XII. Sekat Kata - Bagian dari Delan

3 2 0
                                    

Aku terjebak.

Di sini gelap. Aku tak Dia bisa menangis. Aku kedinginan, aku tak bisa berjalan. Kakiku rasanya mati, tetapi suaraku ini .... "Tolong aku," pintaku pada entah siapa di antah berantah ini.

Aku memeluk diriku sendiri. Ketakutan setengah mati karena aku tak tahu apa. Aku siapa? Aku di mana? Apa yang terjadi? Ke-kenapa sesuatu yang menyeramkan terus terbayang dalam kepalaku?

Aku merinding. Aku kesepian, aku membutuhkannya ... namun, apa yang menghilang dariku? A-aku tak bertanya. Aku meminta.

Kembalikan yang hilang dariku.

Hentikan semua yang merusakku.

Aku memohon padanya, padamu. Pada kalian.

Dalam kegelapan tak berujung ini aku menyeret tubuhku ke entah ke mana. Kubiarkan pula bulir air mataku ini jatuh hingga ku terlelap dan tak bangun lagi.

Namun, bagaimana bisa? Aku masih di sini ... bukankah aku harusnya sudah mati?

Ma-mati? Memang aku pernah hidup?

Aku terisak, sekat ini ... mengurungku. Siapa yang melakukannya? Aku ingin bebas, bebaskan aku.

Biarkan aku pergi ....

_*"Kamu tak bisa pergi dari sini."_* suara itu menggema, sangat berat dan ... menjawab pertanyaan atas ketakutanku. Badanku semakin merinding, rasa dingin pula kembali menjalar lebih parah dari pada yang sebelumnya.

Keringatku puj terjatuh, menciptakan gema begitu indah di tempat gelap tak berbentuk ini. "Ke-kenapa?" tanyaku lagi tak yakin.

Hening, tak ada jawaban. Aku terdiam dan menghela napas, lalu sebuah alunan lagu yang sangat kukenal teralun dari berbagai arah. Membuatku secara tak sadar berdiri.

Kakiku yang sebelumnya mati rasa itu pun sudah bisa digerakkan sekarang. Sungguh luar biasa rasanya, tetapi sekarang ... suara siapakah itu? Aku mengenalinya.

_*"Kejarlah suaranya, ikuti iramanya. Maka kau akan selamat dan tidak takut lagi._* aku mengangguk, aku mulai melangkah, meraba kegelapan yang tak dapat kulihat.

Namun walau bentuk tempat ini tak dapat kukenali atau kulihat, rasanya seperti aku bisa selalu memegangnya. Suaraku dan alunan melodi itu pun terekam jelas pada tiap sisi di antah berantah ini.

Sangat ajaib.

"Delan ...."

Aku mendengarnya! Dia di sebelah sana. Aku berlari, membuat tempatku yang berpijak sekarang menjadi lebih basah entah karena apa, diikuti dengan genangan air yang beriak di bawah kakiku pula sebuah sinar berwarna hijau terlihat.

Mereka tercipta dari cipratan air yang kupijak. Terbang di antara udara dan menari di dataran hampa nan kosong itu, lalu semuanya berhenti ketika mereka tahu aku memerhatikannya.

Mereka berlari, pergi. Aku mengikutinya, berlari, melangkah, lewat alunan melodi pun aku merekamnya. Keajaiban ini ... pencarian ini, apakah ini?

Sebuah jawaban ....

Pecahan cahaya itu berkeliling di sana. Aku mendekatinya, mereka tak bergeming. Aku mengangkat kedua tanganku dan hendak menangkapnya. Namun, mereka bersatu ....

Lalu sebuah ledakan cahaya yang begitu menyilaukan tercipta, membuatku harus mengalihkan pandangan dan menghalanginya dengan lenganku. Tak lama kemudian sebuah tangan yang halus mengusap jemariku, mengangkatnya dan mengusap pipiku.

Aku membuka mataku. Di depanku ... seorang wanita, teduh matanya, aku kenal senyumannya ... air wajah tenang serta rambut bergelombang miliknya yang sama denganku itu ....

"Selamat pulang anakku, Delan kesayanganku." Aku tak tahan, aku memeluknya. I-ini Ibu, aku mengetahuinya.

Aku tak melupakannya. Aku mengenalnya. A-aku Delan Oriana Virgillia!

"Ke-kenapa Ibu ada di sini? Ke mana semua orang? Aku mencari kalian ... di-di mana ayah? Kakak pun bagaimana? Aku ketakutan," racauku dibalas oleh usapan lembut oleh Ibu.

Dia kembali tersenyum lalu berbisik, "Kau sudah pulang. Biarkan kakakmu yang melanjutkannya dan ... ayahmu akan membantunya."

Apakah ini jawabannya? Aku di hadapkan pada kehampaan kembali, di tengah sebuah ruangan yang diisi oleh jeruji rantai belenggu.

Kiora tak membawaku, dia benar-benar membunuhku ....

Kakak, semoga kau bisa melawan mereka.

"Tolong jangan percaya pada Kiora," lirihku lalu kembali memeluk diriku sendiri pada kehampaan ini.

Di temani pula dengan alunan melodi yang kukenal dan sangat kuketahui ... cahaya hijau pun berterbangan, menari, dan mengelilingiku. Membiarkanku diam hingga pada saatnya aku akan bebas dari sini.

Begitu indahnya sunyi melahapku hingga kutak sadar, bahwa semua ini hanya ilusi. Lalu kukembali dalam pilihan dan dihadapkan pada satu kondisi.

Tak kukenali, begitu asing.

Tak bercahaya, begitu gelap.

Tak berpenghuni, begitu dingin.

Tak bersuara, begitu sepi.

Aku menghela napas dan diam dalam alunan melodi yang kubalas sepenuh hati.

Aku, mati.

Aku ini sudah mati.

Aku terjebak.

A-aku tak mau mati.

Aku ... tolong aku.

Cahaya ini, merenggutku.

Bebaskan aku ....

Kumohon.

"Tolong aku dan jangan peduli."

Hole of Universe || AwakeningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang