Koko yang cemburuan

63 14 0
                                    

"Ji, si Jeri udah nunggu Lo itu."

Refleks pandangan Jihan menengok ke pintu, menemukan pacarnya berdiri membelakangi kelas. "Iya, Mon. Ini gue juga udah siap. Btw, besok jadinya ke mana? Terus perginya gimana, jumpa di tempat atau kita pergi bareng?" Jihan baru saja selesai menyimpan buku-bukunya ke dalam tas. Dia duduk sebangku dengan Mona tepat di depan Ocha serta Indry.

"Gak tau gue, Ji. Lo tanya Ocha coba."

"Eh, kenapa sis?" Kerasnya suara Mona membuat Ocha pun lantas menyahut sebutan tadi.

"Si Jihan nanya soal besok, Cha."

"Oh, masih bingung gue. Besok ajalah kita bahas, rencananya 'kan pulang sekolah."

"Iya, sih. Gue pulang duluan deh kalo gitu. Bye ya semua."

"Eh, Ji. Entar sore gue telpon Lo, ya. Ada yang mau gue ceritain."

"Dasar Lo emang! Kebiasaan banget. Tadi kita senggang Lo malah gak ada ngomong apa-apa, Mon."

"Ya maaf, sis. Kelupaan guenya."

"Terserah Lo dah. Gue cabut, ya. Kasian laki gue."

"Iya deh yang bucin."

"Emang! Bodo amat. Namanya juga cinta." Mona senyum-senyum tipis mendengar celotehan sahabatnya itu. Love language di antara Jihan dan Jeriko entah kenapa kerap membuatnya menggeleng-geleng takjub. Keduanya mesra. Namun, tidak berlebihan untuk dikatakan sebagai spirit pasangan muda.

-----

Mereka berjalan beriringan dengan Jeriko turut membawa ransel Jihan di pundaknya. "Lapar kamu, Yang?"

"Kedengeran ya bunyinya?"

"Ya iya, aku 'kan di samping kamu. Geruduk gitu perutnya."

"Maaf ya, Yang. Gak tau ni perut, cepet banget lapernya. Padahal setengah jam lagi bisa nyampe rumah."

"Kita mampir ke pecel ayam di seberang dulu mau gak? Jangan ditahan gitu. Di rumah kamu makan lagi aja kalo belum kenyang."

"Ngaco kamu, ah! Memangnya sapi gelonggongan, dikasih makan terus?!"

"Gak gitu, sayang. Biasanya kamu suka gak enak 'kan sama si mba karena udah cape-cape masak." Jihan mengangguk pelan disusul embusan napasnya mengudara ringan. "Berhubung kamunya udah laper, gak perlu ditahan. Jadi penyakit yang ada.  Mau, ya? Kita ke mas-mas pecel ayam dulu."

"Terus, masakan si mba?"

"Aku yang makan nanti."

"Janji ya, Yang?"

"Apa sih?! Gak percayaan banget sama pacarnya, gak pernah ingkar tuh kalo buat kamu."

"Iya, iya. Aku cuma pastiin doang kok, malah dimarahin kamu."

"Manyun-manyun segala, sangat tidak ramah bibirnya. Bintang setengah ... baca situasi lah, Yang. Mancing aku gak di sini juga, entar berabe di kita gara-gara aku kelepasan."

"Ih, nakal!"

"Aish! Sakit, YANG! Kamu cubit pinggang aku kayak pake tang. Nyerinya ke tulang."

"Salah kamu! Jangan genit makanya!"

"Iya, iya. Aku yang salah. Maafin Koko-nya ya, Ji."

"Nyebelin!" Jeriko gemas bukan main akan tingkah manja pacarnya ini. Walau muka cemberut dan nada bicara kentara merajuk, Jihan tetap merangkul lengan Jeriko erat-erat. Tak ayal kelakuannya menjadi hiburan tersendiri bagi pemuda itu.

Mereka berjalan ke area parkir. Untungnya saat ini sebagian siswa sudah berpulangan. Halaman parkir motor pun kelihatan sedikit lapang, memudahkan Jeriko untuk mengeluarkan motornya dari barisan. "Pegang helmnya, Yang," kata si pemuda seraya memberikan barang tersebut ke tangan Jihan. "Ayo! Hadap samping aja duduknya."

Lovebirds Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang