Perpisahan mengejutkan

71 16 0
                                    

Kelas IPA 1 tampak teratur kendati sedang tidak ada guru yang mengajar. Di barisan meja Jihan dan teman-teman sefrekuensinya berlangsung bincang-bincang sederhana. Mereka berempat dengan kepribadian dan penampilan berbeda-beda, tak ada yang serupa namun mereka berkumpul dalam sebentuk ikatan solid.

Tidak ada yang semena-mena, mereka bergabung layaknya pertemanan lurus pada umumnya. Berbagi hal-hal menarik serta bertukar cerita. Hingga sekarang keempatnya merasakan apa itu kesetiaan dan ikatan kuat dari persahabatan.

"Ocha, Lo udah ngomong ke Jiji soal pindahan itu?"

Mendengar namanya disebut, Jihan sontak melirik ke salah satu temannya di situ. "Pindahan apa maksudnya, Mon? Ocha mau pindah?" Yang ditanya  praktis mengangguk beriringan luapan napasnya mengudara halus. "Loh, kok gak bilang-bilang?" Dua temannya selain si empu mengangkat bahu sepintas. "Cuma gue yang gak tau, Cha?"

"Mona sama Indry juga baru tau kemarin kok, Ji. Lo 'kan gak pulang bareng kita. Jadi, tinggal Lo yang belum tau."

"Ya ampun, Cha. Ini sebenarnya kenapa, sih? Ada yang bisa cerita ke gue gak?"

"Lo tenang dulu, Ji. Ini juga Ocha mau spil ke kita bertiga." Indry menengahi situasi, selain dia pun cukup penasaran akan alasan kepindahan sahabat mereka.

"Biarin gue ngomong dulu, ya. Jangan ada yang nyela! Agak panjang nih drama soalnya. Pusing gue—jadi, bokap gue tuh abis ketipu. Ada oknum yang bawa kabur duit bokap. Gue gak bisa bilang nominal pasnya, tapi emang banyak. Ratusan juta raib tanpa jejak." Indry hampir memotong jika Mona tidak sigap menahannya. "Ya, Lo tau sendiri 'kan sekarang musimnya tanam saham bodong. Si oknum kek yang pinter banget bernarasi supaya calon mangsanya, contoh bokap gue masuk ke perangkap mereka. Gue juga gak nyangka ini bakal kejadian. Waktu gue tanya Nyokap, ngakunya dih udah bikin surat perjanjian. Hitam di atas putih, pake materai lagi. Eh, bangsatnya si oknum malah memanipulasi laporan bisnis yang disepakati. Katanya kerugian disebabkan bahan baku mengalami kerusakan tidak terduga. Selama dua bulan komunikasi lancar. Di situ bokap dan nyokap gue masih percaya, berusaha tetap positif thinking. Apalagi bagi hasil udah pernah diterima dua kali. Mereka gak memperhitungkan yang ke tiga kalinya bakal apes." Kini berat beban tersebut terlepas dari belah bibirnya, Ocha mendesah keras.

"Udah boleh ngomong gak nih?" Jihan menginterupsi. Tidak tahan lebih lama untuk menunda tanggapannya. Begitu Ocha mengangguk lamban, dia kembali berkata, "Keluarga Lo udah lapor polisi?"

"Percuma sih, Ji. Barang bukti yang tertinggal justru menyudutkan posisi bokap. Surat perjanjiannya disetujui kedua belah pihak. Salah satu poinnya juga menyangkut kerugian yang dijabarkan si oknum. Polisi menganggapnya sebagai ya bisnis yang lagi buntung aja. Banyak juga 'kan kasus-kasus begini di luar penipuan?"

"Terus, kenapa keluarga Lo harus pindah?"

"Bokap butuh suasana tenang untuk menjaga kewarasannya, Ji. Lo tau 'kan keluarga gue gak sesejahtera kalian? Kita makan cuma dari bisnis bokap. Gimana mau lanjut kalo uang yang tadinya diharapkan bisa berputar terus udah lenyap."

"Tapi, bokap Lo gak kenapa-kenapa 'kan?"

"Syukurnya enggak. Sempat shock, darah tingginya naik dan kepaksa dibawa ke UGD gara-gara gak bisa bangun."

"Cha, gue gak tau mesti ngomong apa sama Lo. Dari lubuk hati gue, gue turut prihatin. Semoga masalah keluarga Lo cepat selesai ya, Cha. Gue sedih banget dengar berita kek begini. Gue gak mau nangis, takutnya nambah pikiran Lo." Jihan mengutarakan kejujurannya dengan raut cemas kentara pun kedua gadis lainnya.

"Aduh, jangan pasang muka begitu dong. Gak kuat gue. Dua tahun bareng lo bertiga, gak nyangka gue pergi dengan cara memalukan ini." Namun, Ocha akhirnya meluruh juga. Kekecewaannya turun sembari dia memaksakan sudut-sudut bibirnya merenggang. Air mata diseka lekas-lekas, "Jangan lupain gue ya, guys. Gue beneran sayang sama Lo bertiga."

"Memangnya keluarga Lo pindah ke mana sih, Cha?"

"Surabaya, Mon. Kampung kakek gue. Beliau ada tambak di sana dan hasilnya lumayan setiap kali masa panen. Bokap ditawarin buat bantu handle sekalian pelan-pelan memperluas lahan. Setidaknya kegiatan itu bisa mengalihkan pikiran bokap gue dari masalah ini."

"Kita masih bisa ketemu 'kan, Cha?"

"Mau banget gue tetap ketemu kalian. Kalau gue mampu, kita buat janji ya. Gue gak mau dilupakan sama kalian."

"Enggak, Cha. Gak ada dari kita yang bakal lupa ke Elo. Lo juga jangan putus komunikasi ke kita-kita."

"Iya, In. Gue akan berusaha menjaga pertemanan kita."

Mereka berempat saling menggenggam, berbagi gulana serupa. "Entar sore mau jalan gak?" Dalam sekejap kesedihan itu sirna, berganti antusias selayaknya para remaja yang kerap haus mencicipi beragam hiburan menyenangkan.

-----

"Yang, kamu ada masalah? Bete banget mukanya." Celetukan sekian terungkai saat Jeriko mendapati pacarnya betah melamun seraya mengunyah keripik singkong. Sementara, dia yang tengah berbaring di paha Jihan cukup puas menampung remah-remahnya. "Sayang ..."

"Hem."

"Aku tanya, kok malah hem doang?!"

"Haah! Aku bingung, Ko. Ocha mendadak mau pindah ke luar kota. Kamu tahu sendiri kita udah dua tahun temenan dan gak pernah berselisih."

"Kenapa pindah? Bukannya dia termasuk siswa berprestasi juga?"

"Keluarganya abis kena musibah, terus mereka setuju buat pindah ke Surabaya."

"Ocha dipaksa ikut?"

"Dia gak kepaksa. Memang murni demi kebaikan keluarga mereka."

"Kamu dan yang lain gak buat pesta perpisahan, Yang?"

"Gak tau sih, Yang. Pembicaraan kita belum sampe ke sana. Eh, tapi sore ini kita janjian pergi bareng."

"Ketemu di mana? Mau aku antar?"

"Aku tanya mereka dulu ya, Yang. Kali aja mereka rencana berangkat bareng. Aku pasti teks kamu."

"Masih mikirin Ocha gak?"

"Ya masihlah."

"Aku tersingkirkan nih? Cuma dapet remah-remah keripik kamu."

"Hah?!"

"Iya. Abis baju aku semuanya, Yang. Untung gak masuk ke mata, kelilipan aku."

"Yah, baju kamu Yang." Jihan menepikan bungkus keripiknya, berlanjut menepuk-nepuk baju Jeriko yang terkena serpihan keripik di bagian dadanya. "Maaf, Yang." Usai semua serpihan itu menghilang dari seragam Jeriko, si pemuda lantas mendudukkan dirinya. Dia mengambil bungkusan keripik Jihan dan memakannya.

"Besok ikut aku latihan futsal 'kan?"

"Iya."

"Jangan dekat-dekat Nolan,ya!"

"Oh, oke."

"Dia naksir kamu. Aku udah pernah bilang ke dia untuk berhenti gangguin kamu. Tapi, dia malah senyum kurang ajar ke aku."

"Aku ngobrol sama dia cuma karena gak enak nolaknya, Yang. Aku pikir itu cara aku menghargai siapapun yang berniat berteman." Jihan menjawab seadanya, memperhatikan Jeriko melahap keripik singkongnya tadi dalam suapan-suapan ganda. Apapun suasana hati pacarnya itu tidak akan memengaruhi nafsu makannya.

"Niat Nolan lebih dari itu. Dia ngaku udah suka kamu semenjak kelas 1. Artinya rasa suka dia sebanding lamanya dengan rasa suka aku ke kamu. Kamu hati-hati, ya. Nolan itu gak jahat. Tapi, justru ini yang aku takutkan. Banyak cewek-cewek di sekolah kita ngejar-ngejar dia dan dia justru stuck di kamu."



Lovebirds Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang