Cinta, Cita, Cantik

256 17 6
                                    



Janu dan Arumi sudah saling memaafkan, lebih tepatnya melupakan kejadian lalu yang sempat membuat mereka renggang, Janu enggan bertanya lagi dan Arumi tidak mau membahasnya lagi. Semua sudah jelas, dan Janu tidak mau membantah.

Siang tadi, setelah upacara pemakaman resmi Antasari, Arumi menghubunginya, menyuruhnya untuk datang ke tempatnya pemotretan jika waktunya senggang.

Janu datang menjelang sore, tidak sempat ganti baju karna wanita itu bilang ingin cepat bertemu. Janu gemas sekali melihat tingkah manjanya, dia merasa yang dia pacari sekarang bukan Arumi yang seusia sama dengannya, melainkan Arumi 18 tahun yang tingkahnya malu-malu dan tersipu-sipu.

————————————————————————

Arumi melihat sosok tinggi besar masuk melewati pintu, seragam jas khas TNI yang melekat di tubuhnya membuatnya jadi perhatian orang-orang dan dia merasa mual melihat tatapan penuh syahwat perempuan-perempuan yang menatap Janu seakan ingin menerkam pria itu.

Janu melihatnya juga, dia tersenyum dan duduk di sofa ruang tunggu tempatnya pemotretan. Dia duduk dengan gagah di sana, Kakinya menyilang elegan, menghiraukan orang-orang yang berdecak kagum, pria itu sibuk dengan ponselnya.

Arumi tidak tahu Janu itu sengaja tebar pesona atau pura-pura bodoh tidak paham dengan sekitarnya, tapi Arumi geram betul. Kepalanya panas, api kecemburuan disirami bensin saat dia melihat seorang wanita mendekat malu-malu pada pacarnya.

Arumi minta izin pada fotografer yang sudah siap memotretnya untuk break sebentar, beralasan lapar padahal tidak tahan melihati Janu yang menanggapi perempuan centil itu, entah apa yang mereka bicarakan.

Bersungut-sungut Arumi menarik tangan pria itu tanpa membalas senyumannya yang mengembang semanis gula kapas, mengajaknya keluar ruangan meninggalkan Mala—yang duduk bersama Janu, terheran-heran karna dipelototi oleh Arumi.

"Kamu sengaja ya?!" Tuduhnya langsung ketika ia dan Janu sudah berada di luar emperan studio.

Janu yang tidak mengerti apa-apa hanya mengangkat alisnya bingung. "Sengaja apa?"

"Tau ah." Kepalang malas, Arumi marah sendirian tanpa menjelaskan. Janu masih tidak mengerti apa-apa. Memang pria sehebat apapun kadang mereka bisa bodoh juga saat menghadapi wanita.

Melihat Arumi yang bersedekap dada dengan alis menyatu tanpa menatapnya, Janu tersenyum memegang bahu wanitanya. "Aku ambil cuti satu minggu, mau kencan denganku?" Ucapnya.

"Kemana?"

"Jogja."

————————————————————————

Mereka berangkat tengah malam, Arumi pikir mereka akan naik kereta api tapi Janu muncul bersama dengan mobil yang sama ketika mereka pertama kali bertemu di club malam.

Sepanjang perjalanan Arumi menemani Janu yang menyetir dengan tidur, dia tidak bisa menahan rasa kantuknya dan Janu mempersilahkan untuk tidur. Dan baru bangun setelah Janu membangunkannya karna mereka sudah sampai dan langit sudah terang.

Janu berbohong, Arumi tahu jika Janu itu memang ulung berbohong dan dia tetap saja jatuh berkali-kali dalam kebohongan Janu.
Katanya mereka akan pergi ke Borobudur dan menyewa kamar di sekitaran Malioboro.

Tapi mulutnya jatuh melongo saat mobil yang mereka tumpangi merangsak masuk ke dalam pagar hitam besar yang sudah di bukakan oleh dua orang berpakaian satpam.

Tidak perlu bertanya itu rumah siapa, rumah berlantai dua dengan aksen minimalis bercat hitam dan putih, ada dua pohon bonsai yang bertengger gagah meliuk-liuk seperti penjaga kolam air mancur yang berada tepat di muka rumah.

JanuariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang