Part 01: Dream

71 9 0
                                    

4 tahuh kemudian

"Haruto? Kamu udah pulang,"

Wanita itu memeluk erat putranya yang baru saja pulang dari sekolah. Haruto pun membalasnya dengan wajah lelah.

"Bagaimana harimu sayang?" Tanyanya sambil mengusap punggung Haruto yang masih nyaman di pelukannya.

"Buruk."

Wanita melepaskan pelukannya, lalu memegang pundak Haruto, "Ibu tau, Haruto pasti keberatan pindah ke sekolah itu. Ibu takut kenangan itu kembali dan kamu sedih lagi."

"Bukan hanya itu. Ruto udah nyaman di sekolah yang sekarang. Ibu tau kan impian Ruto ingin menjadi produser musik? Tapi ayah malah mau memindahkan Ruto ke SMA yang fokus ke science."

"Maafkan ibu. Ibu sudah berusaha untuk membujuk ayahmu tapi kamu tau kan ayahmu orang seperti apa?"

"Udahlah bu, gak usah dibahas lagi." Haruto melihat ke sekeliling ruangan.

"Rora mana?"

"Adikmu sedang memberi makan ikan di kolam depan rumah."

Haruto manggut-manggut, "Ruto ke kamar dulu, bu."

*****

Haruto menghempaskan tubuhnya ke atas kasur begitu memasuki kamar. Bisa dibilang kamarnya ini cukup luas, dipenuhi berbagai alat musik serta kertas-kertas berisi lirik lagu ciptaannya sendiri. Ia mulai memejamkan mata, bersiap hendak tidur sebentar, namun suara notifikasi membuat matanya kembali terbuka.

Doyoung
Jangan lupa tugas kelompok kita. Lirik punyaku udah dikirim ke emailmu.

Haruto menghela nafas. Kenapa temannya itu malah mengingatkan tugas disaat ia lagi malas untuk melakukan apapun?

Haruto menutup halaman chat temannya dan hendak mematikan layar ponsel itu, namun jarinya terhenti ketika melihat foto yang ia jadikan lockscreen sejak lama.

Gadis cantik dengan kupluk cokelat susu yang sedang tersenyum menatap danau di sore hari.

Seseorang yang ia panggil kakak sekaligus cinta pertamanya sejak kecil.

Haruto tampak mengusap layar ponselnya dengan lembut. Jujur saat ini ia sangat merindukannya meskipun empat tahun sudah berlalu. Merindukan celotehannya yang tidak ada henti, merindukan senyumannya yang menenangkan itu, serta merindukan sketsa dirinya yang sering dibuat oleh perempuan itu.

Pikiran Haruto mulai kembali saat suara ketukan pintu terdengar jelas. Seorang laki-laki berumur dengan setelan jas tampak masuk ke dalam kamarnya dengan sopan.

"Haruto, maaf kalau paman menganggu. Kamu dipanggil Presdir ke ruangannya sekarang."

"Baik, paman."

Dia sekretaris pribadi ayah, Paman Jeonghan. Haruto memanggilnya dengan sebutan paman karena pria itu ikut andil mengurus dirinya dan Rora sejak kecil, bahkan dia lebih baik daripada ayahnya sendiri.

Haruto berdiri dan segera bersiap-siap. Namun laki-laki itu tiba-tiba saja diam mematung saat menyadari ada sesuatu yang telah hilang dari kamarnya.

Keyboard beserta catatan musik terbaru yang akan ia serahkan pada label musik.

"Paman!"

"Iya?" Ia menghampiri Haruto segera.

"Dimana keyboard dan buku catatan berwarna hijau tosca yang ada disini?"

"Paman tidak melihatnya sejak tadi pagi."

Tanpa berpikir panjang, Haruto langsung berjalan menuju ruangan yang paling ia benci di rumah ini.

The Light In Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang