6

115 27 3
                                    

Nunu mengetuk pintu rumah di depannya, sesuai intruksi dari Galang.

Setibanya di rumah Ibu dan Bapak, Galang kembali menyuruh Edgar untuk menggendong Nunu walau akhirnya anak itu meminta turun dan memilih menggenggam telapak tangan Edgar. Anak itu sibuk memandangi halaman rumah penjual manisan rambut nenek dan rambut kakek, yang sampai saat ini masih melekat di pikirannya.

"Assaamualaikum, Bu', Pak, Galang pulang." Galang bersuara, mengetuk sekali lagi pintu rumah kedua orang tuanya.

Mereka masih berada di depan pintu yang senantiasa tertutup. Biasanya, setiap kali dia mengetuk pintu, kedua orang tuanya akan antusias menyambut dia juga Edgar. Nunu, bocah kecil itu memeluk perut gembulnya, memandang tak sabar pintu rumah yang tertutup.

"Papa, olang na lama kelual ya, Nunu mau belak lasa na." Edgar melotot, dirinya mendadak ilfeel dengan si kecil, perlahan dirinya menjauh dari Nunu yang kini memegang pantatnya dari luar celana.

"Jauh-jauh lo cil, jorok banget" Edgar mendorong pantat Nunu menjauh dari sisinya dengan kaki, membuat anak kecil itu berjengit kaget.

"Apa loh, Agal-Agal ini nda jelas, Nunu kasih eek tau lasa." Ancamnya, Edgar ini seperti tidak pernah berak saja, lagi, berak kan manusiawi. Apa selama ini Edgar tidak pernah berak, makanya keliatan jijik begitu?

"Iyuh, jauh-jauh lo." Edger menjaga jarak, sedikit lebih jauh dari Nunu. Jaga-jaga, siapa tau anak kecil itu nekat mengobok isi pempersnya lalu di sodorkan ke arahnya. Membayangkannya saja, sudah membuat Edgar mual nyaris muntah kalau tidak ada sapaan dari belakangnya.

"Loh, Oom Galang udah sampai? Kok, gak langsung masuk? Pintunya loh gak di kunci Nenek." Aruna melewati tubuh tinggi Edgar, membuka pintu rumah dengan santai lalu menyelonong masuk ke dalam.

Meninggalkan Galang yang mendatarkan wajahnya, juga Edgar yang tak habis pikir dengan ketololan berjamaah ini. Sementara Nunu, bocah itu diam-diam ikut masuk ke dalam rumah, mengikuti langkah anak perempuan tadi. Mendengar suara ribut-ribut dari sebelah kanan, kakinya melangkah pelan. Matanya membola, baru kali ini dia melihat orang seramai ini di dalam satu rumah.

Rasanya Nunu ingin bergabung bersama, tapi dia ingat tujuan utamanya saat di depan pintu tadi. Dengan keberanian, Nunu berjalan melewati tubuh orang dewasa yang menjulang tinggi. Di ketuknya meja kayu yang di atasnya tengah di suguhkan makanan, hal itu membuat para orang dewasa kaget atas kehadirannya yang entah muncul dari mana.

"Pelmisi olang-olang, Nunu mau numpang belak boleh nda? Pempes na udah penuh, nda enak. Papa di lual sama Agal-Agal, lagi bengong lama banget, Nunu nda kuat nunggu." Kata anak itu, menatap polos semua pasang mata yang melihat ke arahnya.

"Halo? Nunu mau numpang belak ini, wese na di mana, ya? Ugh....eek na udah mau kelual." Tegurnya saat mendapatkan keheningan di sekitarnya, padahal dia tengah menghadapi masalah besar saat ini.

Tak ada cara lain, selain-

"-PAPA, EEK NUNU UDAH MAU KELUAL INI, JANGAN BENGONG-BENGONG DI PINTU. AGAL-AGAL BANTU NUNU, NUNU MAU BELAK!" Teriaknya, memanggil Galang yang kini tengah panik mencari keberadaan anaknya di luar rumah.

"Pa, itu suaranya dari dalam." Edgar mengambil nafas terengah-engah, di juga sama paniknya dengan Galang saat menyadari bocah kecil itu tidak ada di sisinya.

"Papa ke dalam, kamu bawain barang-barang yang lain ya."

Galang berlari cepat, raut paniknya terlihat jelas, duda tampan itu masuk ke dalam rumah dengan membawa tiga tas dan satu kantong penuh berisi jajanan Nunu. Bisa Galang lihat, bocah kecil itu tengah menangis tersedu-sedu sembari memegang pantatnya. Anak itu berjalan tertatih mendekatinya -saat menyadari keberadaannya- dengan raut yang menyedihkan. Sesekali suara kentut terdengar, membuat Keponakannya yang tengah makan, tersedak.

Nunu And Two HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang