Prolog: Halte 27

26 8 4
                                    

"Dia masih di sini dan menari-nari,
perlahan meracuni kewarasan yang mati."

·
·
·
·
·

Rintik hujan membasahi Kota Bandung. Aroma khas dari tanah kering yang di sapa oleh tangisan Tuhan tersebut dapat memanjakan indra penciuman siapa saja yang menghirupnya.

Beberapa pejalan kaki dan pengendara motor berlari terbirit-birit ke sebuah Halte Bus dengan tujuan untuk berteduh sebentar. Dalam sekejap mata, gerimis tersebut berubah menjadi hujan lebat, lengkap dengan hembusan angin yang sangat kencang.

Sebagai seorang introvert akut, Nassa Terra Eshavarya sangat anti berdesak-desakan di manapun ia berada. Tetapi, untuk saat ini ia tidak mempunyai opsi apapun lagi. Berbalut seragam SMA lengkap, dan sepasang sepatu Converse hitam yang sangat umum di jumpai dalam kalangan anak sekolah, menghiasi kakinya. Angin semakin kencang, lantas ia mengeratkan pelukannya kepada tas abu mudanya.

Beberapa hari kebelakang, Tanah Pasundan ini memang sudah memasuki musim penghujan. Dan dengan bodohnya Nassa sengaja tidak membawa payung merah kesayangannya, "pasti hari ini nggak hujan," yakinnya. Ia memukul pelan kepalanya sendiri, kalau sudah seperti ini mau bagaimana lagi?

Demi apapun, ia sangat ingin segera angkat kaki dari sini dan memasak Indomie Kari hangat di kosannya yang kecil tapi nyaman. Apalagi di temani dengan teh manis hangat, pasti sangat menyenangkan. Membayangkannya saja, perutnya sudah berbunyi.

Seorang laki-laki berseragam SMA dengan penampilan serampangan, berlari kencang dari arah selatan. Bajunya dibiarkan tidak dikancing, dalamnya berbalut kaus berwarna hitam, lengkap dengan tas warna senada dengan kausnya, yang isinya sudah pasti bisa ditebak.

Setelah sampai ke Halte tersebut, ia terjatuh di karenakan lantainya sangat licin. Beberapa orang di sana menertawakannya, tapi ia tidak peduli dan segera bangun dari jatuhnya. Ia berdiri di sebelah kanan Nassa yang sedari berada di belakang.

Adegan itu menarik perhatian Nassa yang sedari tadi tidak memerhatikan sekitar dengan fokus dikarenakan lapar. Ia melirik laki-laki yang terjatuh tadi, keningnya mengerut samar.

"Hah? Itu beneran dia?" Nassa bertanya-tanya sendiri.

Nassa telah menghabisi waktu kurang lebih selama 27 menit untuk memandangi wajah laki-laki itu. Terlihat ia membuka handphone dan mulai mengetik sesuatu. Ia masih belum sadar bahwa Nassa memerhatikannya.

Beberapa saat kemudian hujan mereda, membuat satu persatu orang-orang yang berada di sana bergegas meninggalkan halte itu. Berbeda dengan Nassa yang tetap berdiri di posisinya. Langkahnya terasa berat, padahal cacing pita di perutnya sudah memberontak.

Akhirnya, laki-laki tersebut pergi dengan ojek online yang telah ia pesan. Sebelum sang supir menjalankan mobilnya, ia sempat melirik selintas ke arah Nassa.

Sampai mobil tersebut sudah tidak terlihat lagi, Nassa masih enggan mematahkan pandangannya. Ada sesuatu yang ganjal di hatinya.

Secara perlahan, memori itu terputar ulang di otaknya. Dadanya terasa sesak, sakit sekali. Ia berusaha menghapus memori itu dan mulai berjalan meninggalkan halte dengan penuh pertanyaan di benaknya.

"Gue harap itu bukan lo, Ras."

···

halo, maaf prolog nya cuma sedikit dan banyak kesalahan kata, karena masih dalam proses belajar.

oiya, ini book genre romance pertama aku, tolong di maklumi aja ya.

aku up tergantung sikon ya, tapi aku usahain up seminggu sekali.

-Nayiya.

Bandung Hari Ini [OG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang