PROLOG

6 1 0
                                    

HAPPY READING

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...HAPPY READING...

" Tak lelo, lelo, lelo ledung... Cep meneng aja pijer nangis anakku cah bagus... Anakku sing bagus rupane. Yen nangis ndak ilang bagus e." Suara Mbah uti yang lembut mengalun indah memasuki gendang telinga sembari kedua tangannya menepuk-nepuk lembut bahu kedua cucunya yang tidur di kedua pahanya.

Usai menyanyi, Mbah uti mencondongkan tubuhnya. " Bocah bagus, endak eroh iki wes peng piro tak kandani, kowe cah loro iki seduluran, ke depannya tetep panggah ya ngono." Bisik Mbah uti yang slalu mengingatkan kedua cucunya bahwa mereka ini saudara, walaupun mereka tidak lahir di rahim yang sama tapi mereka memiliki ayah yang sama.

Melihat kedua cucunya yang masih kecil sudah memiliki krisis identitas membuat air matanya meluruh membasahi wajahnya, rasa bersalah atas tidak becusnya dirinya sebagai orang tua dalam mendidik putranya hingga dengan teganya melakukan kesalahan tanpa pertanggung jawaban hingga sekarang tak tau pergi entah kemana meninggalkan kedua orangtuanya bersama kedua anaknya yang masih butuh peran kedua orang tua.

Apakah sedikit pun tak ada rasa peduli di hati putranya mengenai nasib mereka yang hampir setiap hari slalu mendapatkan ejekan dari orang orang. Jika itu dirinya yang diejek, dirinya masih bisa menahannya tapi kedua cucunya tak tau apa apa juga diejek hingga slalu disisihkan dalam lingkup pertemanan membuat hatinya hancur, karena seharusnya masa masa pertumbuhan adalah masa masa terindah bermain bersama teman sebaya.

" Pak, kalau terus kayak gini gimana nasib cucu kita nanti." Adu Mbah uti disela tangisnya.

Mbah Kakung hanya diam membisu dengan mata menatap lurus kearah jendela yang memperlihatkan tetesan air hujan yang jatuh dari atap, ia tak tau harus menjawab bagaimana, setiap malam ia bertanya kepada dirinya sendiri, apakah dirinya mampu? Apakah nanti dirinya bisa memainkan peran sebagai ayah dan kakek sedangkan dirinya telah gagal mendidik putranya sendiri?

Mbah Kakung lantas bangkit dari duduknya, mencium kening Mbah uti lama lalu beralih mengusap lembut rambut kedua cucunya dengan mata berkaca-kaca.

" Kita usahakan bagaimana pun caranya dan ayo didik mereka agar sikap bejat putra kita tidak menurun ke mereka."


.
.
.

Hai guys bertemu lagi dengan cerita baru aku yang ke tiga🤗

Pemasaran bagaimana cerita Auriga dan Arutala, ikuti terus yaaaaaa

See you

Bye bye

VOLER HAUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang