[V] Individu.

141 14 2
                                    

Aku berdiri di tengah keheningan yang memekakkan di dalam mansion. Udara terasa berat, hampir seperti menahan napasku sendiri. Mataku perlahan beralih ke belakang, menyaksikan pemandangan yang tidak seharusnya ada—tubuh-tubuh para pelayanku tergeletak di lantai, bersimbah darah. Mereka yang dulu selalu sigap dan setia kini tak bergerak. Dan di antara mereka, Sebastien, Pelayan Setiaku, terkapar tepat di dekat kakiku yang kini terasa dingin. Wajah tuanya masih menampilkan senyum kecil, senyum yang tidak menunjukkan penyesalan sedikitpun. Seolah semuanya sudah takdir.

Kenapa… kenapa ini harus terjadi?

Sebuah hologram muncul di depan ku, menghancurkan kesunyian yang menyesakkan.

[Menyedihkan]

[René de Revenhart —tidak, Rina… Kukira kamu masih bisa mengubah takdir— Betapa menyedihkannya dirimu. Aku sudah berkata. Setiap tindakan akan berpengaruh kedalam alur cerita —jadi, setiap keputusan, setiap tindakan akan. Berpengaruh]

Notifikasi sistem itu terasa menusuk, mengolok-olokku dengan nada yang tajam dan dingin. Seperti sedang menertawakan ketidakberdayaanku. Pikiranku berputar dalam kekacauan.

Mengapa aku?

Mengapa ini semua harus terjadi padaku?

Suara di kepalaku semakin keras, semakin kejam. Apakah benar, aku tidak bisa mengubah takdir? Apakah aku hanya boneka yang ditarik oleh benang takdir yang tak bisa dipotong?

Aku.

Menyedihkan!!!

Pikiran itu bergema dalam kepalaku, menelan seluruh keberadaanku. Rasanya seperti jurang tak berdasar yang terus menarikku ke dalam kegelapan. Tubuhku bergetar, bukan karena ketakutan, tetapi karena kemarahan dan keputusasaan. Aku tidak tahu lagi bagaimana caranya keluar dari lingkaran ini—lingkaran takdir yang terus menghantuiku.

---

Aku duduk di dalam kereta kuda, mendengarkan derak roda yang beradu dengan jalan berbatu. Pandanganku terpaku keluar jendela, menatap hutan-hutan liar yang menjulang di kejauhan. Pohon-pohon rimbun tampak seperti sosok diam yang menunggu, seolah mengetahui bahwa tujuanku adalah untuk bertemu dengan Charles.

Di depanku, Sebastien duduk dengan tenang, memegang erat koper berisi dokumen-dokumen yang diminta oleh Charles. Dia, seperti biasanya, tidak pernah bertanya tentang isinya. Kesetiaannya selalu mengagumkan, tak pernah sekalipun menunjukkan rasa ingin tahu yang berlebihan.

"Apakah kita masih jauh, Sebastien?" tanyaku, mencoba memecah kesunyian yang tiba-tiba terasa menyesakkan.

"Tidak, Lady," jawabnya lembut, matanya tetap lurus ke depan.

"Tunggu sedikit lagi —kita akan segera sampai di mansion pribadi Pangeran Charles de Revenhart"

Aku mendengus pelan, sedikit geli dengan formalitas yang digunakan.

“Panggil saja dia Charles,” kataku, lebih kepada diriku sendiri daripada Sebastien. Sebastien hanya mengangguk, tanpa komentar lebih lanjut. Kesunyian kembali menguasai kereta, tetapi kali ini lebih ringan, seiring pikiran-pikiranku berkelana pada pertemuan yang akan datang.

Beberapa menit kemudian, gerakan kereta perlahan melambat, dan suara roda yang beradu dengan jalan berbatu mulai mereda. Aku mengalihkan pandanganku dari jendela, melihat ke depan saat mansion pribadi Charles mulai terlihat. Bangunan besar dan megah itu berdiri di tengah taman yang tertata rapi, dikelilingi oleh pepohonan tinggi yang membuatnya tampak lebih anggun namun sekaligus misterius.

Kereta berhenti sempurna di depan pintu masuk mansion, dan Sebastien turun lebih dulu, membuka pintu kereta untukku dengan penuh hormat. Aku melangkah keluar, udara sejuk menghampiri wajahku, membawa aroma daun dan tanah basah yang segar. Sebastien menyerahkan koper itu ke tanganku, dan aku menggenggamnya erat, seolah koper ini adalah bagian dari diriku sendiri.

Transmigrasi The Cruel Duke's Daughter [GL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang