjuk ke arah tempat duduk yang berada di dekat toilet. Ternyata, di sana ada dua buah tas yang katanya adalah barang pribadinya.

Galang tak mengerti, kenapa anak ini seolah dituntun untuk menemuinya dengan sengaja oleh 'Maminya'. Mengingat bahwa anak ini membawa dua tas perlengkapan pribadinya, yang tentunya sudah direncanakan dengan matang. Bisa saja Galang mengantarkan anak ini ke Panti Asuhan terdekat, namun, hati nuraninya tak bisa mengelak.

Entah apa niat orang tua bocah ini, nasib baik, yang bertemu dengan bocah manis ini adalah dia. Bagaimana kalau itu orang lain, yang tidak bisa menjaga amanah dengan baik? Tidak bisa Galang bayangkan, apa yang akan terjadi kalau pikiran buruknya itu menjadi kenyataan.

"Papa, kata Mami, kalau cama Papa, Nunu bakalan hepi. Hepi itu apa, Pa?" Suara imut itu masuk ke dalam gendang telinga Galang tanpa permisi, membuat jantungnya memompa lebih cepat dari biasanya.

"Happy itu artinya kamu senang." Jawab Galang, membuat anak itu mengangguk seolah paham.

"Iya, Nunu cenang cekali kalna beltemu dengan Papa." Senyumnya, membuat kedua matanya menyipit, menampilkan dua bola di pipi tembamnya.

"Nama kamu, Nunu?" Tanya Galang.

"He'em. Papa, lupa?" Pertanyaan polos itu, membuat Galang melirik si balita yang duduk dipangkuannya.

"Iya, Papa lupa." Jawab Galang seadanya, membetulkan duduk si balita agar nyaman dan aman dipahanya yang pangkuable ini.

Karena pada dasarnya dia adalah balita yang senang berbicara, maka anak itu menyebutkan jati dirinya. Walaupun kendati di dalam hati, dia merasa sedikit kecewa karena 'Papa' yang selama ini dia tunggu-tunggu melupakan namanya.

Namun tak masalah, selagi dia sudah berada di dekat 'Papa', dia akan melupakan rasa kecewanya. Euphoria membahagiakan ini, harus tetap terjaga di hati kecilnya yang masih murni dan suci. Hal yang sedari dulu menjadi angan-angannya.

"-telus kan Papa, di lumah itu, Nunu belajal nanam cabe. Cabe na melah-melah, tapi belum Nunu petik soal na di ajak Mami temu-temu Papa."

Galang terkekeh kecil saat balita dipangkuannya ini berceloteh panjang dengan bahasa bayi. Menceritakan tentang kesehariannya selama berada di sisi seseorang yang dipanggil Mami oleh balita ini.

"Tapi Nunu helan, kenapa mulut bebek panjang? Kenapa mulut na gajah pendek, telus makan na pakai belalai na, Papa tau tidak-" Balita itu terus berbicara tanpa lelah, padahal mereka baru pertama kali bertemu.

Sebenarnya, Galang tak sabar untuk sampai ke rumah dengan cepat. Matanya melirik kaca dashboard yang memantulkan bagian kursi belakang yang dipenuhi oleh tas balita ini. Mungkin saja, jawaban yang Galang cari berada di dalam sana, di antara ketiga tas si kecil.

Semoga saja, iya.

...

Galang memasuki area halaman rumahnya yang tak terlalu besar. Rumah sederhananya, yang memiliki halaman depan dan juga belakang. Galang sengaja membiarkan rumput-rumput tumbuh di halaman depannya. Menurutnya, hal itu menambah kesan asri dan hidup.

Mematikan mesin mobil, Galang terdiam sebentar, menatap buntalan lemak hidup yang memeluk tubuhnya dengan mata terpejam. Nunu, anak itu tertidur beberapa saat setelah menyelesaikan celotehan ringannya.

"Cerewet." Gumam Galang.

Membuka pintu mobil, Galang berusaha menjaga kepala si kecil agar tidak mencium body-body mobil mahalnya.

Flexing dikit gak masalah, karena pada nyatanya, dia adalah duda tampan nan kaya raya.

"Hm, ini gimana cara saya bawa barangnya?" Katanya, menampilkan raut bingung di wajah tegasnya.

Galang tidak bisa membawa semua barangnya di mobil, sementara kedua tangannya kini menahan bobot Nunu yang lumayan membuat tangannya sedikit pegal. Sepertinya, dia harus membaringkan si kecil ini di dalam, lalu kembali ke luar untuk membawa barang-barangnya.

Begitu masuk ke dalam rumah, ternyata, anak semata wayangnya yang setengah kucing garong itu belum pulang. Terbukti dengan tertutupnya semua jendela kaca, serta tirai, membuat rumah bagian dalamnya ditelan kegelapan. Dibaringkannya buntelan lemak menggemaskan ini di sofa empuknya yang bisa berubah menjadi kasur dadakan.

"Sst...sst..." Galang menepuk bokong Nunu, kala anak itu terusik dengan sentuhannya.

Setelah merasa posisi baring si bocah aman dan nyaman, dengan cepat, Galang berjalan ke luar untuk mengambil barang-barangnya yang masih berada di dalam mobil. Oh tentunya, dia juga mengambil dua buah tas perlengkapan balita menggemaskan yang sedang tidur tadi.

Meletakkan semua barangnya di ruang tamu, Galang dengan tidak sabaran menarik kedua tas Nunu mendekat ke arahnya. Pelan-pelan dia membuka rek sleting tas pertama, yang ternyata isinya adalah pakaian bayi, alat mandinya dan juga boneka bebek yang sedikit usang. Bisa Galang tebak, boneka ini adalah separuh nafas Nunu, tercium dari bau khas yang keluar dari boneka tersebut. Galang mengambil boneka bebek itu, lalu meletakkannya di sisi kanan Nunu.

Kolaborasi yang-

-SUPER, DUPER, MENGGEMASKAN!

Bibir keduanya sangat matching, apa karena mereka sudah hidup bersama sedari balita ini lahir?

Pikiran, bodoh.

Beralih ke tas kedua, Galang membukanya sembari berharap ada sesuatu petunjuk untuknya. Karena, dia betul-betul tidak merasa pernah 'kawin' lagi dengan perempuan manapun. Terakhir, dengan mantan istrinya, itu pun sudah 10 tahun yang lalu saat Edgar berusia 5 tahun.

Galang mengambil sepucuk kertas ronyok dan tumpukan surat yang diikat dengan getah karet. Di bukanya, lalu matanya tenggelam dalam untaian kata.

....

Halo, Mami Nasution di sini.

Kalau anda membaca surat ini, berarti anak saya sudah bersama anda, orang yang saya tunjuk secara acak. Maafkan saya yang membuat keputusan seperti ini, saya terlilit banyak hutang dan orang-orang itu mengincar anak saya sebagai jaminannya.

Saya sangat menyayanginya, melebihi nyawa saya sendiri. Maka dari itu, saya melepaskan dia pergi dari sisi saya dan menunjuk anda sebagai 'Papa', orang yang selama ini dicari anak saya, walaupun anda bukan Ayah biologisnya. Saya tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, saya mohon untuk merawat anak saya sebagaimana anda merawat Putra/i anda sendiri.

Nasution Putra Abhizar, putra tunggal kesayangan saya. Dia adalah harta saya yang paling berharga, saya titipkan dia dan tolong, sampaikan dua puluh lima surat cinta saya ketika Nasution berulang tahun.

Nasution, 13 Oktober 2018.

...

Mata Galang menatap sayu Nasution, bocah kecil itu, harus berpisah secara terpaksa karena masalah rumit yang dihadapi orang tua tunggalnya. Lalu matanya beralih menatap tumpukan surat yang ternyata sudah diberi nomor, seolah, 'Mami' sudah menyiapkannya dari jauh-jauh hari.

"Saya usahakan untuk merawatnya sebagaimana saya merawat putra saya sendiri." Gumamnya.

Galang memutuskan untuk merawat anak kecil ini, tidak perduli apabila ada yang menentang keputusannya. Lagipula, Galang sangat tidak tega untuk membawa anak manis ini ke Panti Asuhan. Jadi, biarkan Galang mengukirkan lembaran terbarunya bersama putra bungsunya.

"Nasution, kamu anak Papa." Mulai dari sekarang.

Nunu And Two HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang