2. Interview Dadakan

10 2 0
                                    

Sebenarnya tiap manusia pasti ada sisi insecure nya sendiri-sendiri. Tidak bisa mengelak bahwa kadang perbedaan membuat diri kita sadar bahwa hal itu ada untuk menciptakan jarak.

Entah minder dari pakaian, penampilan, fisik, psikis secara emosional, pemikiran, ilmu, harta, marga, bahkan sampai pendidikan dan kasta.

Dan Naya berada diantara semua insecurities itu.

"Bu, saya pulang saja ya? Sudah sangat berterimakasih karena diobati dan diizinkan sholat disini."

Naya membenarkan bajunya yang mulai lusuh karena banyak lipatan akibat gerak seharian. Terlebih bahan bajunya yang terkesan sederhana dan sedikit panas. Sejujurnya ia takut bau badan sekarang, bagaimana tidak? Gebrakan apa saja yang gadis itu lakukan hari ini? Banyak sekali.

Mulai dari melempar lamarannya karena kesal, mengeluh, menangis meratapi harinya, hingga mengejar seorang copet di pusat kota Malioboro.

"Kenapa buru-buru nak? Baru jam 7 malam." Kata bu Wening sambil menghidangkan minuman berwarna merah di meja depan Naya.

"Diminum dulu nak."

"Duh kenapa repot-repot bu, saya jadi sungkan." Kata Naya sembari malu-malu meminum air sirup di depannya.

"Ibu sekalian ingin bicara sesuatu"

"Asa! Mahen!"

Bu Wening setengah berteriak memanggil dua putranya yang sedang berada di dapur, sesekali Naya mendengar gelak tawa dan sungutan nada bicara yang meninggi, kemudian tawa yang bercampur.

"Mas Asa sedang apa bu di dapur? Apa perlu Naya bantuin?"

"Nggak usah, lagi ibu suruh siapin makan buat kita."

"Kita?"

"Iya, kita berempat, sama kamu Naya."

"Bu, tapi—"

"MAMA! BANG MAHEN TUMPAHIN SAYUR NYA KE BAJU ASAAA!!"

Naya kaget, yang benar saja ada bayi besar yang sedang merengek disini? Sungguh lucu. Naya menahan tawa melihat Asa merengek tanpa menyadari keberadaan Naya disana, karena biasanya hanya bertiga di rumah megah ini.

Berempat sih, dengan Bi Lilis, art nya yang sekarang sedang pulang kampung kurang lebih seminggu, karena anaknya dikampung sakit DBD.

"Sa, kamu barusan ngerengek di depan tamu? Hahahaha!" Kata Mahen kemudian tertawa keras melihat sifat kekanakan adik laki-lakinya.

Renjana Asa Nuraga apa yang kamu lakuin?!?!

Asa yang baru sadar ada gadis asing dirumahnya langsung melotot kaget dan sedetik kemudian berdehem sok tegas. Naya semakin susah menahan tawanya, sedangkan Bu Wening menggeleng sambil tertawa.

"Ekhherm! Anggap aja itu gak pernah terjadi." Katanya sambil melirik Naya.

Mahen yang sedari tadi membawa nampan datar yang berisi sayur dan lauk akhirnya meletakkan hidangannya di meja, Asa yang bagian membawa tempat nasi pun meletakkannya juga.

Naya merasa ini terlalu berlebihan, bahkan rasanya seperti dispesialkan (?) Karena sebelumnya ia tidak pernah diperlakukan seperti ini sebelumnya, tapi kemudian hati Naya menghangat, seharmonis ini keluarga Bu Wening.

"Bu tapi ini berlebihan untuk saya, saya cuma menolong ibu dari copet—"

Kalimat Naya dipotong oleh laki-laki berahang tegas, dengan rambut hitam undercut. Berbeda dengan Asa yang berambut hitam dengan style coma hair.

"Kamu sudah menolong Mama saya, saya beneran khawatir tadi, tapi saya masih ada rapat di kantor cabang, jadi Asa saja yang menjemput Mama disana. Terimakasih ya?"

 ASA SANDYAKALA | Renjun NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang