Prolog.

14 3 1
                                    

Sampai di detik-detik terakhir nafas, Scorpion tetap ditemani 4 dinding yang sudah ia lihat selama hampir 40 tahun. Berwarna kuning pucat dengan penuh coretan di sana-sini yang perlahan memudar dimakan waktu.

Di ruangan itu tanpa ada pintu atau jendela yang memperlihatkan dunia luar. Satu-satunya mahluk hidup  hanya ada Scorpion seorang. Terbaring tak berdaya di ranjang, menunggu kematian datang. Di usianya yang bisa dibilang setengah baya, Scorpion masih memiliki wajah tampan, tidak peduli ada beberapa garis keriput atau pucat seperti orang kekurangan darah.

Di sampingnya, berdiri robot humanoid berpakaian layaknya seorang pelayan, diam tak bergerak. Matanya yang terbuat dari baja memandang dengan sorot dingin tak bernyawa. Tapi kalau dilihat dengan baik, alisnya terkulai seperti menirukan ekspresi sedih.

Selain keempat dinding yang membatasi Scorpion dengan dunia luar, robot itu juga yang menemani serta mengurusnya dari sejak kecil hingga sekarang. Mungkin malah dari sejak ia dilahirkan di dunia ini, robot yang dipanggil 'Mei' sudah ada di sisinya.

Manik merah milik Scorpion menelusuri ruangan yang sudah ia hapal tata letaknya sekali lagi.

Meski hanya empat dinding, ruangan itu sangat luas. Ada kamar mandi serta dapur yang hanya dibatasi menggunakan sekat.

Di ruangan itu diisi banyak barang, mulai dari peralatan bayi, mainan anak-anak, buku-buku pelajaran sampai novel remaja, Playstation, peralatan olahraga, televisi, rekaman video, semuanya ada.

Walau ada begitu banyak barang, semuanya disusun dengan amat rapih. Ditaruh sesuai dengan jenis dan kegunaannya. Sama sekali tidak terlihat berantakan.

Tatapan Scorpion berakhir di kamera cctv yang terpasang di setiap sudut ruangan, memantaunya dari segala arah. Entah sejak kapan sudah ada di sana, karena setelah Scorpion dapat mengingat sebuah kejadian. Saat itu pula dia menyadari bahwa dia sebenarnya tidak benar-benar sendirian.

Scorpion memandang kamera cctv lama, berharap seseorang yang berada di balik sana mendatanginya. Dia hanya ingin bertanya, 'kenapa?'

Kenapa Scorpion harus dikurung di dalam ruangan itu selama lebih dari 40 tahun?

Kenapa Scorpion tidak pernah diizinkan keluar dari sini?

Kenapa Scorpion harus menerima penyiksaan merasakan kesepian dan penderitaan?

Kenapa mereka tidak pernah datang untuk menemukannya? Hanya berani melihat dari sisi kamera pengintai.

Kenapa? dan kenapa? berputar di pikiran Scorpion selama bertahun-tahun tanpa satupun pertanyaan mendapatkan jawaban yang pasti. Tidak peduli Scorpion memohon atau mengamuk, orang-orang yang mengurungnya seolah buta dan tuli.

Scorpion menatap nanar pada langit-langit kamar, nafasnya perlahan melambat, ia mendadak merasa lelah dan mengantuk.

Oh, mungkin sudah saatnya?

Sebenarnya kalau dikatakan apakah Scorpion menyesal atau hidup, maka jawabannya iya.

Bukan menyesal dilahirkan ke dunia ini, tapi penyesalan karena tidak bisa menikmati kehidupan.

Mungkin di ruangan itu segalanya ada, kebutuhannya lebih dari mencukupi, namun tidak bisa dibandingkan dengan berbaur dengan orang luar. Hidup seperti manusia pada umumnya, bukan burung dalam sangkar emas.

Scorpion membiarkan matanya terpejam, merasakan mulai dari kakinya mendingin. Tidak peduli sebesar apapun penyesalannya, sudah waktunya bagi Scorpion untuk mati— atau mungkin itu yang dia pikirkan.

Diujung kesadaran, Scorpion mendengar.

Suara seorang anak laki-laki yang memanggil namanya, berbicara dengan tergesa-gesa.

"Kamu tidak boleh mati dulu! Kamu harus ikut denganku! Jangan mati!"

Lalu beberapa saat kemudian, Scorpion berada di ruangan serba putih.

****

Selesai pada hari rabu,  09 oktober 2024.

Dipublikasikan pada hari rabu,  09 oktober 2024.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Helo! Helo Villain! [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang