PROLOG

296 1 0
                                    

 

           Sebuah lampu kecil yang menempel di plafon meredup lalu mati, tapi koridor padat ruangan itu tidak redup, justru mendapat silau matahari yang menembus lewat jendela di dinding kanan nya.

Gemerlap berlian mengkilau indah, sepasang mata hazelnut memandangnya lamat-lamat. Jemari lentik itu sangat cocok dilingkari berlian. Indahnya cincin mengingatkan Keithara kepada si pemberi.

"Ada apa?"

Keithara menoleh. Laki-laki tinggi dengan scrub biru dongker berdiri di dekatnya. Ia menatap Keithara, menunggu jawaban gadis itu.

"Gue perlu ngomong" Keithara beranjak dari duduknya, lalu berjalan mendekati laki-laki itu. Mereka berdiri saling berhadapan.

"Saya udah bilang ga perlu datang ke rumah sakit lagi" Nael merasa canggung, banyak staff rumah sakit yang senyum-senyum curiga setiap ada Keithara di sini. Barusan selesai mengoperasi pasien, ia dihampiri salah satu perawat, diberi tahu kalau Keithara menunggu nya di depan ruang santai staff.

Keithara sudah menebak, Nael akan mengusirnya karena laki-laki itu tak suka ia berada di sini. Tapi kali ini ia sudah membulatkan tekad. Gadis itu melepas cincin dari jari jempolnya, lalu menyodorkan nya pada Nael.

"Ayo nikah sama gue"

Nikah? Tidak bisa dipercaya— "Kamu ngelamar saya?"

Keithara mengangguk mantap. Dia tak mau lagi uring-uringan memikirkan Nael, setidaknya kalau ia bisa memiliki laki-laki itu, hatinya akan tenang.

"Gue udah suka sama lo sejak usia gue 17 tahun, sekitar sepuluh tahun lalu. Dan—"

Ucapan Keithara terhenti, Nael menarik tangan gadis itu, membawanya masuk ke ruang santai staff, lalu mengunci pintunya dari dalam. Di sana tidak ada siapa-siapa, mungkin rumah sakit sedang sibuk pagi ini.

"Pak dokter— jangan mesum!"

Nael mengerutkan kening.

"Pak dokter ajak gue kesini pasti mau ngapa-ngapain gue, kan? Mau cium atau-"

Nael berdecak. "Pikiran kamu yang terlalu kotor" potongnya. "Saya gak mau pembicaraan kita didengar orang lain. Silakan lanjut di sini"

"Malu, ya, kalo sampe orang-orang tau kita deket?"

"Iya. Banyak staff rumah sakit yang bicarain kamu sejak kamu sering mengunjungi saya"

"Gue tau, kok"

"Trus kalo tau kenapa masih suka ke sini?"

"Karena gue mau nyari validasi dan ketenangan buat perasaan gue sendiri. Pak dokter tau ngga sih, gimana rasanya mendem perasaan bertahun-tahun?" Keithara menatap mata Nael sekilas. "Aku- Gue udah cape mendem semuanya, gue kira perasaan gue ke pak dokter tuh gak bakal lama, cuma perasaan pas masa remaja doang, tapi ternyata pas gue sekolah jauh-jauh ke luar negri pun, perasaan nya masih sama. Setelah bertahun-tahun gue ngga liat lo, gak tau kabar lo, gak berinteraksi sama lo, tapi hati gue masih sama, hati gue masih sayang, masih cinta sama lo, Nael"

Keithara meremat ujung cardigan yang ia pakai, menyalurkan perasaan campur aduk saat ini. Jantungnya terasa hampir keluar, sampai suara Keithara terdengar gemetar. Ia ingat semua perasaan terhadap Nael, sedihnya, rindunya, sukanya, sakit hatinya, semuanya terputar begitu saja di pikiran gadis itu, dan hatinya juga turut sakit. Rasanya aneh juga karena selama ini ia tak berani. Sekarang juga tidak, hanya memaksa harus berani.

"Dan selama ini gue ngga pernah bilang kalo gue suka, kalo gue mau sama lo terus. Gue emang ngga bilang langsung, tapi apa lo ngga bisa baca perilaku gue, pak dokter?"

MUTUALISM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang