Ada Kau & Aku Tanpa Mereka

213 19 8
                                    



Sudah 5 bulan berlalu setelah kepergian Janu hari itu, tidak ada kabar lagi tentangnya. Apakah tugasnya belum selesai? Apakah dia bisa pulang? Apakah... dia masih hidup?

Arumi hampir menangis tiap hari, menyesali perlakuan dinginnya saat mengantar kepergian Janu. Dia memang keterlaluan hari itu, sangat keterlaluan bahkan dia tidak membalas pelukannya.

Saat ada yang mengetuk pintu kamarnya, Arumi berlari tergopoh-gopoh berharap itu adalah Janu, tapi yang datang hanya tukang paket, tukang galon, dan tukang-tukang lainnya.

Arumi menangis sendirian, mengutuki dirinya sendiri yang kini mandi dengan penyesalan dan kerinduan. Lalu saat malam tiba, Arumi tidur mengenggam kartu ATM Janu yang sempat pria itu berikan pada Arumi, Janu benar-benar menuruti ucapannya tentang uang. Tapi Arumi tidak pernah menyentuhnya, bahkan mengetahui berapa jumlahnya saja Arumi tidak pernah. Dia tidak tertarik dengan isinya. Yang dia butuhkan sekarang bukan uang Janu, tapi Janu-nya, Janu yang paling dirindukannya.

Pesannya tidak ada yang dibalas, bahkan terkirimpun tidak. Semakin gila Arumi dibuat oleh pria itu.

Janu sialan, akan ku hantam kepalamu dengan batu kalau pulang nanti. Pikirnya dalam hati.

Lalu dia menangis lagi...

————————————————————————

2 bulan selanjutnya berlalu...

Arumi memutuskan untuk kembali bekerja, ada seorang owner klinik kecantikan yang ingin menjadikannya brand ambassador klinik mereka. Arumi yang mulai kehabisan tabungan, menyetujuinya.

Janu masih tidak ada kabar.

Apakah langit itu tuli? kenapa doanya selalu tidak ada yang mendengar? dia hanya ingin Janu-nya pulang. Dia tidak meminta hal besar seperti sebuah mansion dengan ribuan pelayan, dia hanya ingin Janu-nya pulang.

Terlalu beratkah permintaanku untukMu, Tuhan?

Wanita itu berdiri di ambang keputusasaan.

Arumi masih sering menangis, apalagi ketika playlist berisi lagu-lagu kesukaan Janu tidak sengaja diputar olehnya, dia akan menangis sampai dadanya sesak, sampai tenggorokannya kering, sampai matanya sulit terbuka.

————————————————————————

Tubuhnya lelah, pikirannya juga.

Arumi tidak tahu keputusannya untuk kembali bekerja adalah hal yang benar atau tidak, tapi tiap melihat kamera yang siap memotretnya dia merasa seakan ingin berteriak, kamera-kamera itu terlihat sangat menyeramkan di matanya. Ada apa dengannya?

Pukul sebelas malam, dia baru pulang.

Ngantuk, lelah, dan merindukan Janu-nya.

Dia sudah siap menangis ketika berhalusinasi ada Janu yang duduk dengan kepala terbenam di antara kedua lutut yang dipeluk, di depan pintu kostannya.

Tangisannya mulai pecah saat dia mendekat, bayangan Janu masih ada dan terasa nyata.
Kalaupun itu adalah arwah pria itu, Arumi tidak apa, dia tidak keberatan untuk memeluknya asal dia tidak menunjukkan wajah-wajah seram seperti berlumuran darah atau mata yang berlubang.

Untungnya tidak, yang Arumi pikir arwah itu mengangkat wajahnya. Berwujud Janu-nya yang normal. Tangisnya makin keras. Memenuhi seluruh lorong, meraung-raung seperti seorang istri yang ditinggal mati suaminya.

Arwah Janu berdiri, mendekat kearahnya, Arumi takut tapi dia juga rindu.

"Arumi..." Wah... dia baru tau kalau sosok arwah juga bisa ngomong.

JanuariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang