Jejak yang Hilang

0 0 0
                                    

Alya memutuskan untuk tinggal lebih lama di Desa Karmila. Rasa penasaran, ketakutan, dan keinginan untuk mengungkap misteri membuatnya tak bisa pergi begitu saja. Setelah kunjungannya dengan Ny. Tamsin, Alya memutuskan untuk menggali lebih dalam sejarah desa dan mencoba menemukan petunjuk yang bisa membantunya memahami misteri di balik Rumah Jendela Bayangan.

Dia memulai pencariannya di perpustakaan kecil desa. Perpustakaan itu tidak besar, namun koleksinya cukup tua. Dindingnya dipenuhi oleh buku-buku berdebu dan catatan lama tentang sejarah desa serta kisah-kisah rakyat yang hampir terlupakan. Alya berharap di tempat inilah ia bisa menemukan sesuatu yang konkret tentang Elara dan bayangan misterius yang terus menghantuinya.

Di sudut perpustakaan, Alya menemukan sebuah buku tua dengan judul yang memudar, "Legenda Bayangan Karmila." Dengan hati-hati, ia membuka halaman-halaman kuno yang hampir rapuh. Isinya adalah kumpulan cerita tentang berbagai kejadian aneh yang pernah terjadi di desa selama beberapa abad terakhir—dari hilangnya anak-anak, munculnya makhluk bayangan di hutan, hingga rumor tentang perjanjian gelap yang dibuat oleh leluhur desa.

Namun, satu bagian dalam buku itu menarik perhatian Alya. Di sana tertulis tentang sosok bernama Elara, seorang wanita asing yang tiba di desa sekitar seratus tahun yang lalu. Dia digambarkan sebagai seorang yang cantik, namun terasingkan oleh penduduk desa karena latar belakangnya yang misterius. Elara dianggap terlibat dalam praktik ilmu hitam setelah beberapa kejadian aneh terjadi di sekitar rumahnya. Namun, tidak ada bukti nyata yang bisa menghubungkannya langsung dengan peristiwa-peristiwa itu.

Tapi yang mengejutkan Alya adalah bagian akhir dari kisah itu. Diceritakan bahwa sebelum Elara menghilang, dia pernah menyampaikan sebuah pesan melalui salah satu penduduk desa. “Bayangan itu akan bangkit kembali,” katanya. “Bukan aku yang kalian takutkan, tapi sesuatu yang lebih tua dan lebih kuat dari apa yang bisa kalian bayangkan. Dia telah lama menunggu di dalam bayangan.”

Alya terdiam. Pesan itu terasa seperti peringatan yang sangat jelas. Entitas gelap yang muncul dalam mimpinya mungkin bukan sekadar ilusi. Mungkin, ada sesuatu yang lebih dalam di balik semua ini, sesuatu yang telah mengakar di desa jauh sebelum Elara datang.

***

Malam itu, Alya kembali ke Rumah Jendela Bayangan. Kali ini dia lebih siap—setidaknya secara mental. Dia merasa bahwa semakin banyak dia belajar, semakin dekat dia dengan jawaban yang selama ini dicari. Namun, di balik semua itu, rasa takutnya kian membesar.

Ketika dia memasuki rumah itu lagi, ada perasaan berbeda yang menyelimutinya. Rumah itu tampak lebih hidup—atau mungkin lebih jahat. Alya menghidupkan senter dan mulai menyusuri lantai kayu yang berderit. Dia menuju ke ruang bawah tanah, tempat yang belum sempat dia periksa sebelumnya.

Tangga menuju ke bawah terasa semakin sempit dan gelap. Udara semakin lembap, dan setiap langkah terdengar lebih berat daripada yang sebelumnya. Ketika Alya mencapai dasar tangga, dia menemukan sebuah pintu kayu tua. Pintu itu terkunci, namun entah mengapa, Alya merasakan ada sesuatu yang menariknya ke arah pintu itu—seolah-olah di balik pintu tersebut, semua jawaban yang ia cari menunggu.

Alya mengeluarkan kunci yang dia temukan di kamar atas sebelumnya. Dengan tangan gemetar, dia mencoba memasukkan kunci itu ke dalam lubang kunci tua di pintu. Sesuai dugaannya, kunci itu pas. Perlahan, dia memutar kuncinya, dan pintu terbuka dengan suara berderit yang mengerikan.

Di balik pintu itu, Alya menemukan sebuah ruangan kecil, tidak lebih besar dari lemari penyimpanan. Dindingnya terbuat dari batu yang dingin, dan di tengah ruangan itu, ada sebuah meja kayu tua. Di atas meja itu, ada beberapa benda: sebuah buku tua yang tampak sangat usang, lilin-lilin yang sudah lama tidak menyala, dan sebuah cermin besar yang tampak seperti baru dipoles.

Bayangan di Balik JendelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang