Mamah Pengen Banget Yah Aku Mati?

41 8 17
                                    

Waktu telah menunjukkan pukul 17:00 wib. Namun, yang ditunggu-tunggu belum tiba juga. Sesekali ia kembali melirik jam yang melingkar ditangannya.

"Cih, pengecut!"

"Gue disini. Lo nyari gue?"

Ia langsung menatap ke sumber suara. Sudut bibirnya ia tarik keatas, membentuk senyuman seringai yang membuat siapapun merinding.

"Datang juga lo." ia turun dari atas mobilnya dan berjalan menghampiri pria itu. "Nama lo Alaric kan?" tanyanya.

"Lo ada urusan apa sama gue? Perasaan gue gak kenal lo,"

Srettt!

Ia menarik kerah baju Alaric. Matanya memerah menahan amarah yang menggebu-gebu. Tangannya sudah siap untuk memukul sang lawan.

"Woy, apa-apaan ini!?"

"LO YANG APA-APAAN ANJIR!"

Brugghh!

Satu bogeman mentah berhasil didapatkan oleh Alaric. Pria itu sedikit tersungkur karena sang lawan memukulnya dengan amat kencang.

"Itu buat lo yang buat adek gue nangis!"

Bruggh!!

"Itu buat lo yang udah selingkuhin adek gue!"

Bruggh!!!

"Itu buat lo yang udah bikin adek gue terluka,"

Bruggh!!!!

"Dan itu buat lo sebagai hadiah terimakasih dari gue!"

Finally! Alaric terjatuh dan tidak bisa bangkit kembali. Ares menyerangnya dengan membabi buta. Bahkan pria itu tidak memberikan celah sedikitpun untuknya membalas.

Srett!

Ares kembali menarik kerah baju Alaric. "Cowok lemah kayak lo gak pantes buat adek gue!"

Bruggh!

Alaric yang sudah berhasil mengumpulkan tenaganya, mulai membalas serangan Ares.

"Oh? Lo mau ribut?"

"Lo pikir gue takut?" Alaric mulai bangkit.

Brugghh!

Brugghh!!

Brughhh!!!

• • •

"Astaga, Bang.. Lo habis ngapain sih sampai bonyok gini? Untung mamah belum pulang!" omelnya.

"Lebay! Orang ini cuma bekas bogem doang," 

"Tetep aja bonyok!" kekehnya.

"Serah lo dah, Cil. Gue gak bakalan menang kalo debat sama lo,"

"Yaudah bentar. Gue ambil p3k dulu,"

Ares mengangguk. Ia membuka handphonenya sembari menunggu sang adik kembali. Ada banyak sekali notifikasi dari rumah sakit, namun yang membuatnya tertarik hanyalah postingan kelas sang adik.

"Lihat apa, Bang? Serius amat," tanya Ale, heran.

"Gue lagi lihat postingan kelas lo. Ternyata ceweknya cakep-cakep yah,"

"Iya dong.. Kenapa? Lo tertarik?"

"Lumayan,"

"Coba sini gue obatin dulu. Ntar gue kenalin temen-temen gue,"

Ares langsung berbalik menghadap sang adik yang sudah siap dengan kapas ditangannya. Perlahan, kapas itu mulai menyentuh luka disudut bibirnya.

"Arrgg! Sakit woy!" protes Ares.

"Paan sih, Bang!" kesal Ale.

"Pelan-pelan anjir!"

"Iya ini gue juga pelan-pelan kok. Lo nya aja yang lebay!"

"Awas aja lo, Cil! Tunggu pembalasan gue!"

"Aduh takutnyaaa," ledek Ale.

"Sialan lo! Dasar adek lucknut!"

"Diem woy! Lama-lama gue lakban juga mulut lo," ancam Ale.

"Tuh kan. Gak pernah menang gue kalo debat sama lo," Ares yang tidak mau berdebat lagi akhirnya mengalah dan membiarkan sang adik untuk mengobati lukanya.

"Makanya jangan macem-macem lo sama gue,"

"Iyain biar gak nangis,"

Nyuut!

"ARRGGHH!" 

• • •

Hari telah berganti menjadi malam. Sekarang disinilah gadis itu berada. Disebuah tempat yang sunyi, ditemani suara air mancur, dan desiran angin malam yang dingin.

Ya. Gadis itu pergi keluar, lebih tepatnya melarikan diri karena sudah muak mendengar perkataan pedas dari sang ibu. Rasanya kata-kata itu lebih menyakitkan dari sebelumnya.

Flashback on

Braakk!

"Katanya kamu pulang awal kenapa?" tanya seorang wanita paruh baya yang baru saja membuka pintu dengan kencang.

Ale menghela nafas. Ia sudah menebak sang ibu akan datang mencarinya. Karena setiap siswa-siswi yang pulang duluan akan diberitahukan di grup orang tua beserta keterangannya.

"Gak enak badan," jawabnya, singkat. Sungguh Ale sedang tidak ingin berdebat dengan ibunya itu.

Plaakk!

Satu tamparan berhasil mengenai pipinya. Gadis itu menatap sang ibu dengan tatapan yang sulit diartikan. "Aku gak boleh sakit yah, Mah?" tanyanya.

"Cuma gak enak badan aja kok bolos kelas! Minimal sakit parah lah! Gagal ginjal kek, kanker paru-paru kek, atau tuberkulosis kek, apalah!"

"Mamah pengen banget yah aku mati?" tiba-tiba saja kata itu keluar dari mulutnya.

"Kamu itu gak berguna! Saya nyesel ngelahirin kamu!"

Degg!

Sakit. Rasanya sangat sakit, bahkan lebih sakit dari biasanya. Hanya dalam beberapa kata saja sudah sangat melukai hatinya. Jika boleh memilih, ia juga tidak ingin dilahirkan kedunia ini.

"Ada apa sih, Mah? Kok sampe teriak-teriak?" tanya Ares yang baru saja sampai dikamar Ale.

Belum sempat sang ibu menjawab, Ale lebih dulu memotongnya dengan berlari pergi meninggalkan kamar. Namun, langkahnya terhenti tat kala sang kakak menggenggam tangannya.

"Mau kemana, Al?"

Srett!

Ale menepis tangan Ares yang menggenggam tangannya. "Biarin gue sendiri, Bang." gadis itu kembali berlari meninggalkan kamarnya.

Ares berarlih menatap sang ibu. "Mah, bisa gak berhenti marahin Ale terus?"

"Ck! Mamah capek mau tidur!" ucapnya sembari berjalan pergi.

Ares menghela nafas lelah. "Cepet pulang, Pah. Keluar kita jadi kacau tanpa Papah," lirihnya sembari menatap foto keluarga yang terpasang didinding. Disana terpampang wajah yang bahagia, diiringi dengan senyuman yang lebar.

"Kapan kita bisa kayak gini lagi?"

• • •

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MY CONTRACT BOYFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang