1. Seoson of Snow

23 3 0
                                    

SALJU putih mulai membasahi tubuh mungil Hayoon. Gadis kecil berusia tujuh tahun yang tengah bermain bersama kakaknya. Keluarganya baru saja pindah ke perumahan di pinggiran kota Seoul. Hari itu, tanpa sengaja Hayoon melihat sosok anak kecil yang terdiam mengintip di balik gerbang pintu masuk rumahnya. Tanpa berpikir panjang Hayoon pun menghampiri anak kecil itu, tapi anak yang dihampiri justru berlari meninggalkannya seolah ketakutan.

“Hayoon-ah! Kau sedang apa?”

Hajun, kakak laki-laki Hayoon ikut berlari ketika melihat adiknya secara tiba-tiba meninggalkan permainan mereka. Hayoon menunjuk anak kecil yang berlari membelakangi mereka. Hajun mengikuti arah tunjuk Hayoon, lalu menarik tangan adiknya untuk kembali masuk ke dalam. “Biarkan saja,” katanya. Namun, Hayoon masih bergeming di tempatnya.

“Wajahnya terluka,” gumam Hayoon sambil memandangi jejak kepergian anak itu.

-oOo-

Pagi hari sesaat sebelum Hayoon pergi untuk bersekolah, dia melihat anak kecil kemarin itu lewat di depan rumahnya dengan tas mungil di pundaknya. Hayoon tersenyum senang dan langsung menghampirinya—meninggalkan orangtuanya yang tengah memanasi mobil. Anak itu terkejut ketika mendapati Hayoon telah berada di depannya. Hayoon mengulurkan tangannya.

“Hai! Namaku Hayoon. Kalau namamu siapa?”

Anak itu menunduk—tak berani menatap Hayoon, “Kang Hyuntae,” lirihnya.

“Siapa?” Hayoon mendekatkan telinganya di wajah Hyuntae, membuatnya memundurkan langkah sedikit.

Dia kembali berbisik hal yang sama. Namun, lagi-lagi Hayoon tak begitu mendengar suaranya. “Yoonjae? Byuntae? Aku tak bisa mendengar suaramu!” kesal Hayooon.

“Hyuntae! Kang Hyuntae!!” Kali ini Hyuntae mengeraskan suaranya, sampai membuat orangtua dan kakak Hayoon menoleh ke arah keduanya. Menyadari telah menimbulkan keributan, Hyuntae pun panik dan kembali menunduk. Sementara Hayoon justru tertawa melihat tingkah Hyuntae.

“Lucunya,” gumam Hayoon yang membuat Hyuntae merengut seketika. Hyuntae tidak suka disebut begitu.

“Mau berangkat bersama?” ajak Hayoon sambil mengulurkan tangannya. Hyuntae menggeleng, tapi Hayoon tak menghiraukannya dan menarik tangan Hyuntae.

“Aku tidak mau!” sela Hyuntae.

“Kita naik itu,” Hayoon menunjuk mobil yang akan ditumpanginya. Hyuntae terdiam takjub. Dia belum pernah merasakan naik mobil keluarga seperti ini. Jadi dengan berbekal rasa penasarannya, Hyuntae menuruti permintaan Hayoon.

Eomma!! Aku mengajak Hyuntae untuk berangkat bersama hari ini! Boleh, kan?” tanya Hayoon ketika sampai di hadapan orangtuanya.

Daebak! Kau sudah mendapat teman baru hari ini Hayoon-ah?”ujar Ayah Hayoon ketika mendapati putrinya telah membawa anak seusianya. Hyuntae yang ketakutan hanya bisa terdiam ketika berada di antara keluarga Hayoon.

“Benar!! Dia bersekolah di taman kanak-kanak dekat sekolahku dan Oppa,” Hayoon menjawab dengan riang.

“Lalu apakah selama ini kau berjalan kaki ke sana, Nak?” Ibu Hayoon bertanya pada Hyuntae. Hyuntae mengangguk pelan. Seketika ibu Hayoon langsung menutup mulutnya. “Apa kamu tidak lelah? jarak itu cukup jauh jika ditempuh dengan jalan kaki. Lalu di mana orangtuamu—” Ayah Hayoon menyikut istrinya yang tidak tahu situasi. Dari penampilannya mulai terlihat bagaimana kehidupan anak itu dan keluarganya. Memar di wajahnya yang entah disebabkan oleh jatuh ataupun kekerasan. Bahkan tangan dan kakinya yang penuh luka gores. Semua itu sudah cukup menggambarkan betapa keras kehidupan yang anak itu alami.

𝙇𝙄𝙈𝘽𝙊 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang