Waktu semakin siang, aku mendudukkan diri seraya memutar mataku, bergerak ke sana kemari memperhatikan keadaan kamarku yang tampak lebih hidup saat cahaya matahari masuk melalui sela-sela ventilasi serta jendela.
Keadaanku juga turut membaik dibandingkan sebelumnya. Entah mengapa, sedari tadi aku menunggu gadis itu datang kembali, memberikanku rasa hangat itu seperti beberapa waktu yang lalu.
Tiba-tiba pintu terbuka menampilkan Lanaya--gadis yang aku peristri setengah tahun yang lalu. Wajah gadis itu terlihat berseri membuatku berdecih dalam hati. Apa-apaan wajah gembira itu sedangkan suaminya sedang terduduk sakit di atas ranjang!
Terlanjur kesal, aku kembali membaca buku yang sedari tadi aku pegang.
"Sudah lebih baik?"
Oh? Dia akhirnya bertanya, bagus sekali, berseri-seri dulu sebelum mempertanyakan keadaanku.
Aku bukannya haus perhatian gadis sialan itu, hanya saja, etis 'kah mengabaikan suami yang sedang sakit. Kepalang kesal, aku akhirnya balas mengabaikannya. Biarlah dia mau mengoceh atau apapun itu, aku tidak peduli. Lagi pula, ia bukan gadis yang harus aku utamakan.
Terdengar hembusan napas dari gadis itu, di susul dengan pintu yang tertutup. Akhirnya gadis itu memilih pergi.
~o0o~
Sial! Kenapa tubuhku harus memiliki penyakit ini? Lagi-lagi rasa panas menggerogoti diriku sehingga aku akhirnya kembali tumbang. Makian tak berhenti aku ucapkan di dalam hati yang aku tujukan kepada Tuhan karena sudah memberikanku penyakit ini.
Tapi kenapa kali ini berbeda? Terkadang rasanya sangat panas, terkadang pula tiba-tiba terasa dingin, tetapi aku yakin bahwa tubuh ini jika disentuh pasti sangat panas. Bahkan sekarang gigiku sampai bergelutuk seolah-olah baru saja tercebur ke dalam danau di musim salju.
Ditengah perasaan tak nyaman ini, kehangatan itu datang kembali, menyentuh dadaku penuh kehati-hatian. Inilah yang sedari tadi aku nanti-nanti. Perlahan mataku mulai bisa mengerjap seiring dengan membaiknya kondisi tubuhku.
Hal pertama yang aku lihat adalah wajah seorang gadis. Dia... Lanaya? Wajah cantiknya seolah semakin terpancar saat kedua sudut bibir itu tertarik ke atas membentuk kurfa kebahagiaan. Jadi, gadis yang memberikan rasa nyaman itu benar-benar Lanaya? Si putri Count yang aku anggap tidak berguna itu?
Tidak bisa dipercaya! Ingin menolak tapi bukti terpampang nyata.
Seolah tak ingin memberhentikan keterkejutanku, gadis itu kembali membuatku terkejut dengan sikapnya yang amat baik kepadaku. Kenapa dia jadi terlihat sangat sempurna? Kurasa dia bahkan bisa mengalahkan putri Duke itu--Sereia Faelan.
Mengingat gadis itu membuatku menghela napas, entahlah walau Lanaya saat ini terlihat sangat bersinar, aku masih tidak bisa menampik bahwa rasa kesal masih bertengger di hati, mengingat bahwa Sereia telah dijodohkan dengan putra mahkota alias kakakku, agar kedudukannya sebagai pewaris tahta semakin kokoh.
Sedangkan aku? Yah, begitulah.
Aku kembali tersadar saat suara lembut Lanaya menyapa gendang telingaku.
"Duduk dulu, sebaiknya yang mulia mengonsumsi sup hangat terlebih dahulu," ujarnya.
Aku menurut, mendudukkan diriku dengan bantuan Lanaya. Gadis itu menyodorkan sendok berisi sup hangat yang baru saja ia ucapkan. Aku perlahan membuka mulutku, menerima suapan tersebut. Sejenak, aku terdiam merasakan rasa lezat yang benar-benar cocok dilidahku.
Aku mengunyahnya beberapa kali kemudian setelah habis aku kembali menerima suapan dari Lanaya. Gadis itu tampak tersenyum senang melihatku makan dengan lahap.
Entah mengapa sesuatu yang asing aku rasakan. Perasaan yang membuatku mulai goyah.
Tak ingin memikirkan hal tersebut aku terus melahap sup yang sangat lezat tersebut hingga habis setelahnya barulah Lanaya menyodorkan segelas air yang langsung kuterima dengan senang hati.
Perhatian Lanaya kali ini terasa sangat tulus hingga gadis itu membantuku berbaring dan menyelimutiku. "istirahat, ya. Agar cepat sembuh." Ketenangan yang selama ini aku impikan tampak nyata sehingga tak menunggu waktu lama aku kembali tertidur lelap.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Pangeran Terbuang
FantasyMasuk ke dalam buku karya kakeknya adalah hal yang tidak pernah Lanaya sangka. Lanaya pikir, ia telah meninggal setelah di dorong kakeknya ke sebuah jurang, tetapi justru ia kembali hidup--tidak, lebih tepatnya masuk ke dalam buku, menjadi seorang i...