HYUNTAE baru pulang dari sekolahnya ketika ia mendapati ayahnya yang sudah terkapar tak berdaya di ruang tamu. Beberapa botol soju memenuhi meja dan juga lantai sekitarnya. Anak itu menghela napas panjang, lantas melengang pergi memasuki kamarnya.
"Sudah pulang?" Suara serak Ayahnya menyapa gendang telinganya. Hyuntae menoleh. Ayahnya berusaha duduk dengan tubuh yang tak seimbang.
"Apa kau akan terus menyia-nyiakan hidupmu seperti ini?" bentak Hyuntae.
Sejak dulu, ia tak pernah melihat kehidupan ayahnya dengan benar. Setiap waktu, ia pasti menemukan ayahnya terkapar tak berdaya dengan setumpuk botol minuman di sekelilingnya. Jika tidak seperti itu, ayahnya pasti telah menghilang entah kemana lantas kembali lagi di malam hari dengan tubuh penuh lebam.
Awalnya Hyuntae selalu bertanya-tanya tentang alasan kenapa ayahnya hanya membawa lebam setiap kali pulang. Namun, lambat laun Hyuntae mulai paham dari mana asalnya luka lebam itu.
Suatu malam seseorang menggedor rumah Hyuntae sangat keras sampai dirinya yang saat itu masih berusia lima tahun terbangun. Orang-orang itu datang dengan membawa kayu dan beberapa senjata tumpul lainnya. Saat itu untuk pertama kalinya Hyuntae melihat raut wajah ayahnya berubah. Ayahnya meminta Hyuntae untuk bersembunyi di dalam lemari. Hyuntae kecil yang saat itu ketakutan menuruti perintah ayahnya. Namun, semua usahanya untuk bersembunyi sia-sia. Setelah terdengar beberapa suara hantaman benda pukul dan suara ayahnya yang terbatuk. Pintu lemari dibuka. Salah seorang di antara mereka menyeret Hyuntae dan membawanya ke hadapan ayahnya. Menjadikannya jaminan agar ayahnya segera melunasi hutangnya.
Saat itu, untuk pertama kalinya juga Hyuntae melihat ayahnya begitu tak berdaya dan berlutut di hadapan orang-orang yang menyeretnya. Ayahnya memohon agar orang-orang itu melepaskan Hyuntae dan berjanji akan segera melunasi hutangnya.
"Memangnya seberapa besar hutang yang Appa punya sampai Appa memohon sebegitunya?" Itulah yang Hyuntae pikirkan waktu itu.
Kemudian setelah beberapa jam ayah memohon dan dipukuli, orang-orang itu pun terbahak dan melepaskan Hyuntae. Ayahnya melihat luka gores dan lebam di tubuh Hyuntae. Luka-luka itu bukan Hyuntae dapat dari pukulan mereka, melainkan saat ia tak sengaja terbentur dan tergores benda ketika pertikaian itu terjadi dan dirinya diseret ke sini.
Ayahnya hanya diam memandangi luka di tubuh Hyuntae lalu keluar. Tengah malam, Hyuntae terbangun saat ayahnya memberikan beberapa salep pada lukanya. Dari kejadian itu Hyuntae pun membuat kesimpulan bahwa ayahnya bukanlah orang jahat. Jadi sejak saat itu pula ia bertekad untuk tak meninggalkan ayahnya apapun yang terjadi.
"Haishh! Anak ini! Apa kau sudah merasa lebih pintar dari orangtuamu?" Suara serak ayahnya kembali menyadarkan Hyuntae dari lamunannya. Ayahnya sudah berada tepat di depannya.
"Appa!! Mau kemana?!" teriak Hyuntae saat melihat ayahnya membuka pintu. Hyuntae bergegas menghadang jalannya.
"Sialan!! Minggir kau anak sialan!!" Ayahnya mendorong Hyuntae untuk menyingkir dari jalannya, tapi Hyuntae justru mendorong ayahnya agar kembali masuk ke dalam.
"Appa!! Kumohon kendalikan dirimu.. Jangan seperti ini!!" Hyuntae mendorong ayahnya sampai kembali rebah di kasur lantainya.
"Hei!!" Ayahnya kembali membentak sebelum akhirnya memberikan tamparan keras pada pipi kiri Hyuntae. Kejadiannya begitu cepat sampai membuat Hyuntae mematung beberapa saat.
"Lagi," gumamnya. Kemudian Hyuntae kembali memandangi ayahnya yang telah terpejam. Ayahnya masih bergumam tak jelas. Hanya satu kalimat yang Hyuntae tangkap.
"Anak nakal harus diberi pelajaran."
Setelah bergumam panjang, ayahnya mulai terlelap. Hyuntae memejamkan mata, kemudian menghela napas panjang. Entah sudah ke berapa kali ayahnya menamparnya. Hyuntae tak tahu. Terakhir kali ia menghitung beberapa tahun lalu sudah sampai pada angka dua puluh. Setelah itu, ia tak berani lagi menghitungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙇𝙄𝙈𝘽𝙊
Fiksi Penggemar"Apa Noona tahu hal yang lebih menyesakkan dibanding bertepuk sebelah tangan? Rasa kita sama. Namun semesta tak menghendaki kita untuk bersama." ~𝓚𝓪𝓷𝓰 𝓗𝔂𝓾𝓷𝓽𝓪𝓮 ~ Hayoon dan Hyuntae bertemu di usia mereka yang masih sangat muda. Keduanya te...