Hilang Naluri

502 28 12
                                    


Januari izin keluar pada atasannya. Meminjam mobil pada Mayor Dandi, paman sekaligus atasannya. Beliau mengizinkannya setelah berbincang sekitar setengah jam berdua dia diperbolehkan keluar, sebentar dan dibekali pesan sang Mayor.

"Jangan bikin masalah lagi, Janu." Pria paruh baya itu tahu betul alasan kepindahannya.

Lewat jam 11 malam, Janu membawa dirinya yang seharian seakan hilang fokus. Banyak yang berkecamuk dalam kepalanya, latihan hariannya banyak yang meleset bahkan tadi pagi saat kebagian piket mengibarkan Bendera Merah Putih, ia hampir membaliknya.

Janu tidak bisa tidur semalaman, usai bertemu Arumi dan dihadiahi sebuah tamparan dipertemuan pertama mereka. Rasanya panas, kesal dan.... Cemburu?
Kejadian yang dia lihat hanya sekitar dua menit itu terus berputar di kepalanya seharian, semalaman.

Sementara tiga serangkai terus menempel padanya, Membawa berita bahwa pria pelontos tadi malam yang mereka tangkap adalah mantan atasan Briptu Dias dan mencecarnya dengan pertanyaan siapakah tadi malam yang menamparnya? membuatnya makin pusing dan memilih menghindari mereka semua, setelah apel malam dia tidak kembali ke barak.

Janu mengemudi dengan kecepatan sedang, membelah kota Surabaya yang tidak ada sepinya. Menatapi satu-satu pemandangan malam kota, mulai dari lampu, bangku, trotoar rusak, hingga gerobak jualan dan giras-giras di pinggiran jalan. Ini pertama kalinya dia berkeliling menatapi kota Surabaya dengan seksama.

Janu melewati semua pinggiran kota, hingga di sekitar wilayah jembatan Suramadu, Mobilnya memelan, memicingkan mata pada dua orang pria di depan yang saling tarik-menarik sesuatu, satunya berteriak dan mencoba berontak. Janu memberhentikan mobilnya jauh dari tempat kejadian, kakinya yang panjang membuatnya berlari secepat kilat tanpa suara menyambar tubuh bagian atas pria lebih tua yang dia tahu adalah penjahatnya, menguncinya dengan kedua lengannya.

Tenaga rakyat sipil biasa tentu bukan tandingannya, Janu tidak terlalu kuat memegangi pria yang sibuk memberontak dari kekangannya, pikirnya dia takut melukai pria itu karna itu bukan wewenangnya. Tapi saat ia tengah memberi isyarat pada pria lain di depannya untuk membuka pintu mobil, tanpa dia sadari pria jahat itu mengeluarkan sebilah celurit dari balik bajunya. Janu yang sedikit lengah memberi kesempatan pada si maling untuk menyabet lengan dalamnya.

Janu mengaduh sakit, refleks memelintir kepala pria jahat itu, membuatnya tidak sadar seketika.

"Kamu ikut juga ke kantor polisi sama saya." Pria muda didepannya mengangguk patuh.

***

Usai keluar dari kantor polisi, Janu merobek kaos dalamnya asal, mengikat lengannya yang terus mengucurkan darah segar, mengotori lantai dan tempat duduk mobil. Niatnya menikmati malam yang tenang malah berakhir menjadikannya pahlawan kesiangan, pulang saja pikirnya.

Tapi mungkin dirinya sudah setengah gila, ketika mobilnya parkir dengan sempurna di depan club malam yang kemarin dia datangi, tempatnya bertemu dengan Arumi lagi. Janu sendiripun merasa heran dengan dirinya, dengan langkahnya yang terasa enteng sekali untuk keluar dari mobil. Jujur saja, jantungnya berdebar kencang, menandakan bahwa ia juga sedikit merasa takut.

Laki-laki itu melangkah ragu melewati pintu masuk. Meneguk ludahnya sendiri, takut-takut ada seseorang yang akan mengenalinya, entah hukuman mengerikan macam apa yang akan di terimanya.

Matanya mengedar keseluruh ruangan yang minim penerangan. gotcha! teriaknya dalam hati saat matanya beradu pandang dengan seorang wanita yang duduk sendirian di depan meja bar, yang juga menatapnya dengan tatapan kaget, mulutnya jatuh melongo.

Memang itu yang dia cari di tempat mengerikan ini, Arumi. Janu melangkah cepat mendekati wanita itu, mengamati penampilannya dari dekat. Gaunnya di atas lutut dengan posisi duduk menyilang yang membuat pahanya terekspos jelas, berwarna kuning sedikit transparant lengkap dengan tali spaghetti yang membuatnya semakin meradang melihat betapa seronoknya penampilan gadis itu. Jauh lebih parah dari penampilannya kemarin.

JanuariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang