Rahasia

20 4 2
                                    

Tebasan keras membelah gembok seperti membelah kertas. Sekarang benda itu tergeletak di lantai kayu.

Mendorong pintu, suara derit tercipta. Cahaya menyelinap melalui celah, menerangi anak tangga. Tidak banyak, sisanya termakan kegelapan.

Jakun Sungho naik turun. Katana tak banyak membantu di ruang sempit. Dia menyandarkan katana ke dinding, menggantinya dengan senter.

Cahaya menyambar kegelapan, membantunya menuruni tangga yang berkelok.

Semakin jauh, semakin ciut nyali Sungho. Bagaimana kalau di dalam ada setan? Tapi, rasa penasarannya meluap lebih besar.

Tiada lagi anak tangga. Meraba raba dinding, dia menemukan tombol saklar lampu dan seketika ruang berangsur terang.

Satu sofa baca berdiri dekat perapian. Beberapa rak buku memenuhi dinding. Walau minimalis, tapi cosy. Pada satu sisi dinding terdapat banyak foto keluarga tertata rapi.

Foto - foto itu bukti jika ayah care kepada keluarga. Walau telah bercerai dari Ibu ayah tetap menyimpan kenangan.

Duduk di sofa, Sungho membuka album foto di pangkuan, mendapati lebih banyak kenangan.  Foto jadul ketika dia memegang piagam murid terbaik di SMP menghias bagian kanan halaman tengah. Siapa sangka ayah yang dia kira tak pernah berkunjung, diam diam menghadiri kelulusan SMP-nya. Bukan hanya itu, foto Ibu bergaun putih ketika hendak menikah pun ada.

Apa ayah menghadiri pernikahan Ibu.

Derap pelan kaki datang dari lantai atas, mengusik Sungho. Seseorang masuk rumah.

Siapa? Ini sudah malam. Ayah? Atau para rentenir?

Sungho mengembalikan buku ke rak buku, bersandar dinding bersiap menyergap siapapun yang masuk. Dia berdecak kesal lantaran teringat meninggalkan katana di atas. Senjata yang seharusnya selalu dia pegang.

Derap kaki terhenti sejenak. Lalu, denyit anak tangga memberitahu Sungho jika pendatang menuruni anak tangga. Tamu tak diundang menemukan pintu rahasia.

Bayang semakin membesar di lantai. Hanya satu, dan ramping, berbeda dari para Security Service yang merusak hari Sungho kemarin.

Penyusup muncul, tak sadar jika Sungho menunggunya. Sungho menarik lengan maling, hendak membanting, tapi urung. Dia sadar siapa si penyusup. Namun, penyusup membalik keadaan, reflek memutar lengan Sungho, memitingnya ke punggung.

"Maling sialan!" sentak gadis.

"Yul? Ini aku, Sungho."

"Eh, ternyata kamu." Yul mendorong Sungho menjauh. Lalu bersedekap. "Sedang apa kau di sini? Pakai acara menyerang segala. Kau ngajak ribut?"

"Bukan begitu. Aku kira kau penagih hutang."

"Pfft. Penagih hutang? Ah, sekarang aku yakin kalau kamu datang ke sini bukan karena kangen Paman, tapi kabur dari penagih hutang, iya kan?"

"Ah kau ini. Eh, malam - malam kenapa kemari?"

"Ibu menyuruhku memasak untukmu. Katanya cowok kota pasti nggak bisa masak. Ya kan?"

"Aku bisa masak. Di militer aku diajari memasak di alam liar. Hanya saja, kulkas di rumah ink kosong, jadi....."

Yulgang tertawa menghina. "Aigo, jadi di alam liar ada kulkas?"

Sungho lupa, betapa menyebalkannya Yulgang ketika mereka masih kecil dan sepertinya umur tidak merubah sikap ceplas ceplosnya.

"Modus." Sungho ikut bersedekap. "Kau modus, supaya bisa menemuiku, kan? Wajar sih, aku kan ganteng."

CasterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang