Mata gadis ber pipi tembam itu perlahan mulai terbuka dan yang pertama ia lihat adalah ruangan yang didominasi oleh cat berwarna putih dan tak lama ia mulai mendengar isakan tangis seseorang.
"Fre." panggil muthe lemas dan memegang kepalanya yang sedikit pusing.
Freya yang mendengar suara muthe berlari menuju ke arah sang kaka dan langsung memeluk tubuh nya dan menangis di pelukan kembaran nya itu.
"Mut udah bangun ko bisa pingsan sihhh" tangis Freya.
"Fre kamu tahu kan kalau aku ini takut dengan darah, saat melihat darah ka gita tadi kepala ku mendadak pusing." jelas muthe.
Freya masih setia memeluk tubuh milik muthe lalu saat ia melihat shani masuk keruangan muthe diikuti oleh sang papa ia langsung berlari menuju sang mama.
Shani mengusap-usap pelan bahu freya yang bergerak hebat. Dari mereka berempat Freya lah yang paling tidak tega melihat orang yang ia sayangi terluka sedikit pun.
Sedangkan gracio berjalan kearah ranjang putri ke 3 nya.
"Bagaimana keadaan ka gita pa?" Tanya muthe lemah
Gracio tersenyum singkat pada nya, tapi ia tahu senyuman itu palsu.
"Kaka mu baik-baik saja." ucap gracio.
"Papa jangan bohong!!! Bilang ke aku gimana keadaan ka gitaaa!!!!!!" teriak muthe.
Shani membawa freya keluar dari ruangan muthe dan memilih duduk di bangku besi di lorong rumah sakit itu.
Sedangkan didalam ruangan muthe, muthe mulai menangis saat gracio tak kunjung memberitahu kondisi gita padanya.
Muthe yang keras kepala memilih turun dari ranjang rumah sakit itu dan berniat ingin keluar menuju ruangan gita tapi belum beberapa langkah berjalan, ia jatuh.
Gracio membantu ia untuk duduk disofa dan memeluk tubuh anaknya itu.
"Kaka mu kekurangan banyak darah tapi itu sudah berlalu dan sekarang kita hanya menunggu kaka mu sadar dari masa kritis nya." jelas gracio.
"Ja-jadi ka gita belum juga sadar??!!!" Ucap muthe sambil terus menangis di tambah anggukan dari sang papa membuatnya tak kunjung meredakan tangisnya.
Ia terus menangis di pelukan sang papa.
"Aku pengen ketemu ka gita sekarang paaaaaa!!!"
Gracio yang hanya bisa menuruti putri nya itu lalu mengajak muthe menuju ruangan dimana gita berada.
Muthe berdiri didepan sebuah kaca besar yang mana ia bisa melihat Gita dengan jelas.
Muthe menggigit bibir bawahnya agar air matanya tak keluar karena adiknya freya berada didekat nya.
"Ka gitaaa kapan bangunnn" tangis Freya sedari tadi.
Dari kaca pembatas itu, mereka bisa melihat gita dengan wajah pucat nya tertidur lemah dengan perban yang membalut kepala dan beberapa selang darah yang masuk ke dalam tubuhnya.
"Mama mohon jangan menangis lagi." ucap shani sambil menghapus air mata freya.
Kini freya dan muthe duduk dibangku besi sambil memeluk tubuh orangtua mereka. Freya yang memeluk shani dan muthe yang memeluk tubuh gracio.
Tak berselang lama datang seorang pria dengan setelan jas yang rapi dan kacamata hitam yang ia kenakan.
"Tuan saya sudah mengerjakan apa yang anda suruh, apa mau saya bacakan tuan?" tanya nya pada gracio dan di balas anggukan oleh nya.
"Nona gita jatuh dari lantai dua disekolah karena didorong oleh teman nya sendiri. Ternyata, sehari sebelum kejadian nona gita datang ketaman bersama dengan nona eli. Nona gita ingin menemui teman nya tapi nona eli sedikit bertengkar dengan teman nona gita. Sampai akhirnya nona eli memberitahu pada teman nona gita bahwa ia adalah kakak nona gita. Keesokan harinya, kabar kalau nona gita, muthe dan freya yang memiliki kakak yang
cacat mulai tersebar disekolah dan
itu membuat mereka menjadi korban bully." jelas nya.Sontak gracio dan shani menatap pada anak kembarnya itu.
"Mut apa itu benar? Apa benar kamu juga dibully." tanya sang papa.
Muthe tidak menjawab tapi dia mengangkat lengan baju seragam sekolah nya dan Gracio bisa melihat ada luka memar ditangan anaknya itu.
Sedangkan shani mencoba untuk bertanya pada freya tapi freya menjawab sedikit pun dan saat shani memegang pipi freya, ia bisa merasakan tubuh freya yang sangat panas.
"Sayang apa kamu demam?" tanya shani mencoba untuk mengecek tubuh freya.
"Ja jangan sakit free maafin kaka yang ngga bisa bela kamu dan jaga kamu dari mereka......" tangis muthe saat shani dibantu oleh dokter membawa freya ke salah satu ruangan untuk ditangani.
"Mut apa maksud mu?" tanya gracio.
"Tadi pas freya mau ke toilet muthe ngga mau nemenin dia trus pas aku susul ke kamar mandi badan freya udah basah kuyup dan badan freya juga dingin waktu itu pah...... Maafin muthe lalai jada freyaa" tangis muthe.
Gracio mencoba untuk menahan emosi saat ketiga putri menjadi korban bully hanya karena anak sulung nya itu.
Mata gracio yang awalnya fokus pada pintu ruangan gita, sekarang mengarah pada gadis cantik dengan tongkat nya berjalan ke arahnya.
"Untuk apa kau datang ke sini!!!" ucap gracio cukup keras.
"Maaf tuan, tapi nona eli memaksa untuk ke sini saat mendengar nona Gita masuk rumah sakit." jelas bi yanti
Gracio perlahan melepaskan pelukannya dengan muthe dan berjalan mendekati eli yang hanya bisa diam.
"Pah..., bagaimana keadaan git...." ucapan nya terpotong saat gracio berteriak tepat didepan wajahnya.
"TIDAK ADA GUNANYA KAU BERTANYA!!! GITAAA KOMA KARENA DIRIMU DAN FREYA SEKARANG DEMAM TINGGI KARENA KAU ANAK SIALAN!!!" marah gracio.
Eli yang mendengar kata-kata papanya yang berhasil membuat hati nya hancur hanya bisa menangis sambil memang kuat tongkat nya.
"Pa maaf kan e eli" ucap eli.
"TIDAK ADA GUNANYA KAU MINTA MAAF!!!" tegas gracio lalu mendorong kasar tubuh anak sulungnya .
Eli jatuh kebelakang dan kepalanya membentur kuat bangku besi itu. Eli memegang kepala nya yang terasa ingin pecah karena benturan kuat itu.
"Apa itu sakit? Aku akan membuat mu merasakan rasa sakit itu untuk selamanya nya!!!" marah gracio lalu menendang tubuh eli.
Eli hanya bisa meringis saat papa nya menendang tubuhnya. Tak berselang lama bi yanti membantu eli untuk berdiri tapi elu tak kuat walaupun itu hanya untuk sekedar berdiri.
"Paaa...... Apa salah elii...... Kenapa eli selalu saja salah.... Apa lahirnya eli juga kesalahan terbesar kaliannn....." Tangis eli
Bi yanti langsung memeluk tubuh eli yang sudah bergetar hebat.
"Tuan sudah pergi nona." kata bi yanti.
Eli langsung memeluk kuat bi yanti saat mendengar papanya yang sudah pergi meninggalkan ia begitu saja. "Nona kepala mu berdarah." panik bi yanti saat darah kental eli mengalir keluar dari kepalanya.
"Bibi akan beritahu tuan dulu."
Bi yanti ingin berlari menyusul gracio tapi eli menahan tangan bi yanti dan meminta untuk pulang dan membiarkan kepala terluka.
"Percuma, percuma jika bi yanti kesana dan beritahu pada mereka kalau aku terluka. Mereka tidak akan peduli karena hadir nya eli adalah kesalahan terbesar mereka."
Eli berjalan pelan dibantu bi yanti menuju rumahnya, mengabaikan kepala yang terluka cukup parah tapi eli tidak tahu akibatnya dimasa yang akan datang jika membiarkan kepala nya terluka. Itu bisa mengakibatkan
hal yang sangat fatal.Ia berharap jika ia adalah kesalahan dan sial biarkan tuhan mengambil kesialan dalam keluarganya yang berupa dia secepatnya.
Jangan lupa vote dan komen!
Disclaimer ini cerita adaptasi dari cerita yang aku baca di tahun 2021
Jadi maaf kalo ada banyak kesamaan dalam hal penulisan
KAMU SEDANG MEMBACA
Atma yang Lengkara
Short Story"GA GUNA TAU NGGA PUNYA KAKA BEGINI!" "KENAPA LO HARUS HIDUP SI KA??" "Kalo bisa milih aku ga mau lahir dan hidup begini" *Adaptasi dari cerita wp yang pernah ku baca di tahun 2021