"Saya Terima nikah dan kawinnya Ameena binti Rudiansyah dengan mas kawin tersebut tunai!" Samudra mengikrarkan kalimat itu dengan cukup lantang.
"Bagaimana para saksi? Sah?" tanya penghulu.
"Sah!"
Semuanya mengucap syukur dan membaca fatihah di sana. Seorang pria yang terbaring di atas brankar menatap ke arah mempelai dengan senyuman, tetapi kedua matanya basah oleh air mata.
"Kalian tanda tangan di sini," ucap penghulu dan mereka berdua pun menandatangani buku nikah yang sudah disiapkan.
Sosok Ameena yang duduk di sana memandang ke arah pria yang terbaring di atas brankar dengan tatapan sendiri hingga air mata mengalir membasahi pipi.
"Terima kasih, Ameena," seru pria itu.
Dia adalah Alzar, harusnya Ameena menikah dengan pria itu, tetapi yang mengucapkan janji pernikahan adalah calon kakak iparnya, Samudra.
Ameena dan Samudra menyalami orang tua Samudra dan Ameena.
Saat Ameena sudah berdiri di depan Rudiansyah, ayahnya. Rudi langsung memeluk Ameena dengan penuh rasa sayang dan rasa bersalah.
"Andai kamu menolaknya, Abi akan sangat menyetujuinya," gumam Rudi.
"Maafkan aku, Abi. Aku hanya ingin membuat mas Alzar bahagia, do'akan aku selalu, Abi."
"Tentu saja. Abi senantiasa mendoakanmu, putriku," bisik Rudi.
"Abi selalu berharap kebahagiaan untukmu. Tapi, kalau terjadi apa-apa, katakanlah pada Abi, jangan sungkan," ucap Rudi yang dijawab anggukan kepala oleh Ameena.
Kini Ameena berpelukan dengan Rahma, ibunya.
"Tidak tau harus bicara apa, yang pasti Umi berharap kamu selalu bahagia, Ludra. Kalau tidak bisa bertahan, kembalilah. Rumah selalu terbuka untukmu," bisik Rahma.
"Terima kasih, Umi."
Kini, di dalam ruangan rawat yang penuh dengan peralatan medis itu, hanya ada Ameena dan Alzar yang terus tersenyum pada Ameena, walau kedua matanya tidak bisa berbohong kalau dia terluka dan cemburu.
"Terima kasih, karena sudah memenuhi keinginanku, Ameena. Kamu memang wanita spesial dan sholehah. Aku yakin, kamu bisa membawa bang Samudra ke jalan yang benar," ucap Alzar.
"Jangan menaruh harapan terlalu tinggi, Mas. Bagaimanapun, ini cukup menyakitkan untukku," jawab Ameena menyeka air matanya.
Saat itu terlihat air mata di sudut mata Alzar.
"Aku tau. Aku sendiri pun sangatlah terluka, aku cemburu. Harusnya hari ini kita menikah, penuh suka cita dan kebahagiaan. Tapi, kenyataannya Allah berkata lain. Bahkan aku tidak bisa bernapas tanpa bantuan selang ini," ucap Alzar membuat Ameena semakin menangis.
"Aku, sebagai seorang pria yang selalu menyebutkan namamu di setiap malam, menaruh perasaan tulus untukmu, cuma ingin kamu selalu bahagia. Bang Samudra, orangnya memang keras, dia tidak suka banyak bicara, tapi dia baik hati," jelas Alzar. "Tolong obatilah luka sakit dan trauma di hatinya. Kelembutanmu pasti akan meluluhkan nya."
"Kamu berkata demikian, seakan aku tidak terluka, Mas," ucap Ameena.
"Maafkan aku, Na. Aku benar-benar minta maaf," ucap Alzar penuh rasa bersalah.
Ameena hanya bisa menangis di sana dengan kepala tertunduk.
Alzar menatap wanita itu dengan hatinya yang hancur lebur. Bohong dia tidak cemburu, bohong kalau dia merasa bahagia, bohong kalau hatinya tidak terluka. Kenyataannya dia juga jauh lebih terluka dari Ameena. Tapi dia menyadari kondisinya saat ini dan mungkin saja dia tidak bisa bertahan lebih lama lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri yang Disiakan
RomansTidak pernah terbayangkan oleh Ameena, kalau pernikahan yang diimpikannya, bukanlah bersama pria yang dia cintai, melainkan dengan calon Kakak iparnya sendiri. Alzar adalah pria yang akan menikahi Ameena. Sayangnya, pria itu mengalami kecelakaan ya...