5. Penyesalan

31.9K 420 11
                                    


Hai,  Pembaca ku!  👑

Nara  minta  tolong  nih  buat  ngasih  feedback  berupa  vote  untuk  cerita  ini.  🙏

Nara  gak  memaksa  buat  follow  atau  ngasih  komen,  tapi  vote  wajib  ya! 😉

Vote  kamu  sangat  berarti  buat  Nara!  🥰  Vote  kamu  bakal  ngasih  semangat  buat  Nara  terus  menulis  dan  meningkatkan  kualitas  cerita.  💪

Gampang  banget  kok,  tinggal  klik  tombol  ⭐  aja!  😊

Seperti  yang  ada  di  pengumuman,  cerita  ini  akan  dihapus  setelah  tamat  dalam  satu  minggu  ini  dan  akan  pindah  ke  Karya  Karsa  atau  Web  seperti  'Nih  Buat  Jajan'.  🥺  Jadi,  selama  masih  gratis,  mohon  kerjasamanya  ya!  🙏

Buat  3  pembaca  paling  baik  yang  sudah  rajin  ngasih  feedback,  Nara  akan  ngasih  pdf  gratis  cerita  ini  dan  secret  gift  yang  pasti  bikin  kalian  senang!  🎁

Terima  kasih  atas  dukungannya!  💖  Kalian  Royal,   Nara  lebih  Royal!  👑

***********

Sinar mentari pagi menerobos celah-celah bambu, menari-nari di atas lantai kayu rumah sederhana itu. Udara masih lembap, sisa-sisa hujan semalam yang menyelimuti hutan rimba. Di atas ranjang bambu sederhana, Luna terbaring dengan wajah memerah, matanya berkaca-kaca.

Di sampingnya, Tiger, sang ayah, duduk terdiam.  Wajahnya muram, dipenuhi penyesalan.  Ia menatap Luna dengan tatapan kosong, seakan-akan tak percaya telah melakukan hal-hal tercela kepada putri nya sendiri. Putri yang selama ini dia jaga, dirawat, dan menjadi separuh kehidupannya. Hadiah dari Dewi Bulan, yang telah  menghiasi hidupnya dengan keceriaan dan kasih sayang.

Namun teganya dia, seorang Ayah mengawini putri nya sendiri. Tiger bukan hanya hidup seperti binatang buas sekarang, namun benar-benar telah menjadi binatang buas tercela bahkan lebih hina seonggok kotoran. Menodai putri nya sendiri, memperkosa putrinya sendiri.

"Luna...," Tiger membelai wajah cantik Luna lembut, mencium keningnya penuh kasih sayang.  Namun, sentuhannya terasa dingin, tak mampu menembus lapisan es yang membungkus hati Luna.

"Daddy sakit...," rintih Luna, suaranya serak, tertahan di tenggorokan.

Tiger terkesiap. Rintih Luna, yang dulu selalu menggemaskan, kini terasa menusuk hatinya seperti belati. Dia teringat Luna kecil, yang sangat manja dan selalu menangis tentang hal-hal sepele. Luna, adalah berkah, harus dijaga, namun Tiger telah menyakitinya begitu dalam, menodai nya. Luka itu, yang tak terlihat, kini meradang, menggerogoti jiwa Luna.

"Daddy sakit...," rengek Luna, merangkak ke pelukan sang Ayah. Namun, tubuh mungil itu berhenti di tepi ranjang, seakan takut tersentuh oleh Tiger.

"Luna...," Tiger mencoba meraih tangan Luna, tapi gadis kecil itu menepisnya kasar. Matanya, yang dulu berbinar ceria, kini redup, dipenuhi kesedihan yang tak tertahankan.

"Jangan sentuh Luna!" Luna berteriak, suaranya bergetar hebat. "Daddy jahat! Daddy udah sakitin Luna!"

"Luna...," Tiger terdiam, hatinya remuk. Dia ingin menjelaskan, ingin memohon maaf, tapi kata-kata terjebak di tenggorokannya, tak mampu keluar. Dia telah menyakiti Luna, telah menghancurkan kepercayaan dan cintanya.

"Daddy...," Tiger mencoba sekali lagi, suaranya teredam oleh isak tangisnya.

"Pergi!" Luna berteriak, tubuhnya bergetar hebat. "Pergi! Pergi! Pergi!"

........

Tiger terbangun dari tidurnya terkejut, menatap bulan purnama yang seperti mata putri nya kecilnya, sangat indah. Sudah 4 minggu lebih Tiger pergi setelah dia berbuat tercela kepada putri nya sendiri. Dia meninggalkan rumah, tak sanggup melihat wajah Luna yang penuh kebencian. Dia memilih untuk menghilang, berharap waktu bisa menyembuhkan luka yang dia buat.

Namun, waktu tak selalu menyembuhkan. Rasa bersalah dan penyesalan justru semakin menggerogoti hatinya. Dia merindukan Luna, rindu sentuhan lembutnya, rindu tawanya yang dulu selalu menghiasi hari-harinya.

Tiger bangkit dari tempat tidur, tubuhnya lemas. Dia berjalan ke jendela, menatap bayangan rumahnya yang gelap. Dia tahu, Luna masih di sana, sendirian, menyimpan luka yang tak kunjung sembuh.

"Luna...," bisik Tiger, suaranya serak. "Maafkan Daddy."

Dia ingin kembali, ingin meminta maaf, ingin memperbaiki semuanya. Tapi bagaimana caranya? Bagaimana dia bisa menghadapi Luna, menghadapi matanya yang penuh amarah dan kebencian?

Akhirnya, setelah berminggu-minggu, Tiger memutuskan untuk kembali. Dia berjalan dengan hati yang berat, takut menghadapi Luna. Namun, dia harus mencoba.

Saat sampai di tepi sungai, dia melihat Luna duduk di atas batu, tubuhnya kecil dan kurus, wajahnya pucat. Air mata mengalir deras di pipinya, dan dia meremas dadanya, seperti menahan sakit yang tak tertahankan.  Dia memanggil Tiger, memanggilnya dengan suara lirih, hampir tak terdengar, "Daddy...,".

" Oh Luna, putri kecilku sayang, periku yang cantik. Maafkan Daddy sayang, " gumam Tiger, setetes embun air mata mengalir dari pelupuk matanya.

Melihat putri kecilnya dari kejauhan, Tiger merasakan gelombang kesedihan menerpa dirinya. Ingatannya melayang kembali ke masa lalu, saat Luna masih anak-anak kecil. Dia ingat keceriaan Luna, tawa renyahnya yang menghilangkan segala kekhawatiran dan kesedihan Tiger.

Luna adalah kelinci yang tumbuh di antara binatang buas, instingnya sangat tajam merasakan kehadiran seseorang yang tengah memperhatikannya dari kejauhan. Hidungnya yang kecil berkedut-kedut, mencium aroma tak asing yang menyelinap di antara dedaunan. Telinganya yang panjang berdiri tegak, menangkap suara dedaunan yang bergesekan, tanda seseorang tengah mendekat.

Mata Luna yang cerah, seperti bulan purnama, menatap tajam ke arah semak-semak yang bergoyang. Dia tahu, bahaya mengintai di balik dedaunan itu. Dia bukan perempuan biasa. Dia telah belajar bertahan hidup di tengah hutan belantara yang penuh dengan predator.

Predator paling ganas di hutan Rimba tentunya adalah, " Daddy! "

Sosok yang begitu ia rindukan ada tepat di depan matanya, Tiger, masih terlihat begitu gagah, dengan  rambut  hitam  legam  yang  menjuntai  ke  bahu,  mendekati  Luna  dengan  hati-hati.  Ia  takut  memperlihatkan dirinya, takut dengan kemarahan putrinya.

Melihat  Daddy  yang  dirindukannya  muncul  dari  balik  pepohonan,  Luna  berteriak  keras,  "Daddy!  Daddy!  Kamu  kemana  saja?  Luna  rindu!"

Luna memeluk tubuh besar sang Ayah erat, seakan takut akan di tinggalkan lagi. Tiger gemetaran bukan main, bukan karena rasa rindu yang menggebu, perasaan takut, bingung yang masih menghantuinya. Namun ehm... P4yudara ' kenyal sekali '

" Daddy kemana saja? Kenapa perginya lama sekali?! Luna rindu hiks... " Luna memukul dada sang Ayah kesal.

Tiger hanya dapat terpaku, tak percaya dengan apa yang di katakan sang putri. Kelinci kecilnya, seharusnya Luna membencinya, seharusnya Luna mencaci makinya. Namun akhirnya Tiger menangis, memeluk erat tubuh kecil sang putri erat.

" Luna sayang, maafkan Daddy... Luna Daddy... Daddy... "

" Daddy bilang cinta Luna, Daddy bilang sayang Luna, Daddy bilang Luna peri cantik nya Daddy! " pekik Luna histeris, memukul dada bidang sang Ayah kesal.

" Tapi kenapa meninggalkan Luna? Kenapa?! "

Ayah Harimau HausTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang