Peringatan: Bab ini mengandung adegan kekerasan yang mungkin tidak nyaman bagi sebagian pembaca.
Di balik dinding batu dingin sebuah sel bawah tanah yang suram, Letizia merasakan dingin menusuk tulangnya. Setiap detik di tempat ini membuatnya semakin tertekan. Ingatannya melayang kepada Damian, kakaknya sendiri, yang telah mengurungnya setelah menyadari kedekatannya dengan Lukan. Kegelapan dan kesepian di sekelilingnya mengingatkan Letizia pada situasi yang semakin sulit, namun tekadnya untuk mencari jalan keluar tetap menyala.
Sementara itu, di ruang kerjanya yang luas dan mewah, Damian duduk di belakang mejanya dengan ekspresi kacau. Hati dan pikirannya dipenuhi dengan kerumitan—rasa bersalah dan kemarahan terhadap adiknya, Selena. Setiap hari, rasa sakit batin Damian semakin membara, dan kenyataan bahwa dia merasa bersalah karena mengurung adiknya menggerogoti pikirannya.
Dia merasa tertekan oleh berbagai faktor—kedekatan Letizia dengan Lukan, ketidakpastian mengenai cara mengatasi kekacauan yang telah ditimbulkan, dan rasa bersalah yang mendalam atas tindakan yang diambilnya. Dalam kepalanya, Damian berjuang untuk mengatasi perasaan yang bertentangan. Di satu sisi, dia merasa terpaksa melindungi keluarganya dan kekuasaannya. Di sisi lain, rasa sakit dan penyesalan menghantuinya, terutama saat memikirkan Letizia yang terkurung di sel.
Hari-hari berlalu, dan akhirnya, Damian memutuskan untuk mengambil langkah berani. Dia tahu bahwa tindakan mengurung Letizia telah melampaui batas. Rasa bersalah dan kesadarannya akan kesalahan-kesalahan yang telah dibuat mendorongnya untuk mencari cara memperbaiki situasi. Dengan tekad yang bulat, Damian bertekad untuk mengeluarkan Letizia dari sel dan mencoba memperbaiki hubungannya dengan adiknya.
Dengan hati yang bergetar, Damian menuju ke sel bawah tanah, membawa kunci untuk membuka pintu. Ketika dia sampai di depan sel, tatapannya penuh penyesalan.
"Selena," panggilnya dengan suara lembut, "aku datang untuk mengeluarkanmu."
Letizia, mendengar suaranya, menatapnya dengan campuran marah dan bingung. "Mengapa sekarang? Setelah semua yang kau lakukan, apa yang kau inginkan dariku?"
Damian menghela napas berat dan memasukkan kunci ke dalam kunci pintu sel. "Aku sadar bahwa aku telah membuat kesalahan besar. Aku minta maaf karena mengurungmu. Aku hanya ingin melindungi kekaisaran dan diriku sendiri dari ancaman yang mungkin datang."
Pintu sel terbuka perlahan, dan Letizia melangkah keluar dengan hati-hati. Damian memperhatikannya dengan rasa sedih dan penyesalan yang mendalam. "Aku tahu kau merasa dikhianati dan mungkin tidak akan pernah memaafkanku. Tapi aku berharap kita bisa memperbaiki hubungan kita dan mencari jalan keluar dari kekacauan ini bersama."
Letizia menatapnya dengan tatapan dingin, meskipun rasa sakit dan kesedihan mendalam tercermin di matanya. "Aku perlu memikirkan kembali keputusan ini. Kau telah melukai dan menyiksaku lebih dari yang bisa kukatakan."
Damian mengangguk, merasakan kesedihan yang menyesakkan. "Aku mengerti. Aku hanya berharap kau bisa memberiku kesempatan untuk memperbaiki kesalahan ini."
Mata Letizia memicing, menilai senyuman kecil di bibir Damian. Apa yang dia rencanakan?
Saat Damian menatap Letizia dengan tatapan yang tampak penuh penyesalan, niat jahat mulai merayap di pikirannya. "Letizia, aku tahu aku telah melakukan kesalahan yang tak termaafkan. Aku ingin memberimu kesempatan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi."
Letizia menatapnya dengan curiga. "Apa maksudmu? Aku sudah cukup menderita. Jangan main-main denganku."
Damian menghela napas, berusaha menunjukkan wajah yang penuh penyesalan dan kasih sayang. "Kau berhak tahu seluruh kebenaran, Selena. Aku ingin kau melihatnya sendiri, agar kau bisa memahami alasan di balik semua tindakanku."
Dia mengarahkan Letizia keluar dari ruangannya dan menuju ke bagian belakang istana yang sering terlupakan. Sepanjang perjalanan, Letizia merasakan ketegangan di udara, tak tahu apa yang akan dihadapinya. Damian memimpin jalan, dan Letizia mengikuti dengan rasa takut dan curiga.
Di sebuah ruang bawah tanah yang gelap dan dingin, lantainya dipenuhi genangan air, dan dindingnya bertuliskan goresan-goresan tua. Lukan terikat pada kursi kayu, tatapannya mencerminkan ketidakpastian dan rasa sakit, namun dia berusaha menjaga ketenangan.
Ketika Damian mengajak Letizia masuk ke ruangan itu, mata Lukan melebar dengan shock dan kesedihan saat melihatnya. "Selena!" dia berteriak, berusaha bergerak dalam belenggu yang mengikatnya.
Jantung Letizia berdebar kencang melihat Lukan. "Lukan? Apa yang terjadi?"
Damian berdiri di samping Lukan dengan senyum dingin. "Selena, aku ingin kau melihat ini. Ini adalah pelajaran untukmu—dan untuk semua yang mengancam kekuasaanku."
Dia mengeluarkan belati dari jubahnya dan mendekati Lukan dengan langkah penuh kebencian. Letizia berusaha bergerak maju, tetapi Damian menahannya dengan tangan kuat. "Jangan coba menghentikanku," katanya dingin. "Ini bagian dari rencanaku untuk memastikan tidak ada yang mengganggu kestabilan kekaisaran."
Lukan menatap Letizia dengan mata penuh kesedihan. "Selena, aku mohon—jangan biarkan dia melakukan ini."
Letizia hancur melihat Lukan dalam keadaan seperti itu. Rasa sakit dan kemarahan mengalir dalam dirinya, namun ketidakmampuan untuk menghentikan Damian menambah rasa tertekan. "Damian, hentikan! Ini tidak benar!"
Namun, Damian tak menghiraukan teriakannya. Dengan satu gerakan cepat, dia menancapkan belati ke tubuh Lukan. Jeritan kesakitan Lukan memenuhi ruangan, sementara Letizia hanya bisa berdiri terperangkap antara rasa takut dan kemarahan. Melihat keputusasaan di mata Lukan, hatinya hancur.
Damian akhirnya menatap Letizia, menyaksikan reaksi emosionalnya. "Lihatlah hasil dari pengkhianatan dan kebangkitan kekuatan yang tidak bisa aku biarkan bertahan. Ini yang terjadi pada mereka yang mencoba merusak rencanaku."
Letizia menutup matanya dan memalingkan wajah, menangis dalam diam. "Kau... kau tidak punya hati. Semua ini hanya untuk mempertahankan kekuasaanmu."
Setelah Damian meninggalkan ruang bawah tanah, Letizia tetap terdiam, matanya yang basah menatap tubuh Lukan yang tergeletak di lantai. Setiap detik terasa seperti siksaan, dengan kepedihan emosional yang menghantui dirinya. Kesedihan dan kemarahan berkecamuk dalam dirinya, menambah beban yang harus ditanggung.
Kekejaman Damian tidak hanya menghancurkan Lukan, tetapi juga menghancurkan setiap harapan Letizia akan adanya sedikit kebaikan dalam dunia yang dikuasai oleh Damian. Letizia merasakan kepedihan mendalam, seolah semua bagian dirinya hancur menjadi puing-puing kecil.
Dia berlutut di samping Lukan, memeriksa apakah ada tanda-tanda kehidupan. Lukan masih bernapas, meski napasnya tersengal penuh rasa sakit. Letizia meraih tangan Lukan dengan lembut, air mata menetes ke pipinya.
"Bertahanlah, Lukan. Maafkan aku telah menyeretmu ke sini. Aku akan membalaskan setiap luka yang kau terima, dengan cara yang akan benar-benar melukainya," gumam Letizia merasa bersalah.
![](https://img.wattpad.com/cover/376445851-288-k19955.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Am I? (Telah Terbit)
Historical FictionTELAH TERBIT!! Versi ini adalah versi yang sudah melewati tahapan revisi ulang dengan mengubah sebagian isi cerita!! Letizia Grey adalah seorang wanita muda dengan hidup sempurna. Namun, semuanya berubah drastis setelah pesta ulang tahun temannya. D...