Part 1 || Sentuhan Semakin Liar

32.2K 105 5
                                    

Gara-gara kejadian semalam, Bina terbangun cukup siang. Dia langsung berlari ke kamar mandi untuk bersiap-siap berangkat kuliah.

Dia sudah berada di bangku perkuliahan semester tiga. Mendapatkan jadwal pagi pada hari rabu ini.

Bersiap-siap dengan terburu-buru, Bina mengambil baju asal, dan berdandan seadanya. Cewek itu terpaku sejenak di sela kesibukannya pagi ini, mengamati kamar dengan curiga karena semakin hari dalam tidurnya semakin aneh.

Matanya menyusuri sekitar, pintu kamarnya selalu terkunci. Tidak mungkin sosok itu masuk dari sana, kemudian matanya menyorot pintu balkon. Buru-buru Bina mendekat dan mencoba untuk membukanya.

Brak! Brak!

Ternyata tidak bisa.

Pintu itu terkunci, jadi tidak mungkin ada manusia yang bisa memasuki kamarnya hingga membuatnya merasakan hal aneh semalam.

Bina menelan salivanya susah payah, dia kembali menyelesaikan kegiatan berdandannya dengan terburu-buru. Otaknya memikirkan hal mengerikan yang membuatnya ketakutan.

Bagaimana jika ternyata yang mengganggunya makhluk halus? Setan penghuni kamar yang membuat dirinya mati kutu, berbentu menyeramkan jiga penuh darah seraya membelai-belai tubuhnya. Wajahnya yang rusak menyeringai—

"AKHHH ENGGAKKK!" serunya heboh sendiri sembari menggeleng.

Bina takut dengan pemikirannya sendiri.

Sumpah Demi apapun, Bina sangat takut dengan yang namanya setan dan semacamnya. Cewek itu bisa ngompol hanya karena menyebut nama-nama setan yang ada di dunia.

Dia penakut akut.

Buru-buru dia meraih tasnya, sebelum benar-benar keluar dia menyemprotkan parfum terlebih dahulu. Memutar kunci puntu dan membukanya, Bina sempat menoleh menatap seisi kamarnya.

"Mitos! Mitos! Itu hanya mitosss!" serunya meyakinkan diri. Tapi, setelah mengamati cukup lama Bina langsung memekik takut jarena pemikirannya sendiri. "HUAAAA DADDY!"

Gadis itu lari tergopoh-gopoh, menuruni tangga dan menemui sang Daddy yang sudah ada di meja makan.

"Daddy! Daddy! Hah! Hah!"

Napas Bina tidak beraturan, cewek itu berpegangan pada kursi dan menatap sang Daddy yang hanya meliriknnya sekilas.

Tanpa sadar Bina berdecak melihat respon itu, dia menarik kursi dengan bibir mengerucut dan napas yang masih tersengal.

"Dad, di kamarku semakin aneh." adunya mulai mengoleskan selai di rotinya. Mencoba menekan rasa kaku dan takut bersitatap dengan Daddynya itu. Sang Daddy terlalu datar dan dingin membuat Bina sedikit enggan mengajak bicara. Tapi, karena sekarang mereka hanya tinggal berdua karena Mamanya sudah tiada. Bina mau tidak mau mengadu pada Daddynya walaupun selama beberapa hari ini tetap tidak dianggap.

"Aku curiga kalo itu setan, Dad. Tidurku selalu di ganggu, padahal semua pintu aku kunci. Kalau manusia enggak mungkin, gimana coba cara masuknya? Jugaan siapa yang mau ganggu tidur aku kalo semisal dia manusia? Kaya gak punya pekerjaan aja. Aku yakin itu setan—"

"Gak ada yang kaya gitu di dunia ini, kamu hanya mimpi buruk, Bina. Jangan berlebihan." tegas Daddynya menyela, mengelap bibirnya dan beranjak dari kursi meja makan. "Saya berangkat, nanti uang saku kamu akan di transfer."

Bina masih menganga karena ucapannya di sela, dengan roti yang sudah ada di mulutnya. Kemudian cewek itu cemberut, mengunyah pelan ketika melihat Daddynya menjauh.

Bina mendengus, merasa kesal karena tidak di percayai. Juga, kesal karena seolah dia tidak penting.

Sebenarnya Bina anaknya atau bukan, sih? Kenapa saat dia mengadu kepada Daddynya itu tidak pernah ada raut khawatir dari pria itu? Jangankan khawatir, rasa kepo dari topik yang Bina bicarakan saja tidak ada. Wajahnya hanya lempengan-lempeng saja.

DADDY?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang