Zaka dan Rendi masih melihat Dewangga, "anjir kok bisa lo dapatin Raina co?!" Akhirnya kata-kata itu keluar dari keduanya. Dewangga tetap membisu, dia tetap tak ingin memberitahu ataupun mengeluarkan sebuah kata untuk menjelaskan.
"Kalo lo berdua ngerasa dikacangi sorry ya this is pecel," balas Dewangga akhirnya membuat kedua temannta menggeram kesal.
"Kita berdua serius co, gimana caranya? Pake apa?" Rendi benar-benar ingin tau.
"Ya lo pada kenapa pada mau tau banget sih?" Tanya Dewangga, Zaka melempar buku ke arahnya.
"Gue mau deketin Althea soalnya, Ngga. Jadi butuh tips and trick dari lo, soalnya yang lo luluhkan seorang Raina co! Raina Arundati!" Dewangga tertawa kecil, dirinyapun tidak tahu bagaimana dirinya bisa sebruntung itu mendapatkan seorang Raina Arundati. Memang sangat amat indah jika seorang yang dicinta tau bahwa dia sedang dicintai. "Ye bengong lagi ni curut, apa Ngga woi?!" Zaka memang paling tidak bisa menunggu lama, dia benci dengan keleletan.
"Pake jalur langit," balas Dewangga. Rendi dan Zaka saling melempar pandangan, hah?!
"Lo dapatin Raina dalam sesingkat itu pasti karena Raina juga suka kan sama lo Ngga? Iya kan Ngga? Bilang iya kan Ngga?"
"Kalo iya dan kalau engga kenapa Ren? Iri ya? Dilarang iri ya sayang," ucap Dewangga dengan nada ledek.
"Anjay," sahut Zaka. "Pesona cowo Raina Arundati bisa songong juga." Zaka melipat tanggannya, "liat aja ntar sampai manasih hubungannya." Ucap Zaka dengan nada ejekan.
"Sampai nikah bray sampai nenek kakek tuwir buyut bau tanah lo berdua udah gada di dunia mau apa lo? Iri bilang boss."
"Tai!" Jawab mereka serentak, Dewangga tertawa puas hingga perutnya terasa sakit.
Sementara Raina yang sedang menjadi topik utama antara Dewangga dan teman-temannya kini sedang berada di kantin bersama entek-enteknya.
"Rain lo kenal Althea? Soalnya Kak Zaka nanyain dia mulu," sahut Julia memecahkan keheningan. Nana, Ayu, Marisa, dan Riska bukannya melihat Raina malah melihat Julia sama seperti Raina menatap Julia penuh pertanyaan. "Yeee anjir gue cuma mau tau, lo tau Rain?" Raina menggelengkan kepalanya, "ga tau Jul dan ga kenal juga."
"Jul... jangan bilang..." Julia memotong perkataan Nana, "engga lo Na. Dahlah nyesel gue nanya sama kalian, gue mau masuk kelas aja." Mereka menatap satu sama lain memperhatikan Julia yang mulai menjauh dari kantin.
Setelah kuliah selesai, Dewangga dengan cepat melangkah menuju kelas Raina. Ia berharap bisa pulang bersama gadis itu seperti biasa. Namun, ketika ia sampai di depan kelas Raina, pandangannya tertuju pada sesuatu yang tak ia duga. Di sudut kelas, ia melihat Raina sedang berdiri sambil tertawa lepas bersama seorang pria yang tidak dikenalnya. Dewangga berhenti sejenak, memandangi mereka dari kejauhan. Hatinya tiba-tiba terasa sedikit aneh, ada rasa asing yang tak bisa ia jelaskan. Senyum di wajahnya perlahan memudar, dan alih-alih mendekati Raina seperti biasanya, ia justru terdiam, hanya memperhatikan dari kejauhan. Tawa Raina terdengar jelas, dan cara pria asing itu berbicara membuat Dewangga bertanya-tanya, siapa sebenarnya pria itu. Apa pria itu yang ada di sketsa Raina, dalam pikirannya. Setelah beberapa saat berdiri terpaku, Dewangga memutuskan untuk menyamperi mereka.
"Udah siap sayang?" suaranya terdengar ceria, seperti biasanya ketika ia berbicara dengan Raina. Mendengar panggilan kata 'sayang' itu membuat darah Raina berdesir. Apakah Dewangga cemburu dengan Dirgantara? Semoga tidak, harap Raina.
"Udah kok sayang," jawab Raina dengan senyuman hangatnya sedangkan Dewangga sekarang merasakan apa yang Raina rasakan barusan. Senyum Dewangga seperti senyum bangga, dia menatap pria asing itu seperti mengisyaratkan 'tau kan dia punya gua'
"Kalo gitu kita duluan ya bro," ucap Dewangga lalu mereka menuju ke parkiran.
Sesampainya di parkiran, Dewangga dengan lembut memasangkan helm pada Raina seperti biasa. Namun, saat Raina menatap wajahnya dari dekat, ia bisa melihat sesuatu yang berbeda. Ada ekspresi yang tak biasa di wajah Dewangga—tidak seceria biasanya. Tatapan matanya terlihat lebih dalam, dan ada sedikit ketegangan di sana. Saat itulah Raina menyadari sesuatu: Dewangga cemburu.
Raina tahu, meskipun Dewangga tidak mengatakannya secara langsung, perasaan itu jelas terpancar dari wajahnya. Mungkin Dewangga juga melihat interaksi Raina dengan pria yang tadi bersamanya di kelas. Raina menatapnya lebih lama, mencoba mencari tahu apa yang ada di pikiran Dewangga."Kenapa?" tanya Raina, suaranya lembut tapi penuh perhatian. Ia berusaha membuat suasana lebih tenang.
Dewangga hanya tersenyum tipis, sedikit menunduk sambil memastikan helm Raina terpasang dengan baik. "Gapapa Rain," jawabnya singkat. Raina tahu Dewangga tidak akan langsung mengungkapkan perasaannya, tapi ia bisa merasakannya. Sama seperti dirinya, Dewangga juga mungkin sedang memikirkan interaksi mereka dengan orang lain tadi.
Raina menatapnya sekali lagi, kali ini dengan sedikit lebih tenang. "Kalo ada yang ngga nyaman di hati kamu, cerita ke aku ya, Ngga. Kalo kamu cemburu, kamu bisa bebas ngungkapin perasaan kamu ke aku," katanya sambil tersenyum pelan, mencoba memberikan Dewangga kesempatan untuk terbuka.
"Kamu gabakal kuat sama kecemburuanku, Rain." Jawab Dewangga dengan nada ragu, Raina tahu perasaannya.
"Aku malah seneng kalo kamu cemburuin bahkan di posesifin, karena aku punya kamu Ngga." Raina memberi penjelasan dengan lembut pada Pria di hadapannya ini, "sama halnya kalo aku sedang cemburu, kamu pasti ngeyakinin aku dan kasih aku penjelasan kan?" Dewangga mengangguk.
"Itu pasti Rain," sahut Dewangga.
"Kalo gitu kita sama!" Seru Raina.
"Tadi itu siapa?" Akhirnya Dewangga membuka pertanyaan yang ditunggu Raina. "Itu Dirgantara dari fakultas sebelah," jawab Raina. Dewangga memperhatikan manik indah itu, "kalo aku diposisi kamu, kamu bakal cemburu kaya aku juga Rain?"
Raina tersenyum, "jelas aku cemburu, tapi rasa percaya aku ke kamu lebih besar. Aku percaya kamu dan diri kamu, aku gamau kamu terbatas pertemanannya karena aku. Aku mau kamu tetap merasakan kebebasan itu walaupun udah adanya aku dan aku yakin selama aku menjaga diri aku, pasanganku juga pasti menjaga dirinya." Jelas Raina dengan lembut, Dewangga tersenyum bangga pada Raina, tatapan Dewangga sulit dijelaskan. Rasa kagumnya makin bertambah saat pemikiran dewasa Raina terhadap apapun.
"Aku beruntung punya kamu, Rain."
"Dan aku lebih beruntung punya kamu, Ngga."
"Tapi, aku tidak terhingga rasa beruntungnya punya kamu Rain."
Carilah cinta yang lebih besar dan setara denganmu, maka ia akan menunjukan indahnya cinta itu melalui segala cara. Cinta yang tak akan ada batasnya, cinta yang tak akan pernah capek dan lelah bahkan mundur.
"Terima kasih sudah mencintaiku, atas nama Dewangga Ravindra."
♡♡♡
He fall first, she feel harder 🥺🥺🥺
![](https://img.wattpad.com/cover/372461653-288-k603495.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN IN THE DARKNIGHT [Completed]
Fiksi RemajaKisah yang bermula dari Dewangga jatuh cinta kepada adik tingkatnya hingga teman-temannya ikut terlibat untuk mengetahui gadis yang menjadi incaran seorang Dewangga Ravindra, sosok yang anti romantis dan bersifat dingin. Akankah kisah cinta itu berl...