Adik dan abang dan sekilas obrolan berkasih

39 10 0
                                    

Tama masuk usai mengucapkan salam. Sepatu sport dijinjing untuk ditaruh di rak khusus yang merapat ke dinding sebelah kiri. Suasana di rumah kelihatan sepi seperti biasanya. Dia lantas mengayun langkah tenang ke dapur, mendapatkan senyum bersahaja dari Mba Nonik yang sedang bersih-bersih.

"Mas Tama udah pulang? Mau Mba siapin es teh, ndak?"

"Gak usah Mba. Gue masih kenyang. Tadi makan bekal bareng Anggi. Terus di jalan pulang sempat mampir ke Richeese. Ini gue bawain ayam pedas manisnya. Mba Nonik suka 'kan?"

"Eh, aduh Mas. Si Mba jadi ndak enak dijajanin terus."

"Gpp kok Mba. Ini gue sengaja beli banyak buat si adek sekalian. Udah balik 'kan dia Mba?" Tama meletakkan sekotak paket ayam goreng ke meja, disambut semringah oleh Mba Nonik.

"Nggih, Mas. Mba Jiji ada di kamarnya."

"Di makan ya Mba ayamnya."

"Matur suwun, Mas-e." Tama mengangguk berikut seringai tipis di bibirnya. Begitu Mba Nonik mengambil ayam goreng pemberiannya, dia lantas beringsut ke kamar Jihan, menaiki cepat anak tangga sambil meninting kotak ayam goreng yang satunya. "Dek—" tegurnya seiring mengetuk daun pintu secara konstan.

"Hn ..." Meski yang dituju sekadar bergumam, Tama tak perlu jeda untuk menyelonong ke kamar adiknya ini.

"Nih! seru Tama lagi jangka bungkusan ayam goreng turun di nakas di sebelah Jihan. "Ngapain?"

"Tadi dapat tugas dari guru biologi buat baca materi." Pertanyaan abangnya dijawab lugas tanpa mengalihkan fokusnya dari halaman buku.

"Gak dimakan ayamnya?"

"Nanti Adek makan. Masih kenyang banget soalnya."

"Tumben kamu nolak ayam goreng, Dek."

"Yee, siapa yang nolak? Abang gak denger omongan Adek? Adek makannya nanti kalo udah laper lagi."

"Abis makan apa sih? Dari siang ke jam segini mah harusnya lempeng tuh perut, Dek. Awas aja ya kalo gak dimakan!"

"Iya, Bang! Iya! Gak percayaan amat ma adeknya." Jihan melirik kesal. Bibirnya refleks maju tak ubahnya paruh bebek, menggemaskan sekali. Di depannya Tama justru cekikikan. Pemuda ini tidak akan pernah bosan untuk menjahili si adik kesayangan.

"Dih, gak mau dijawab nih pertanyaan Abang? Adek abis makan apa sampe kenyangnya awet begitu?"

"Koko ngajakin Adek makan pecel ayam di seberang sekolah. Karena laper, Adek sampe nambah ayam gorengnya. Nasinya buat Koko. Ya udah, kita berdua jadi sama-sama kekenyangan."

"Dasar, maniak ayam goreng!"

"Abang, ih! Sakit hidung Adek, kenceng banget nariknya." Lagi, gerutuan sekian terdengar lucu lengkap rona semula. Jihan yang ekspresif selalu bisa membuat orang-orang sekitarnya jatuh cinta. Maka dari itu gadis cantik ini sungguh disayang oleh ayah, abang dan orang-orang terdekatnya.

"Travel edukasinya gimana, Dek? Udah ditentuin ke mana tujuannya?"

"Udah kok, guru-guru sepakat pilih pegunungan." Tama merebahkan badan di sebelah Jihan bertumpu pada kedua lengannya sendiri.

"Dek,"

"Hn ..."

"Jaga diri selama di sana. Jangan jauh-jauh dari teman atau Jeri. Abang khawatir, Dek. Kalo di kampus lagi gak banyak tugas, Abang pasti nyusul ke sana. Masalahnya ini menuju semester akhir. Abang gak bisa lengah. Janji ya sama Abang?"

"Abang kenapa? Ngomongnya persis ayah tau gak?!"

"Namanya juga cemas. Abang takut terjadi apa-apa sama Adek." Sejemang Jihan memperhatikan abangnya ketika Tama tengah menatap datar langit-langit kamar, entah menutupi apa dalam nalarnya.

"Abang keinget kejadian itu, ya?" Tama menengok kepadanya, mengangguk lambat bertepatan Jihan mendesahkan kelesahnya cukup panjang. "Waktu itu Adek masih kecil, masih belum ngerti bahaya. Adek janji bakal hati-hati dan gak semberono lagi."

"Semisal ada apa-apa langsung telpon abang, ya." Kali ini Jihan yang mengangguk pasti, menyertakan senyuman manis untuk menenangkan kegelisahan abangnya. Dia punya rasa sayang yang sama terhadap saudara satu-satunya tersebut.

"Eh, Dek ... ada yang mau Abang bilang."

"Apa?" Wajah mereka tak lagi memperlihatkan kegundahan, masing-masing berhasil menyingkirkan ketakutan sesaat itu.

"Sebenarnya Anggi yang mau ngomong. Cuma Abang takut dia ngulur-ngulur dan ujungnya lupa. Biar Abang spill seadanya dulu, ya." Jihan hanya mengerjap-ngerjap, menanti perihal yang hendak diungkapkan abangnya ini. "Anggi ada ujian praktik yang perlu menggunakan jasa model. Abang kurang tau spesifiknya gimana. Tapi, dia butuh seseorang untuk bisa mendemonstrasikan keahliannya. Dan dia kepikirannya sama Adek. Kira-kira Adek bisa bantu dia gak? Ya, jangan sampe mengganggu kegiatan sekolah juga. Dia gak maksain sih, walau excited banget pas ngebayangin adek bakal setuju jadi modelnya."

"Ehm ..." Kening Jihan berkerut tajam sebelum menanggapi pengakuan si abang. "Kak Anggi perlunya kapan, Bang?"

"Abang gak yakin, kemungkinan di minggu besok. Seringnya ujian praktik 'kan hampir merata waktu pelaksanannya." Kerutan di dahi Jihan kian dalam, dia sedang mengingat jadwal-jadwal pasti maupun tidak yang barangkali ada dalam seminggu ke depan.

"Kayaknya bisa. Kasian Kak Anggi, Adek gak sanggup nolak, ah. Dianya luar biasa baik gitu ke Adek, masa dimintain tolong sesekali malah gak bisa." Ada kelegaan tak kasat indra, Tama diam-diam mensyukuri ketulusan adik kesayangannya ini.

"Ini kalo Abang sampein ke dia bakal heboh pasti orangnya." Seringai Tama melebar sembari dia bangun untuk mengungsi ke kamarnya dan bebersih. "Ya udah, Abang mau mandi. Kamu lanjut ya belajarnya. Maapin, Abang jadi ganggu jam belajar kamu."

"Enggak kok, Adek memang mau udahan sejak tadi. Cuma nuntasin beberapa paragraf aja supaya gak nanggung. Entar malam dibaca ulang." Tentu Jihan wajib membaca lagi kajian pelajarannya hingga seluruh/sebagian materi betul-betul tersimpan di kepala. Dengan begitu dia pun dapat mempersiapkan diri saat sang guru memaparkan materi itu besok hari.

-----

Koko🐰

Yang, kamu ngapain? Aku boleh mampir gak? Males di rumah. Mami bakalan pulang malam ini, gak mau ketemu dulu.

Jemari Jihan tertahan di permukaan rambutnya dini notifikasi WhatsApp menarik atensinya. Nama pacarnya tercantum di beranda, membuat tangannya sigap menggulir layar.

Me

Kamu gak apa-apa 'kan, Yang? Udah makan belum? Buruan, sini! Jangan ngebut-ngebut tapi.

Koko🐰

Ayang mau dibawain apa? Martabak keju mau?

Me

Gak dulu deh, Yang. Ini ayam goreng richeese dari Abang belum dimakan. Udah gitu, ayah juga bawa gado-gado sama pastel Yang. Belum lagi masakan si Mba.

Koko🐰

Beneran gak mau apa-apa 'kan? Aku langsung ke sana aja ini?

Me

Iya, Koko. Udah ih, lama. Aku belum kelar ngerapiin rambut. Abis ini turun, mau nungguin kamu.

Koko🐰

Omw, ayang 💜

Jihan menaruh gawainya di posisi awal jangka teks terakhir Jeriko telah dia baca. Bibir ranumnya sedikit menyungging, merasakan sikap manis pacarnya walau dari sepenggal bait nan pendek. Dia sangat menyayangi pemuda jangkung tampan yang juga memiliki ketawa lucu seperti kelinci itu.









Lovebirds Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang