Letizia memasuki akademi pagi itu dengan perasaan cemas. Damian dan Lukan adalah bagian penting dari hidupnya—satu sebagai saudara dan satu lagi sebagai sekutu. Namun, keduanya mewakili dua sisi yang sangat berbeda dari dunia yang sama. Damian, dengan karakter gelap dan kekejamannya, dan Lukan, dengan kesetiaan dan pengertian yang mendalam.
Di aula akademi, suasana terasa lebih tegang dari biasanya. Damian, yang dikenal sebagai siswa berpengaruh, baru saja kembali dari perjalanan belajarnya dan langsung menjadi pusat perhatian. Penampilannya yang tajam dan sikapnya yang dingin menarik perhatian semua orang, dan kehadiran Letizia semakin memperburuk situasi.
Di ruang makan, Letizia duduk di meja terpisah, mencoba fokus pada makan paginya. Namun, Damian tidak memberi ruang bagi Letizia untuk merasa tenang. Ketika dia memasuki ruangan, semua mata tertuju padanya, dan Letizia merasakan tatapan tajam yang diarahkan padanya. Setelah berbicara dengan beberapa siswa, Damian kini berjalan menuju arah Letizia.
Dia melangkah dengan percaya diri, setiap gerakannya menunjukkan bahwa dia tidak takut dengan kekuasaan atau otoritas siapa pun. Damian duduk di kursi di depan Letizia tanpa meminta izin, tatapan matanya penuh dengan intensitas yang menekan.
"Selena," ucap Damian dengan nada datar namun penuh tekanan. "Aku perlu berbicara denganmu."
Letizia menatapnya hati-hati. "Ada apa, Damian?" tanyanya, suara dinginnya mencerminkan ketidaknyamanan.
Damian mengamati Letizia, matanya penuh keraguan dan sedikit amarah. "Aku baru saja mendengar bahwa kau sering bersama Lukan belakangan ini," katanya, nada suaranya meningkat. "Ada alasan khusus mengapa kau merasa perlu menghabiskan waktu bersamanya?"
Letizia merasakan ketegangan yang mengalir di antara mereka. "Lukan adalah teman dan sekutu," jawabnya tegas. "Kami bekerja sama untuk mencari kebenaran."
Ekspresi wajah Damian berubah menjadi sesuatu yang lebih gelap. "Kebenaran?" ucapnya sinis. "Apa yang membuatmu berpikir bahwa menghabiskan waktu dengan Lukan akan membantu dalam pencarian itu? Dia bukan bagian dari dunia kita."
Letizia menahan diri agar tidak terbakar amarah. "Aku tidak melihatnya seperti itu. Lukan membantuku, dan itu cukup bagiku. Kau tidak berhak menilai siapa yang bisa aku temui."
Damian mendekat, suaranya menurun menjadi bisikan yang mengancam. "Jangan sekali-kali mengabaikan kekuasaan yang aku miliki di sini. Aku bisa membuat hidupmu sangat sulit jika aku mau. Aku lebih baik dari siapa pun yang bisa membantumu."
Letizia merasa marah dan tertekan, tetapi dia berusaha tetap tenang. "Aku tidak takut padamu, Damian. Aku tidak akan membiarkanmu mengontrol hidupku atau hubungan yang aku pilih."
Damian tersenyum dingin, memandangnya seolah mengejek. "Kau pikir berani menentangku adalah tindakan heroik? Kekuatan di akademi ini bukan sesuatu yang bisa kamu abaikan. Dan Lukan—aku tidak tahu apa yang dia inginkan darimu, tetapi aku yakin itu bukan sesuatu yang baik."
Letizia merasakan tekanan semakin besar. "Jadi apa? Apakah kau akan menghalangiku hanya karena aku dekat dengan seseorang yang menurutmu tidak layak?" tanyanya menantang.
Damian berdiri, meninggalkan kursinya dengan gerakan penuh kekuasaan. "Jangan coba-coba menantangku, Selena. Ingat, aku selalu memperhatikan setiap gerakanmu. Aku akan memastikan bahwa kamu tahu tempatmu."
Dia pergi dengan langkah tegap, meninggalkan Letizia dalam keadaan bergetar. Dalam hati Letizia, rasa marah dan frustrasi bergolak. Dia tahu bahwa Damian adalah ancaman yang tidak bisa dianggap remeh, dan kedekatannya dengan Lukan semakin membuatnya merasa terjepit di tengah situasi yang rumit.
Letizia mengakhiri hari di akademi dengan rasa cemas yang mengganggu pikirannya. Kejadian pagi itu dengan Damian meninggalkan bekas mendalam. Dia tahu bahwa situasi ini tidak akan berakhir dengan damai. Keputusannya untuk tetap berdiri melawan Damian mungkin akan membuat hidupnya semakin rumit.
Saat matahari terbenam dan langit gelap, Letizia menuju kamarnya dengan hati-hati. Dia menyadari ada yang tidak beres ketika beberapa penjaga akademi, yang biasanya tidak ada di sekitar koridor malam hari, terlihat lebih aktif dari biasanya. Namun, dia memilih mengabaikan perasaannya dan melanjutkan langkahnya.
Ketika membuka pintu kamarnya, dia disambut oleh kegelapan. Lampu yang biasanya menerangi ruangan padam. Letizia mencoba menyalakan lampu, tetapi usahanya sia-sia. Merasa ada sesuatu yang tidak beres, dia melangkah lebih dalam ke ruangan.
Tiba-tiba, pintu kamarnya tertutup keras di belakangnya. Letizia terkejut dan berbalik untuk melihat Damian berdiri di depan pintu dengan ekspresi dingin di wajahnya. Damian mengenakan jubah hitam yang menambah kesan misterius dan menakutkan pada penampilannya.
"Damian?" Letizia berkata, suaranya menggema di dalam kegelapan. "Apa yang kau lakukan di sini?"
Damian tidak menjawab, tetapi matanya yang dingin dan tajam menatap Letizia dengan penuh intensitas. Dia melangkah maju, dan Letizia bisa merasakan ketegangan yang semakin menekan.
"Aku harus memastikan bahwa kamu mengerti posisimu di sini," kata Damian akhirnya, suaranya tegas dan penuh ancaman. "Kamu terlalu jauh, Selena. Ini saatnya untuk mengingat siapa yang benar-benar mengendalikan semuanya."
Dengan gerakan cepat, Damian menutup jarak di antara mereka dan melemparkan sebuah tali ke arah Letizia. Dia berusaha menghindar, tetapi Damian sudah terlalu dekat. Tali itu melilit pergelangan tangannya dan memborgolnya dengan erat. Letizia merasakan panik dan berusaha melepaskan diri, tetapi ikatan itu terlalu kuat.
"Damian, lepaskan aku!" serunya, suaranya penuh kemarahan dan ketidakberdayaan. "Apa yang kau inginkan dariku?"
Damian mengabaikan teriakannya dan terus melangkah mendekat. "Aku tidak ingin menyakiti kamu, Selena. Aku hanya ingin memastikan bahwa kamu tidak menjadi ancaman bagi posisiku atau mengganggu rencanaku."
Letizia melawan, tetapi semakin dia bergerak, semakin ketat ikatan di pergelangan tangannya. Damian mengamatinya dengan tenang, tidak menunjukkan sedikit pun rasa kasihan.
"Aku tahu kau mungkin merasa tertekan," kata Damian, mengeluarkan sebuah kursi dari sudut ruangan dan meletakkannya di depan Letizia. "Namun, terkadang tekanan adalah cara untuk mengajari seseorang tentang kekuatan dan kekuasaan. Kamu perlu memahami tempatmu di dunia ini."
Damian duduk di kursi itu dengan elegan, matanya tetap menatap Letizia. "Aku tidak akan membiarkanmu merusak kedamaian dan stabilitas yang aku usahakan. Jika kamu mencoba menantangku atau menghubungi Lukan lagi, aku tidak akan ragu untuk mengambil tindakan lebih drastis."
Letizia merasa marah dan frustrasi. "Kau tidak bisa terus-menerus mengendalikan hidupku seperti ini!" teriaknya. "Aku punya hak untuk memilih siapa yang aku inginkan di sekelilingku dan bagaimana aku ingin menjalani hidupku!"
Damian tidak bergeming. "Hakmu?" tanyanya sinis. "Hakmu hanyalah ilusi dalam dunia ini. Aku yang menentukan apa yang benar dan salah di sini. Dan kamu akan belajar itu dengan cara yang keras."
Letizia merasa putus asa. Dia tahu Damian tidak akan membiarkannya pergi dengan mudah. Dalam pikirannya, dia mencari cara untuk keluar dari situasi ini. Setiap detik terasa seperti seabad, dan Letizia berusaha keras untuk tetap tenang dan berpikir jernih. Dia harus menemukan jalan keluar dari penyekapan ini dan menghentikan Damian sebelum semuanya terlambat.
Malam semakin larut, dan Letizia duduk terikat di kursinya, merenungkan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan sekarang adalah berharap rencana Damian tidak akan sepenuhnya berhasil dan bahwa dia bisa menemukan kesempatan untuk melawan.
'Sialan kau Damian!' teriak Letizia dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Am I? (Telah Terbit)
Fiksi SejarahTELAH TERBIT!! Versi ini adalah versi yang sudah melewati tahapan revisi ulang dengan mengubah sebagian isi cerita!! Letizia Grey adalah seorang wanita muda dengan hidup sempurna. Namun, semuanya berubah drastis setelah pesta ulang tahun temannya. D...